Bolehkah Krystal menyebut perjalanan kali ini adalah perjalanan melupakan masa lalu kembali? Sungguh, dia tak ingin menengok ke belakang lagi. Terlalu sakit rasanya mendengar kata cinta bersamaan dengan kenyataan kehidupan bahagia keluarga kecil itu. Dia tak sanggup bila harus berada dekat dengan Zico. Dia hanya tak ingin luka itu kembali terbuka lebar setelah lama berusaha menyembuhkannya.
Flashback on
Zico hanya mampu menatap kosong pada kertas keputusan resign Krystal. Tak disangka Krystal akan mengambil tindakan sejauh itu. Niat yang awalnya hanya ingin meminta maaf dan mencoba menjalin kembali hubungan persahabatan ternyata tak berjalan sesuai yang dia inginkan. Yang ada, dia hanya membuat gadis itu terluka.
Sesakit itukah dia selama ini? Hingga tak ada lagi tatapan penuh cinta darinya untukku seperti dulu? Kenapa tatapan benci dan sakit yang terlihat di matanya?
"Permisi, pak, saya mau pamit. Terima kasih atas segala perlakuan bapak selama ini kepada saya"
"Tunggu, Krystal. Tak bisakah kamu jangan berhenti? Aku mohon maaf, kumohon jangan pergi lagi dari hidupku"
Cih. Drama apalagi yang coba dia mainkan sekarang? Tak puaskah dia menyakiti aku selama ini?
"Permisi, bapak. Saya pamit. Terima kasih."
Flashback off
Krystal memutuskan untuk pergi menjauh dari kehidupan Zico. Dan kota ini dia pilih untuk menyembuhkan hatinya yang kembali terluka.
Semoga ini keputusan yang tepat untuknya dan masa depannya.
Tak butuh waktu lama bagi Krystal untuk mendapatkan pekerjaan. Pengalamannya sebagai sekretaris direktur membuat dia berhasil mendapatkan posisi yang sama di sebuah perusahaan multinasional di kota ini.
"Selamat pagi, Pak. Perkenalkan dia Krystal, dia akan menjadi sekretaris Bapak mulai hari ini."
"Terima kasih, Ibu Eva. Anda boleh kembali ke ruangan Anda. Dan untuk Anda, Nona Krystal, bisa segera mulai untuk bekerja."
"Baik, Pak. Terima kasih."
Sepeninggalan Krystal, sang atasan tempat Krystal bekerja, Ben Ravano mengerutkan keningnya. Merasa tak asing dengan nama Krystal.
"Krystal Shanney. Rasa-rasanya nama itu tak asing di telingaku. Dimana aku pernah mendengar nama itu," gumamnya seraya mengetuk-ngetukkan jari di meja.
Tak menemukan jawaban akhirnya Ben memilih menyibukkan dirinya lagi dengan segudang pekerjaan. Setelah posisi sekretarisnya sempat kosong beberapa lama pekerjaan banyak sekali yang tertunda walaupun sudah ada yang membantunya.
***
"Kamu nggak makan siang?"
"Ah iya Pak, saya sepertinya lupa waktu," ucap Krystal setengah kaget dan sekilas melirik jam tangan.
"Cepatlah makan siang, jangan sampai aku kehilangan sekretaris lagi. Kepalaku bisa pecah. Atau mau makan siang dengan saya?"
"Hah?" reflek Krystal berseru kaget membuka matanya
"Maaf, bukan maksud menggodamu hanya saja tak ada salahnya makan siang bersama bukan? Yah, kupikir ada teman lebih enak. Itu saja," buru-buru Ben memperbaiki kata-katanya.
Krystal mengangguk kaku, sedikit bingung tapi reflek kepalanya lebih cepat bergerak dibanding otaknya yang bekerja.
Mereka beriringan berjalan melewati lorong dan berakhir di lobby kantor. Banyak pandangan mata yang tertuju pada mereka. Krystal menyadarinya dan merasa jengah. Dia pun menunduk tak berani melihat ke sekeliling.
