Kata orang angka 13 itu angka sial. Namun tidak bagi Lina, hal itu tidak berlaku. Buktinya, nomor rumahnya yang terletak di Bilangan Slipi Jakarta Barat angka 13. Nomor belakang ponselnya 13.
Ia sangat menyukai angka 13. Baginya 13 adalah angka keberuntungan. Sekarang ia menginap di kamar hotel bernomor 13.
"Ah...lelah sangat. Akhirnya aku bisa juga istirahat dengan tenang, tidak lagi di ganggu urusan pekerjaan."Lina terpejam entah berapa lama. Ia baru terbangun ketika di dengarnya suara gaduh di luar kamar hotel.
Tidak ! Bukan berasal dari luar kamar. Tapi, darimana ? Suara-suara gaduh itu lebih mirip dengan suara kawanan lebah yang sedang terbang siap menyerang musuhnya.
"Berhenti !!"teriakku kesal karena suara bising itu yang tak kunjung berhenti. Tenang sesaat. Rasa hening yang entahlah tak biasa membuatku terduduk di tepi tempat tidur.
Aku merinding. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, mungkin dengan berjalan-jalan pikiranku akan sedikit lebih tenang. Tidak ada suara gaduh seperti tadi.
Aku berjalan melangkahkan kakiku menyusuri kota Denpasar. Ya, Denpasar karena ada urusan pekerjaan. Aku menyusuri kota itu hingga tiba di area pantai Kuta. Baru saja aku hendak menyeberang, tiba-tiba sebuah mobil Honda Jazz berwarna merah sukses membuat lengan kananku tergores dan mengeluarkan beberapa tetes darah segar. Aku mengumpat. Mengeluarkan sumpah serapah. Mobil itu sudah hilang dari pandanganku.
Niatku semula adalah kepantai Kuta terpaksa ku batalkan. Lebih baik aku kembali ke hotel dan istirahat. Tidur mungkin alternatif yang paling bagus karena bisa membuat pikiranku lebih jernih.
Baru saja aku terlelap baru beberapa menit suara gaduh itu terdengar lagi makin lama makin keras. Kedengarannya seperti orang yang sedang berbicara tapi bukan lebih tepatnya seperti sekawanan lebah yang siap menusuk musuhnya.
Aku tak tahan lagi, suara itu semakin lama semakin keras saja. Aku lari menerobos keluar kamar dengan napas terengah-engah. Tampak beberapa pasang mata menatapku dengan tatapan yang aneh. Aku berusaha tak peduli, aku terus berlari.
Setiba di lobi hotel aku ngotot minta pindah kamar."Mm...maaf mbak saya tamu kamar nomor 13. Saya minta pindah kamar yang lain dong, kamar mana aja deh asal jangan nomor 13 itu."pintaku dengan nada memohon.
Sang Recepsionis hanya mengerutkan keningnya, mungkin berusaha mencerna kata-kataku yang terlalu cepat. Aku tak peduli dengannya. Aku hanya ingin pindah dari kamar nomor 13 itu.
"Tapi pak, maaf semua kamar sudah penuh. Tidak ada lagi kamar yang kosong. Waktu itu kan, kami sudah menawarkan kamar lain. Tapi, bapak tetap ngotot memilih kamar tersebut. Sekarang sudah tidak bisa lagi, pak. Karena semua kamarnya sudah penuh."jawab sang resepsionis itu sambil tetap menunjukkan senyumnya yang menawan. Seolah berusaha menyihir para tamu yang datang. Namun tidak bagiku, kalau saja aku jadi bosnya pasti sudah ku pecat pegawai seperti ini. Tidak bisa bekerja dan melayani tamu.
Rasa emosi dan rasa takut campur aduk menyerang hati dan pikiranku. Dua rasa itu terasa sangat kompak menyerang diriku saat ini, sungguh di waktu yang tidak tepat. Benar-benar menyebalkan, batinku kesal. Aku mendengus kesal lalu tanpa pikir panjang aku segera berlari keluar dari hotel tersebut dan menyeberang jalan.
Dan bodohnya aku, telah melupakan etika menyeberang jalan yang aman dan baik. Hatiku gundah, jadi aku tak bisa berpikir panjang. Aku sampai lupa tak melihat kiri dan kanan lagi, tiba-tiba sebuah mobil truk melaju dengan kecepatan tinggi. Aku baru tersadar ketika ada seorang wanita berteriak histeris di seberang sana. Terlambat, batinku.
Sayup kudengar ada seorang wanita berteriak minta tolong, untuk membantu dirinya mengangkat diriku ke dalam Taxi lalu membawaku ke rumah sakit. Sudah pasti dan sangat mudah di tebak wanita ini tidak kuat mengangkat tubuhku dengan body six pack ini karena aku sangat rajin berkunjung ke tempat Fitness centre. Maksimal 2x seminggu. Aku tak bisa jika harus pergi ke Fitness Centre setiap hari, di karenakan kesibukanku sebagai CEO muda di sebuah perusahaan swasta.
Dan saat ini aku memang sedang mewakili perusahaan tempatku bekerja untuk menemui seorang klien yang berminat untuk menyewa loby hotel kami. Kudengar-dengar sih mereka mau mengadakan peragaan busana.
Sialnya ! Sekarang ini aku mengalami kecelakaan semua gara-gara angka 13 itu. Angka pembawa sial itu membuat diriku kini terdampar di sebuah rumah sakit.
Setelah beberapa jam tak sadarkan diri, aku akhirnya terjaga juga. Saat pertama kali aku sadar yang kulihat hanyalah seorang wanita berbusana serba putih.
"Bapak sudah siuman, syukurlah. Sudah 2 jam bapak tak sadarkan diri."kata seorang perawat yang belakangan baru kuketahui bernama Ida.
Mataku memandang ke depan pintu, hanya untuk memastikan diriku tidak berada di kamar bernomor 13.
"Suster, kamar ini nomor berapa ?"tanyaku pelan.
"Oh, ini kamar nomor 13, pak."kata perawat Ida itu sambil memandangku dengan heran.
Tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Aku tak ingat apa-apa lagi.