V

1.1K 184 9
                                    

Aku udah nulis chapter ini s/d chapter 7 dan ternyata ga disave sama wattpad. Kan ngajak ribut namanya.

Detik berubah menjadi menit. Menit berubah menjadi jam. Dan jam berubah menjadi hari.

Hampir tiap hari aku mendatangi kedai Harry. Terkadang hanya untuk memesan minuman dan langsung pergi ke kampus, kadang pula juga duduk dimeja favoritku dan membaca buku. Kedai Harry belakangan ini ramai sekali karena hujan sudah mulai sering turun mengakibatkan orang-orang mampir untuk berteduh dan sekedar menghangatkan tubuh mereka dengan secangkir kopi. Sama halnya denganku dan Siena sore ini.

Kuputuskan untuk mengajak Siena ke kedai Harry, memang butuh membujuknya beberapa kali agar mau ikut dan akhirnya ia pun setuju.

Harry yang tengah berada dibalik kasir langsung berlari kearahku sembari melepaskan apron yang dipakainya.

"Suede!" pekiknya. Aku memeluknya sekilas dan melangkah kesamping, menunjukkan Siena yang (masih) mengutak-atik ponselnya.

"Harry ini adikku Siena, Siena ini Harry." kataku. Harry yang pertama mengulurkan tangan, Siena menjabatnya dengan kepala menunduk dan saat ia menengadah barulah ia melongo memperhatikan Harry.

"H-hhaii.." kata Siena. Aku berdehem sambil melirik kedua tangan mereka yang masih saling bertautan. Harry pun menarik tangannya dan tersenyum canggung padaku.

"Uh, kalian mau pesan apa?" Harry berjalan mundur kembali ke kasir. "Terserah kau," jawabku.

Siena yang masih melongo tiba-tiba menarik sikutku dan berbisik, "Kau tidak bilang Harry-Harry yang kau maksud ini tampan."

Aku tertawa kecil, "Kau sudah punya Nate. Jangan macam-macam."

Siena memutar bola matanya lalu mengekoriku ke meja disudut kedai. "Bukan itu maksudku," gumamnya.

Tak lama setelah kami duduk, Harry menghampiri meja kami dan menyajikan teh Chai untuk Siena dan Capuccino untukku serta dua piring brownies yang sama seperti saat itu hanya saja kali ini minus gulungan kertas yang terselip dibawahnya.

"Siena," panggilku.

"Hmm?" ia merespon dengan tatapan masih tertuju pada layar ponsel. Didetik itupun aku mendengus dan menundukkan kepala, merasa menyesal mengajaknya kemari.

Harry tampaknya menyadari betapa bosannya aku duduk diam dan menggambar pola-pola abstrak diatas meja ia pun menghampiriku dan meletakkan sesuatu diatas meja, sebuah buku. Ia tersenyum dan mengedipkan sebelah mata sebelum beranjak kembali ke kasir.

Lantas aku langsung tersenyum dan membuka halaman terakhir yang kubaca, sementara Siena membuat suara orang tersedak dari seberang meja.

-

Keesokan harinya aku sedang berada dibesmen apartemen menunggu pakaian yang kucuci kering ketika ponselku berdering.

"Halo, bu?" kataku sambil berjalan keluar agar terhindar dari suara raungan mesin cuci.

"Bag--"

"Kalau ibu menanyakan kabarku dan Siena, kabar kami baik. Apa yang perlu ibu katakan?" tanyaku terang-terangan. Dapat kudengar ia mendesah rendah dari ujung sambungan telepon.

"Ibu menelepon untuk memberitahu uh, persidangan perceraiannya diadakan bulan depan. Tanggal 26 tepatnya, ibu tahu ini mendadak dan--"

Seperti terakhir kali ia menelepon, aku memutuskan sambungan lebih dulu dan mematikan ponselku untuk mengantisipasi panggilan-panggilan dan pesan yang akan masuk darinya setelah ini. Aku kembali kedalam untuk mengangkut pakaianku yang sudah kering seraya memikirkan cara untuk memberitahu Siena soal ini.

InshaAllah double update Suede hari ini, foto yang dimulmed itu kedai Harry ya. Dan kalau sempet, cek Berlin di worksku. Thankyou x.

Suede. H.STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang