III

1.2K 218 19
                                    

Aku nulis chapter ini di Starbucks, kerasa bgt vibes coffee shopnya

Suede's POV

Pria itu berjalan cepat meninggalkan mejaku setelah meletakkan sepiring brownies yang bahkan tidak kupesan. Kutarik piring tersebut mendekat dan kuperhatikan browniesnya, tidak ada yang salah. Sesuatu berwarna putih terselip dibawah potongan kue cokelat tersebut, secarik kertas yang dilipat mengecil.

Kubuka lipatan kertas itu.

Suede, apa kau terbuat dari copper dan tellurium? Karena kau Cu Te.

Harry x.

"Huh?" gumamku bingung.

Kubaca tulisan tersebut berulang kali sampai aku mengerti maksudnya, Cu adalah lambang atau simbol kimia untuk tembaga (copper) dan Te untuk telurium. Baru kali ini seorang pria memberikanku gombalan semacam ini.

Lantas aku berdiri dan berjalan ke kasir dimana Tommy duduk memperhatikanku.

"Kemana kakakmu?" tanyaku. Bocah berkacamata ini menunjuk ke atas tanpa berkata apa-apa.

"Bisa tolong panggilkan dia kebawah?" pintaku sambil tersenyum jahil. Tommy mengangguk dan berlari secepat kilat menaiki tangga.

Harry's POV

"Ya Tuhan, dia membacanya?" pekikku ngeri.

"Tentu saja dia membacanya, cepat turun ia menunggumu dibawah." seru Tommy seraya menarik ujung celemekku.

"Tidak, kau sudah mempermalukanku. Aku tidak mau turun." tolakku sambil berpegangan diujung pegangan tangga.

"Harry, ayolah."

Tommy mencengkeram tanganku dengan kuat kuku-kuku jarinya seakan menembus lapisan epidermis kulitku, "Ow! Tommy, lepaskan!"

"Bersedialah untuk turun baru akan kulepaskan," ujarnya.

"Aku turun, aku turun." kataku menyerah, Tommy tersenyum lebar dan lanjut menarik ujung celemekku sampai ke lantai bawah.

Disana dia berdiri sambil membolak-balik secarik kertas kecil. Tommy mendorongku pelan dan berdiri dibalik mesin penggerus biji kopi sambil mengintip.

"Hei," sapaku dengan canggung. Suede mengangguk dan memiringkan kepalanya sedikit.

"Aku cute, hah?" godanya. Bukannya menjawab aku justru menunduk malu, mengakibatkan Suede tertawa kecil.

"Kita belum resmi berkenalan, aku Suede." katanya sambil mengulurkan tangan. Tanpa ragu aku menjabatnya, "Harry."

Bisa kudengar Tommy bergumam "yes!" dibelakang sana.

Suede memilin kertas tadi menjadi gulungan kecil sambil tersenyum. Entah mengapa rasanya aku ingin menunduk melulu menyembunyikan wajahku yang merah.

"Jadi, uh browniesnya.."

"Itu gratis." selaku cepat-cepat.

"Kau tidak menaruh apa-apa didalamnya 'kan?"

Aku tidak bisa membedakan apakah ia serius atau hanya bergurau.

"Tentu tidak,"

"Hmm, baiklah. Uh, ngomong-ngomong terimakasih untuk kuenya.. dan ini," ujarnya seraya mengangkat gulungan kertas tadi. Aku mengangguk tak kentara, memperhatikan Suede berbalik badan dan berjalan kembali ke mejanya.

Aku menoleh ke belakang dan memelototi Tommy yang menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa.

"Kau." desisku.

-

Suede tinggal selama kurang lebih dua jam lagi dan dalam kurun waktu tersebut ia sudah bolak-balik ke kasir untuk memesan minuman lain.

Aku duduk dengan kedua siku bertopang dimeja kasir, memperhatikan Suede dan buku yang digenggamnya.

"Ada apa dengan dia?" Elly, salah seorang pegawaiku bertanya.

"Tidak apa-apa," jawabku sambil menutupi mulut dengan telapak tangan. Ya Tuhan, mengapa sulit sekali untukku berhenti tersenyum?

"Jelas ada apa-apa," Elly tertawa kecil dan lanjut melayani pelanggan lain yang mengantri. Beberapa saat kemudian Suede berdiri dan mulai meringkasi barang-barangnya yang terletak diatas meja.

Jujur aku berpikir ia akan langsung keluar tanpa berpamitan, tapi nyatanya tidak. Spontan aku langsung duduk tegap tatkala ia berjalan menghampiri.

"Aku akan pulang sekarang tetapi boleh aku minta tolong sesuatu?" tanyanya.

"Tentu."

Ia meletakkan buku yang dibacanya sedari tadi ke atas meja, sampul merah muda yang ujung-ujungnya agak terlipat membuatku tersadar ini adalah salah satu buku yang berada di rak ku.

"Aku belum selesai membacanya jadi aku melipat ujung halaman terakhir yang kubaca, bisa tolong kau menyembunyikannya sehingga tidak ada orang lain yang membacanya?" pintanya. Aku menunduk dan memperhatikan buku tersebut.

"Kau boleh membawanya pulang jika kau mau," tawarku. Dengan cepat ia menggeleng.

"Tidak, kalau kubawa pulang kemungkinan besar aku akan merusaknya atau bahkan menghilangkannya. Bisa tolong kau pastikan tidak ada orang lain yang membacanya?"

"Uh, tentu."

Ia tersenyum lebar dan menepuk kedua tangannya, "Terimakasih, Harry. Aku akan kembali besok, sampai jumpa."

"Sampai jumpa," balasku. Tak lama ia pun berjalan keluar kedai dan menghilang dikeramaian.

Aku memperhatikan buku tersebut sekali lagi sebelum memasukannya ke dalam laci meja.

"Jangan ada yang menyentuh buku ini," kataku pada Elly.

Follow me, either on instagram or here. Or both x.

Suede. H.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang