Siang itu, terasa sangat sepi. Tak ada bus yang lewat. Padahal hari masih siang masih jauh dari malam. Tiba-tiba, ada sebuah bus yang lewat bus bernomor 124.
Ia jadi ingat pembicaraan dengan temannya, Anto beberapa hari yang lalu.
"Jangan naik bus 124 ! Bus itu bus yang angker dengan tujuan ke Lubang Buaya."
Ah...mana mungkin di depan bus itu jelas-jelas tertulis tujuan Kampung Melayu bagaimana bisa jadi lubang buaya ? Pasti itu hanya bualan Anto yang sengaja menakut-nakuti dirinya agar tidak naik bus tersebut.
"Ah, sudahlah pokoknya aku naik aja deh ? Daripada pulang kesorean nanti kena marah nama, lagi."kataku pelan.
Tanpa pikir panjang aku segera naik kedalam bus yang kebetulan siang itu tidak terlalu penuh. Angin sepoi-sepoi tanpa sadar membuatku terlelap. Entah sudah berapa lama aku terlelap.
Aku bangun saat kurasakan ada sepasang tangan yang mengguncang-guncang tubuhku.
Sesosok putih salah lebih tepatnya berkulit pucat menyeringai seram ke arahku. Tanpa sadar aku bergidik ngeri. Sosok itu menyuruhku turun. Akupun turun, ternyata benar apa yang dikatakan Anto temanku. Bus ini berhenti tepat di Lubang Buaya. Sekarang aku terdampar di tempat ini tanpa tahu kemana jalan pulang. Tak ada mobil apalagi bus.
Menurut kasak-kusuk yang kudengar tak ada kendaraan yang berani lewat di jalan ini karena daerah ini terkenal angker. Jadi, bagaimana cara aku pulang ?
Sial sekali nasibku hari ini, seharusnya aku mempercayai apa yang di katakan Anto. Hari sudah beranjak sore sebentar lagi malam menjelma. Sayup-sayup kudengar suara burung hantu. Aku bergidik ngeri. Ah, besok saja semua kupikirkan bagaimana cara aku pulang. Sekarang mataku tak bisa di ajak kompromi, mataku terlalu lelah apalagi otakku sangat lelah sampai-sampai tidak bisa diajak untuk berpikir.
Tiba-tiba, aku teringat pada ponselku. Aku segera mengorek-ngorek tasku sibuk mencari juga berusaha mengingat dimana kuletakkan ponselku terakhir kali ketika tadi aku sedang di rumah Emily. Setelah hampir setengah jam aku mencari ponselku, akhirnya kutemukan juga benda itu. Aku baru saja ingin berteriak juga melompat bahagia karena ponselku yang merupakan satu-satunya harapan agar aku bisa pulang.
Tak lama setelah kulihat ponselku itu, spontan senyumku hilang karena ternyata ponselku mati, baterainya habis. Dasar sial !
Tanpa sadar akupun tertidur dengan lelapnya di area Lubang Buaya, pemakaman yang terkenal angker. Tiba-tiba, ada banyak sosok-sosok hantu yang bangkit dari kuburnya. Semua berlomba mencekikku. Aku lari ketakutan. Tubuhku gemetaran. Keringat dingin mengalir deras membasahi wajahku juga seluruh tubuhku.
"Arrgghh...!!"kurasakan pedih terkena cakaran salah satu hantu tersebut. Darah segar mengalir tetes demi tetes dari leherku. Aku mendesis kesakitan. Betapa tidak rasa pedih dan sakit bercampur jadi satu. Tepat saat para hantu itu mengelilingku, aku terjaga dari tidurku.
Ternyata semua hanya mimpi. Tapi, kurasakan nyeri di leherku. Aku mengusapnya pelan ada darah di tanganku.
"Se...semua bukan mimpi..arrggh !"pekikku keras. Sebelum akhirnya semua menjadi gelap dan aku tak ingat apa-apa lagi.
