Prolog

10.9K 261 22
                                    

Prangg!

Suara pecahan lagi. Itu pasti ulah Papa yang telah memecahkan guci atau vas bunga. Aku semakin merapatkan tubuhku ke Kak Rani. Papa kembali berteriak-teriak, dia memaki Mama dengan kasar. Bahkan, aku dan Kak Rani dapat mendengar suara tamparan Papa ke Mama. Aku yang sudah tidak tahan lagi, akhirnya keluar menuju Papa dan Mama. Kak Rani berlari menyusulku.

"Pa! Udah, Pa! Jangan sakitin Mama lagi! Mama gak salah!" kataku dengan keras.

Mama menoleh kepadaku dengan wajah yang sudah penuh lebam. Mama berlari kearahku.

    "Kamu ngapain disini, Rena? Kamu sekarang masuk lagi kekamar sama Kakakmu. Rani! Bawa adik kamu kekamar!" kata Mama.

    "Gak, Ma! Aku gak mau! Aku gak mau Papa nyakitin Mama lagi!" aku menatap Mama sedih.

    Kak Rani menarik tanganku. Dia mengajakku untuk kembali kekamar. Sesampainya dikamar, aku menangis sejadi-jadinya dipelukan Kak Rani.

    "Kak sampe kapan Papa terus kayak gini ke kita? Kasian Mama, Kak! Mama gak salah apa-apa! Tapi, kenapa Mama yang harus kena kemarahan Papa? Itu, kan, salah Papa sendiri! Kenapa Papa mempercayakan semua uangnya kepada orang yang baru dikenalnya? Sampe akhirnya dia kena tipu kayak gini! Rena gak tahan lagi, Kak!" ucapku disela-sela menangis.

    "Kakak juga kasian sama Mama, Re. Tapi, kita gak bisa berbuat apa-apa. Sekarang kita Cuma bisa diam didalam kamar sambil berdoa semoga Mama baik-baik saja," Kak Rani mengelus kepalaku dengan lembut.

    Ini terjadi hampir setiap hari. Semenjak kejadian 3 bulan yang lalu, Papa menjadi seorang yang pemarah. Papa telah bangkrut. Dia kena tipu oleh seseorang yang baru dia kenal beberapa bulan. Dan, Papa menyalahkan Mama karena katanya Mama tidak memberitahu dia untuk tidak langsung mempercayai orang itu. Tapi, sebenarnya Mama sudah bilang itu berkali-kali. Papa menganggap ucapan Mama hanyalah angin lalu. Hingga akhirnya, Papa pun kena tipu seperti ini.

    Mama selalu menjadi korban dari kemarahan Papa. Terkadang, aku dan Kak Rani pun menjadi korban kemarahannya.

    Dan, akhirnya, setelah hampir 4 bulan Mama mendapatkan perilaku yang tidak baik dari Papa, Mama mengajukan surat cerai. Mama ingin menceraikan Papa karena sudah tidak tahan lagi dengan sikap Papa.

    Ternyata, semuanya tidak berakhir disitu. Karena Papa ingin salah satu diantara aku dan Kak Rani untuk tinggal bersamanya. Dan, tentu saja aku dan Kak Rani gak mau. Kami ingin tetap tinggal bersama Mama. Akhirnya, hak asuh anak jatuh ditangan Mama. Aku dan Kak Rani akan tetap tinggal bersama Mama. Kami bertiga pun pindah rumah. Kami pindah ke Bandung. Kampung halaman Kakek dan Nenek dari Mama.

    Kami diberikan rumah oleh mereka dan sebuah bisnis keluarga ke Mama untuk menghidupiku dan Kak Rani. Semenjak kejadian itu, aku berubah. Aku gak menjadi Rena yang dulu. Rena yang hanya bisa diam jika ada orang yang menyakiti keluarganya. Aku akan melawan jika ada orang yang berani menyakiti keluargaku.

    Kini, aku sudah SMA kelas 3-IPA di salah satu SMA Negeri terbaik di Bandung. Dan, Kak Rani dia sudah memasuki tahun terakhir kuliahnya. Sebentar lagi dia akan lulus.

***

Renata Aprillia. Kehidupannya dulu berjalan dengan baik. Keluarganya utuh dan harmonis. Papa dan Mamanya sangat memanjakan dirinya dan Kakaknya, Rania Hanifa. Tapi, semua kebahagian itu langsung lenyap setelah Papanya kena tipu. Papanya berubah. Dia menjadi seorang pemarah.

    Tapi, untungnya semua itu telah berakhir. Papa dan Mamanya bercerai. Dan, hak asuh anak dimenangkan oleh Mamanya. Mereka pun akhirnya pindah ke Bandung. Memulai hidup yang baru.

TBC

***

Hai! Baru pertama kali buat cerita di wattpad nih:D

Please vote+comment! ;)

NB : Untuk menjaga keamanan ceritaku, maka dari itu aku mem-private seluruh part cerita ini kecuali Prolog. Jadi, kalau kalian ingin dapat membaca lanjutannya, kalian harus mem-follow aku terlebih dahulu. Jika sudah di follow namun belum ada part selanjutnya silahkan kalian hapus dulu ceritaku dari library kalian lalu add kembali ceritaku. Danke.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang