GO AWAY

1K 49 0
                                    

"Jadi, apa masalahmu?"tanya Alice sambil tersenyum.

Aku menghela nafas dan berkata, "Dylan menciumku."

Alice membelalakkan matanya dan berkata, "Apa? Dylan Beckett menciummu?"

Aku mengangguk dan Alice tersenyum lebar. "Apa ada masalah? Bukankah kau selalu ingin ciuman pertamamu adalah seorang pria tampan dan populer?"

"Tapi aku tidak berkata kalau itu dia,"kataku.

Alice tersenyum dan berkata, "Aku bukan paranormal atau apapun, tapi aku yakin kalian akan menjalin sebuah hubungan yang spesial."

Aku memutar bola mataku sebagai arti, Whatever.

"Jadi, bagaimana kau dengan pacarmu, Al?"tanyaku.

"Sangat baik. Dia cukup sibuk,"jawab Alice.

"Tamy, apa kau masih ingat dengan Emma Dean?"

Siapa yang tidak ingat dia? Seorang gadis cantik dan populer di SMA. Ayah Emma juga berprofesi sebagai pengusaha yang sangat sukses. Well, dia adalah mantan pacar Dylan.

"Yeah,"ujarku.

"Aku melihatnya kemarin di kantor. Dia terlihat sedang menemui seseorang. Aku tidak yakin siapa. Aku rasa, dia pacarnya karena mereka cukup dekat,"ujarnya.

"Apa dia masih cantik?"tanyaku.

Alice mengangguk dengan yakin.

"Dia akan selalu menjadi putri dan kita akan selalu menjadi rakyatnya,"ujarku mengingat Emma sangat suka memperbudak orang lain.

Alice tertawa kecil dan berkata, "Sudahlah, lagipula dia sudah tidak bersama dengan kita lagi."

"Kita lebih beruntung,"ujarku.

"Well, dua hari kedepan adalah hari libur. Kau mau menginap di apartemenku, Tamy? Aku juga akan mengajak Bryan."

"Siapa Bryan?"tanyaku.

"Pacarku."

Aku tersenyum lebar dan mengangguk.

"Aku akan izin kepada ayahmu nanti malam,"ujar Alice.

Aku menggeser lenganku dan gelasku hampir terjatuh. Alice menghela nafas dengan lega ketika dia berhasil menyelamatkan gelas itu. Alice melihatku seperti, "Tamy, aku butuh kata maaf."

Aku terkekeh dan berkata, "Maaf."

Alice memanggil seorang pelayan dan membayar seluruh pesanan kami.

"Kau selalu membayariku, Al."

"Carilah pekerjaan, baru kau bisa membayariku,"ledek Alice.

Aku tersenyum dan kami keluar dari kafe tersebut. Kami berjalan beberapa meter dan masuk ke sebuah butik. Butik yang didominasi dengan warna hitam.

"Gaun ini sangat keren,"ujarku mengambilnya.

"Yeah, kau sangat cantik. Apa kau akan membelinya?"tanya Alice.

"Entahlah, akhir-akhir ini aku selalu berpikir tentang ayahku. Aku sudah berumur dua puluh tiga tahun dan diperlakukan seperti anak SMP,"keluhku.

"Kalau begitu, pakai uangku."

Aku menggeleng dan mengembalikan gaun itu ke tempatnya. Alice mengambil kembali dan memaksaku.

"Tidak, Al."

"Ambillah."

"Biar aku saja,"ujar seseorang dengan suara berat.

Aku dan Alice melihat ke sumber suara dan melihat Dylan yang sedang mengambil gaun itu dan menaruhnya ke kasir. Dia membayarnya dan memberikannya kepadaku.

"Jangan pernah muncul di hadapanku, Dylan Beckett."

"Kenapa? Apa itu masalah? Lagipula, aku hanya kebetulan berada disini, Tamy."

Aku meraih uang dari dalam tas milikku dan memberikannya. Dylan menolaknya dan pergi dari hadapan kami.

"Aneh, menyebalkan."

Alice terkekeh dan mengelus pundakku. Kami keluar dari butik tersebut dan masuk ke dalam mobil Alice. Alice segera mengendarai mobilnya menuju rumahku.

Perjalanan menghabiskan waktu dua puluh menit untuk sampai di rumahku.

Setelah sampai, aku dan Alice masuk. Seperti biasa, Alice akan berbicara kepada ayahku.

"Yeah, Mr. Law. Ini hanya dua hari."

Dad terlihat tidak yakin dan aku memasang wajah memohon.

"Baiklah, hanya dua hari."

***

Haii! Sorry baru update banyak kerjaan hehe. Makasih yang udah mau baca dan vote. Jangan lupa vote dan comment lagi! Terima kasih :)

Black GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang