Zico hanya bisa terdiam, ketika mami mengabarkan jika Za jatuh dan mengeluarkan banyak darah. Tanpa pikir panjang, dia langsung berlari pergi tak peduli dengan kondisi pekerjaannya saat ini yang terpenting untuknya adalah Za, anaknya.
"Mami, gimana kondisi Za, Mi? Sekarang Za ada di mana, Mi?"
"Tenang, nak Zico, Za ada di dalam sedang ditangani dokter. Mami minta maaf nak, tadi mami tinggal Za sebentar ke dapur. Waktu Mami kembali ke ruang bermainnya Za, Za sudah jatuh dari kursi. Maafkan Mami, nak Zico."
"Sudah Mi tak apa. Yang penting Za sudah ditangani dokter. Mami jangan nyalahin diri sendiri lagi ya Mi. Saya yang harusnya minta maaf nggak bisa jaga Za setiap waktu," ucap Zico.
"Keluarga adik Zalieya," seru dokter tua yang keluar dari ruangan.
"Saya dok, saya ayahnya. Gimana keadaan anak saya?"
"Anak bapak kehilangan banyak darah, saat ini stok persediaan darah anak bapak di tempat kami kosong--"
"Ambil darah saya dok, sebanyak-banyaknya. Tolong selamatkan anak saya," potong Zico tanpa menunggu dokter menyelesaikan ucapannya.
Rasa khawatir sudah menjalar di sekujur tubuhnya, apapun akan dia lakukan untuk anak semata wayangnya.
"Baik, Pak. Kalau begitu Bapak ikut perawat ke bagian lab, akan kami cek terlebih dahulu apakah golongan darah bapak cocok dengan Zalieya, putri Bapak."
***
Siana yang mendengar kondisi anaknya mengkhawatirkan, segera bergegas menuju ke Rumah Sakit tempat Za dirawat. Dibantu oleh pak Min, dia akhirnya bisa bertemu dengan maminya. Maminya hanya bisa tersenyum tipis melihat anaknya datang dengan kondisi seperti ini. Bersyukur melihat anaknya masih bisa bertahan hingga saat ini. Setelah berbagai cobaan datang menghadang.
"Mam, Za di mana? Aku mau ketemu sama Za."
"Sabar, nak. Za sudah ditangani dokter. Nak Zico sedang dicek golongan darahnya cocok nggak sama Za. Za kehilangan banyak darah soalnya. Kamu bantu doa ya, nak. Maafin Mami juga nggak bisa jaga Za dengan baik."
"Za.... Dia kehilangan banyak darah, Mam? Ya Tuhan, anakku...." Siana berseru miris, rasanya ada yang lepas dari raganya tiba-tiba.
Tangis dan rasa panik semakin membuatnya tak bisa mengontrol diri.
"Siana," panggil Zico.
"Zico. Gimana Za? Dia, dia baik-baik aja kan? Iya kan?" cerca Siana mendekati Zico susah payah.
"Za baik-baik saja, kamu tenanglah. Kamu mau lihat dia di dalam? Ayo, aku bantu ke dalam," ucap Zico seraya meraih pegangan kursi roda Siana.
"Ma.... Makasih, Zico," ucap Siana terbata.
Kenapa dia masih bersikap seperti ini padaku, padahal aku sudah menyakitinya terlalu dalam. Tak sakitkah dia akan segala perlakuanku padanya?
Perasaan bersalah Siana membuatnya malu, dan teramat takut di sela-sela rasa khawatir tentang putrinya.
"Za.... Ini Mommy, sayang. Bangun, nak. Mana yang sakit? Bilang sama mommy," bisik Siana seraya memegang jemari mungil anaknya. Melihat kondisi Za dan Siana yang terlihat rapuh, Zico tak tega meninggalkan mereka berdua.
Perlahan dipeluknya bahu Siana yang bergetar karena menahan tangis. Berharap Siana bisa kuat menghadapi cobaan ini. Baginya, Siana juga telah memiliki ruang di hatinya. Sebagai keluarga. Walaupun karena Siana dia kehilangan cinta Krystal, itu tak membuatnya membenci Siana. Mengikhlaskan rasa benci itu lebih mudah dibanding mengikhlaskan rasa cintanya untuk Krystal. Dia tak menyesali memiliki Zalyea sampai saat ini.