"Ren...Rena...sadar Ren !! Kamu nggak boleh mati !! Aku akan bawa kamu ke rumah sakit, bertahanlah." Anto dengan sekuat tenaga berusaha untuk mengangkat tubuh Rena. "Aduh, ternyata tubuh kamu berat juga ya, Rena !"gumam Anto pelan. Ia melirik ke kanan dan kiri, takut kalau-kalau ada orang yang melihatnya berbicara sendiri. Tidak bisa dibayangkan akan seperti apa wajahnya karena menahan rasa malu kalau-kalau ia kepergok orang lain sedang bicara sendirian.
"Phff...untunglah daerah sini, sepi . Tapi, sebaiknya aku cepat-cepat pergi dari sini dan segera membawa Rena ke rumah sakit terdekat. Lama-lama, di sini bulu kudukku pada berdiri, nih ! Hiy...!!" Anto bergidik ngeri. Akhirnya, dengan susah payah ia berhasil memasukkan tubuh Rena yang tak sadarkan diri itu ke dalam mobil. Lalu, Anto segera memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia memang menganut prinsip,"Pelan, asalkan selamat." Apalagi saat ini ia sedang membawa Rena yang sedang tak sadarkan diri.
Untunglah, malam ini jalanan tidak terlalu macet. Mungkin karena hampir menginjak tengah malam, di mana sebagian orang lebih memilih tidur dengan nyenyak dan asyik dengan mimpi mereka masing-masing.
"Gadis bodoh, kenapa sih kau ini masih saja tidak percaya dengan kata-kataku, Rena ? Sekarang jadi begini deh !"gumam Anto pelan.
Setelah hampir setengah jam mereka berkutat di jalan raya yang cukup sepi. Akhirnya, mereka pun tiba di sebuah RS "Kasih Ibu".
Anton setengah berteriak memanggil para perawat yang bertugas malam itu."Toolong..siapa saja !! Tolong saya !!"teriak Anto sekeras-kerasnya. Tidak berapa lama, beberapa perawat datang menghampiri Anto dengan tergopoh-gopoh.
"Ada apa mas ? Siapa yang butuh pertolongan ? Mas ? Tapi, kelihatannya mas tidak apa- apa ?"tanya salah seorang perawat yang bernama Susi itu dengan sedikit ketus.
"Bukan saya, sus. Nih, teman saya."kataku sedikit kesal. Bagaimana tidak ? Belum juga melihat siapa korbannya sudah ingin buru-buru pergi saja, batinku dalam hati."Bantuin saya dong sus, angkat teman saya. Berat nih !"keluhku dengan wajah di tekuk sedemikian rupa.
"I...iya mas, sini saya bantu angkat teman mas. Kenapa nggak dari tadi bilangnya mas, kalo teman mas yang butuh pertolongan bukan mas ?"kata suster Susi yang baru saja tersadar dari lamunannya.
Rena segera di larikan ke UGD. Untunglah, ia berhasil di selamatkan. Anto tengah menungguinya di sisi tempat tidur Rena. Ia takut kalo Rena ia tinggal saat ia tersadar dari tidurnya yang panjang. Dan tidak menemukan siapapun di kamar tempatnya di rawat saat ini. Rena akan menjerit histeris.
"A...aku dimana ? Ini tempat apa ?"tanya Rena setelah matanya mulai bisa beradaptasi dengan cahaya lampu kamar yang memang sangat terang.
"Kamu di rumah sakit, Rena. Kamu tidak mendengarkan kata-kataku ya ? Sudah kubilang jangan naik bus 124 itu. Jadinya begini, kan ?"kata Anto dengan nada suara agak tinggi. Kemudian ia tersadar, tidak seharusnya ia bicara kasar pada Rena. Karena gadis itu baru saja mengalami hal yang mengerikan.
"R...rumah sakit ??"tanya Rena sesaat sebelum akhirnya kembali tak sadarkan diri.