Malam ini adalah malam Jumat, aku berjalan menyusuri jalanan Metro, Pondok Indah. Perutku terasa lapar sekali, sepertinya cacing-cacing di perutku sedang berdemo. Kulirik jam yang melingkar di tanganku sudah pukul 12:00 malam. Apa masih ada penjual makanan sedangkan hari sudah semalam ini ?
Aku terus menyusuri jalan raya tersebut, di kiri-kanannya berdiri rumah-rumah besar dan elite serta bergaya Eropa. Walaupun daerah itu terkenal angker, menurut kasak-kusuk warga sana. Aku merinding di buatnya.
Ia menarik napas lega, ketika dilihatnya ada tukang nasi goreng berhenti di depan sebuah rumah besar. Tanpa menunggu lama, akupun memutuskan membeli sebungkus nasi goreng agar rasa laparku segera tuntas.
Aku, tak mendengar berita rupanya kalau rumah besar itu beserta seluruh penghuninya tewas. Mereka telah menjadi korban perampokan yang didalangi rekan bisnisnya. Beberapa hari yang lalu, dan para penghuninya masih bergentayangan. Masih menjadi arwah penasaran bahkan termasuk penjual nasi goreng itu sebagai saksi mata, ia ikut terbunuh.
Rupanya rekan bisnisnya iri melihat bisnis si 'rival' yang maju pesat sedangkan bisnis ia kalah maju. Melainkan mengalami kemunduran bahkan sudah berada diujung tanduk.
Kini rumah besar itu tak berpenghuni. Hanya selarik angin yang menusuk tulangku. Aku tidak merasa ada yang aneh, bahkan dengan penjual nasi goreng itu. Maka dengan santainya, aku memesan sebungkus nasi goreng. Harum nasi goreng itu membuat cacing-cacing di perutku semakin berdemo untuk segera di penuhi tuntutan mereka.
"Bang satu ya, nasi gorengnya di bungkus. Tidak pedas, ya."kataku pada si bapak penjual nasi goreng. Bulu kudukku serentak berdiri. Udara dingin terus-menerus menerpa tubuhku. Sebuah jaket tebal ternyata tak sanggup menghalau udara dingin tersebut. Tubuhku gemetar hebat.
"Ini, mas. Nasi gorengnya."kata si abang penjual nasi goreng.
"Ooh, iya bang. Ini uangnya bang . Ambil saja kembaliannya."kataku sambil bersiul-siul kecil. Kemudian aku kembali melanjutkan perjalanan. Aku tak mau lagi berlama-lama di tempat ini, bulu kudukku meremang meski hanya sebentar apalagi jika harus berlama-lama di tempat itu.
Setiba di rumah, aku segera melahap nasi goreng itu seperti orang yang belum makan dari kemarin.
"Fiuhh, akhirnya perutku sudah kenyang hari ini. Sekarang tinggal tidur."seruku pada suapan terakhir. Kini aku menghempaskan tubuhku ke atas kasur empukku dan terlelap sambil di buai mimpi buruk.
Lagi-lagi di depan rumah itu, di mana penjual nasi goreng itu berdagang. Anehnya, bukan hanya sorot mata penjual nasi goreng saja yang memandangku dengan tatapan tajam tapi juga seluruh penghuni rumah mewah tersebut mencekik diriku.
"Andre, Andre bangun. Kamu mimpi buruk ya ?"ibu mengguncang-guncang bahuku.
Aku pun terbangun dengan napas terengah-engah, lalu segera menyeka keringatku dengan punggung lengan kananku. Untungnya, malam sudah menjelma menjadi pagi. Aku pun pergi ke toilet untuk membasuh mukaku agar lebih fresh .
Malamnya, aku kembali berjalan menyusuri komplek perumahan Pondok Indah. Aku kembali memesan nasi goreng di bungkus untuk di makan di rumah. Karena aku selalu tidak nyaman jika harus makan dipinggir jalan.
Setelah membayar, aku pun kembali berjalan menyusuri kompleks. Namun, kali ini ketika sudah tiba di rumah nasi goreng sengaja kuletakkan diatas meja makan. Aku ketiduran, tubuhku terasa lelah sekali.
Saat malam tiba, aku baru terjaga dari tidurku. Dan mendapati perutku sangat lapar. Aku baru teringat kalau sejak tadi sore perutku belum diisi apapun. Kemudian, aku teringat nasi goreng yang tadi sore kubeli dan belum kusentuh sesendokpun.
Aku segera menuju rak piring untuk mengambil piring untuk mengambil piring dan sendok. Lalu, segera duduk dengan manisnya di meja makan. Ketika itu bungkus nasi goreng itu sudah terbuka dengan sendirinya. Aneh ! Pikirku.
"Ah, sudahlah mungkin ini hanya halusinasiku saja ! Mungkin karena aku baru bangun tidur, jadi mataku belum dapat beradaptasi dengan baik. Atau, tadi ibu sudah mencoba nasi goreng ini sedikit."gumamku pelan.
Alangkah terkejutnya aku begitu melihat isinya bukan nasi goreng melainkan belatung-belatung yang masih dalam keadaan hidup. Seperti sedang berlomba siapa yang lebih dulu bisa masuk ke dalam perutku.
Tiba-tiba, aku merasa mual. Aku teringat akan nasi goreng yang kemarin kumakan dan sudah masuk kedalam perutku. Apa yang harus kulakukan sekarang ? Apa membiarkan belatung-belatung tersebut hidup memenuhi rongga perutku ? Hiy ! Aku bergidik ngeri. Tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika belatung-belatung itu berkembang biak dalam tubuhku.
Aku terpikir nasi goreng yang kemarin malam telah ku makan. Apakah sama isi nasi goreng yang kemarin ?
"Berarti, yang kemarin itu aku makan juga...?"Andre tak dapat meneruskan kata-katanya. Suaranya tercekat di tenggorokan. Semua tiba-tiba menjadi gelap.