"Apa Za bakal baik-baik aja?"
Zico mengangguk lemah dan mencoba tersenyum walau perasaannya sedang kacau berantakan berkat insiden ini.
"Aku keluar dulu ya? Aku butuh udara segar."
"Tunggu. Maaf," Siana menarik lengan Zico dan menunduk penuh penyesalan.
"Sudahlah, kita bicarakan nanti saja. Jaga Za, kalau ada apa-apa segera telpon aku. Aku nggak akan ke mana-mana, masih di area rumah sakit."
"Makasih," ucap lirih Siana semakin menunduk dan bahunya bergetar hebat.
Pintu yang tertutup menjadi awal berderainya air mata Siana. Dalam lubuk hatinya yang terdalam dia ingin Zico kembali mendapatkan bahagianya.
--- 000 ---
Meeting kedua antara Ben dan Zico dibatalkan, ada sedikit kelegaan di hati Krystal tapi juga ada sebersit rindu yang memberi efek kecewa. Yang Krystal dengar meeting dibatalkan karena anak Zico di rumah sakit. Ah, lagi-lagi fakta status Zico menamparnya.
Perasaan tak tenang kembali manghalaunya, Krystal gemas sendiri dengan dirinya yang labil dan mudah terbawa perasaan. Ditengguknya coffee latte panas di cafetaria gedung bawah kantor. Biasanya kopi bisa membuatnya lebih relaks.
Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sudut bibir Krystal terangkat dan matanya langsung menyapu ke sekeliling mencari si pengirim pesan.
nggak usah mencariku
Sebuah pesan masuk lagi dan semakin membuat Krystal penasaran dampai dia harus berdiri dari tempat duduknya dan kembali menatap ke sekeliling.
Sebegitu kangenkah sampai berdiri?
Muka cemberut diperlihatkan Krystal lalu tersenyum geli sendiri menyadari sukses dikerjain Ben. Mana mungkin Ben ada di kantor saat ini, jelas-jelas Ben ke luar kota selama dua hari. Dua hari nggak ketemu ternyata ada yang kurang walaupun Ben masih sering menghubunginya via telepon atau sekadar mengirimi pesan.
Sabar, bang Ben bakal pulang kok neng geulis
Yang lama juga nggak apa, bebas nggak ada tukang suruh
Yakin? Takutnya nanti ada yang nangis malam2. Aku mana tega
Cih, pantang buat nangis
Nangisin mantan?
Gerakan tangan Krystal untuk membalas pesan lagi langsung terhenti setelah membaca pesan balasan Ben. Bikin mood yang lumayan sempet baik jadi buruk seketika.
Sepertinya slogan buanglah mantan pada tempatnya nggak berpengaruh buat Krystal, dia tetep nggak bisa buang si mantan ke mana-mana. Ada aja hal yang mengingatkan.
"Halo," sapa Ben yang langsung menelpon Krystal karena tak juga mendapat balasan pesan.
"Ya."
"Sorry dear, jangan cemberut gitu."
"Aku nggak cemberut," balas Krystal dengan wajah masih ditekuk.
"Bohongmu nggak berlaku untukku, Krystal. So sorry, mau maafin?"
"Hmm...."
"Just hmmm?"
"Iya aku maafin bos."
"Balik cepat ke ruanganmu, jangan makan gaji buta," seru Ben meledek.
"Iya iya bos. Astaga bosku benar-benar kompeni."
"Bukan kompeni, cuma mau kasih sedikit kejutan. Selamat bekerja sekretarisku yang tukang galau."
Krystal menutup telpon masih dengan bibir yang senyum-senyum sendiri. Berbicara dengan Ben memang bisa mengubah moodnya dengan cepat.
selamat malam
princessashr dan saya datang lagi
semoga kalian sukaLove, partner
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga Masa Lalu
RomanceKamu tak perlu menjauh Tetaplah di situ Aku tahu caranya mundur Walau hatiku hancur Mungkin kita bahagia di cerita yang berbeda Biarlah takdir yang bercerita