"Ayo," ajak Ben saat langkah Krystal melambat.
"Abaikan saja mereka," ucap Ben lagi.
"Ah iya, Pak."
Ben mengajak Krystal makan di sebuah restoran yang menjual makanan serba pasta. Awalnya Krystal merasa kikuk dan tak enak hati. Tapi ternyata Ben bukan atasan yang kaku, Ben ramah dan sangat sopan.
"bagaimana? Suka?"
Krystal mengangguk mengiyakan, dia sangat suka makanan serba pasta. Penuh keju yang gurih dan creamy.
"Kebetulan saya suka pasta, terimakasih sudah mengajak saya kemari."
"Sama2, jadi saya tak salah pilih tempat. Maaf karena tak bertanya kamu dulu mau makan siang apa."
"Bapak tak perlu bertanya dulu, saya apapun suka," ucap Krystal lalu memamerkan deret giginya yang rapi.
"Kalau begitu habiskan, saya tak suka lihat perempuan diet."
Seketika Krysta tertawa lepas lalu menutup mulutnya saat sadar dia sudah melakukan kesalahan.
"Maaf Pak, bukan maksud saya tidak sopan."
"Tak perlu minta maaf. Tapi Apa kata-kataku lucu Sampai kamu bisa tertawa begitu?" tanya Ben penasaran, melihat Krystal tertawa membuat makan siang kali ini lebih berwarna.
Biasanya dia hanya sendiri dan kegiatannya monoton tanpa ada yang berbeda.
"Mmm... hanya itu, yah saya kan suka kurus Pak jadi saya tak mungkin diet. Bisa-bisa saya kurang gizi."
Kali ini Benlah yang tertawa lepas sampai mukanya memerah. Ben suka wanita yang tak terlalu ribet dengan masalah diet. Satu hal yang sering wanita ributkan jika badan mereka mulai melebar, itu menurut mereka. Padahal menurut pandangan pria wanita-wanita itu sama sekali tak melebar badannya.
***
"Hei, kudengar tadi kamu makan siang dengan Pak Ben. Itu benar?" tanya mba Eva.
"Iya mba, cuma makan siang aja kok."
"Itu bukan cuma tapi wow."
"Apanya yang wow?" tanya Krystal bingung seraya memasuki lift.
"Pak Ben itu nggak pernah namanya bicara dengan karyawan perempuan kecuali urusan kantor. Lha ini kamu makan siang dengannya. Apa nggak wow?"
"Masa sih? Sama sektetaris yang dulu juga?"
Eva mengangguk mantap, "apalagi ini hari pertamamu kerja lho ya. Kurasa pak Ben menyukaimu."
"Ah ngaco, mana mungkin. Baru juga sehari kerja. Mungkin dia tipe bos yang playboy kalau gitu. Secara dia kan tampan, single dan kaya mba," ucap Krystal menduga-duga.
"Kamu salah, pak Ben itu terkenal cool nggak banyak bicara, selama aku kerja nih nggak ada tuh aku dengar pak Ben punya pacar."
"Mungkin mba Eva aja yang nggak tahu."
"Ah kamu nih, padahal aku dah seneng akhirnya ada wanita yang meluluhkan pangeran es di kantor ini."
"Aku mah apa atuh mba, ngimpi aja nggak berani."
Krystal tak mau menambah masalah, tujuannya pindah adalah untuk mengenyahkan masalah. Mencoba hidup baru yang tenang, tanpa masa lalu dan kenangan.
selamat sore dan moga seneng yah...
Part ini adalah hasil dari tulisan temen saya @princessashr dan saya. Coba tebak bagian mana tulisan saya? Hahaha...Makasih
love, ai

KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga Masa Lalu
RomansaKamu tak perlu menjauh Tetaplah di situ Aku tahu caranya mundur Walau hatiku hancur Mungkin kita bahagia di cerita yang berbeda Biarlah takdir yang bercerita