Kisah 3

19.3K 1.6K 52
                                        

"Krystal, kenalkan ini direktur utama baru kita. Pak Elzico Tamma. Beliau yang akan menggantikan Pak Baharudin mulai hari ini."

Terasa seperti ada petir yang menyambar di kala hujan, pagi ini Krystal sudah dikejutkan dengan sosok pria yang berdiri di hadapannya dengan setelan jas berwarna abu-abu. Kepindahannya menjadi sekretaris direktur utama malah membuatnya bertemu seseorang yang selama ini dia coba lupakan. Upayanya terasa sia-sia kalau seperti ini.

Tak bisa lagi dia mundur, pilihannya saat ini hanya tetap berdiri dan memasang wajah datar walau jantung sudah kembali tak menentu. Zico sudah berubah, rambut acak-acakannya kini rapi tersisir, badannya semakin berisi dan terlihat terbentuk sempurna. Zico semakin terlihat sempurna di mata Krystal.

"Pak Zico, ini Krystal. Dia adalah sekretaris yang akan membatu bapak."

"Apa kabar Krystal?" tanya Zico dengan senyum bahagia seolah menemukan hadiah di snack makanan yang anak kecil beli di supermarket.

"Selamat datang, saya Krystal. Semoga saya bisa membantu bapak," ucap Krystal formal seraya menunduk seolah tak mengenal dan mereka baru bertemu tanpa menerima uluran tangan Zico yang sejak tadi minta disambut.

"Baiklah saya tinggal pak, jika butuh bantuan bisa hubungi saya langsung." ucap pak Harun.

Langkah kaki Pak Harun diikuti Krystal tapi baru dua langkah tangannya sudah dijegal. Krystal tak berani menoleh, rasanya badannya terasa kaku.

"Apa kabar?"

Dengan sisa kekuatannya, Krystal berbalik menatap Zico dengan wajah tanpa ekspresi. Memberanikan diri menghadapi sisa masa lalunya.

"Apa kabarmu Krystal?" tanya Zico lagi.

Cukup senyum diberikan Krystal untuk jawaban pertanyaan Zico, senyum senatural mungkin. Walau hatinya terasa sakit mengingat Zico yang menjauh darinya.

Senyum itu menghilang saat tubuhnya direngkuh ke dalam pelukan. Krystal mengeraskan rahangnya, dia tak boleh lemah. Dia mencoba melepas pelukan Zico tapi bukanlah hal mudah saat badan ringkihnya berhadapan dengan badan pria yang rajin mengolah otot.

"Tolong lepaskan, saya bisa melaporkan Anda karena pelecehan!" seru Krystal.

Zico melepaskan pelukannya dan menatap kedua mata Krystal yang memerah dan tak ada lagi tatapan bersahabat seperti dulu.

"Maaf, saya mau kembali ke meja saya. Jika butuh bantuan, silahkan hubungi saya. Permisi."

Sesampainya di luar Krystal memegang dadanya kuat, ini tak boleh terjadi. Haruskah dia pergi lagi agar semua baik-baik saja. Krystal tak mau merasakan sakit seperti dulu, sakit dijauhi dan diabaikan. Rasa sakit yang belum bisa hilang sampai sekarang. Tiap detik harinya dia tak mampu melupakan masa lalu yang satu itu walaupun sudah berusaha.

Perasaannya kali inj kacau, kenapa Zico muncul lagi? Bukankah dulu Zico menjauhinya? Kalau begitu menjauhlah, itu pinta Krystal dalam hati. Bukan hal mudah untuk mengabaikan Zico, bernafaspun rasanya menjadi sesak.

***

"Aku sudah berusaha berhenti berharap, tapi aku tetap saja kalah," ucap Sinar putus asa, wajahnya menunduk dalam.

"Setelah melihat ini mungkin kamu akan lebih menguatkan hatimu untuk berhenti berharap."

Sebuah foto pertunangan Zico dan Siana terpampang jelas, dan yang mampu membuat Krystal benar-benar berhenti berharap adalah display picture BBM Zico adalah foto undangan pernikahan. Mata Krystal membelalak lebar tak percaya, secepat itu kah? Mereka baru saja lulus kuliah.

Tak bertemu selama sebulan sudah banyak kabar yang terjadi dan akan terjadi terlewatkan oleh Krystal.

"Kudengar Siana hamil jadi mereka menikah cepat."

Serasa ada bogem meninju dadanya kuat, Krystal tak kuasa menahan air matanya lagi. Ada rasa tak percaya ini bisa terjadi, Zico bukan orang seperti itu selama dia mengenalnya. Krystal jadi mempertanyakan label sahabat antara dia dan Zico sampai tak tahu Zico yang sebenarnya.

"Makasih ya, cukup sampai di sini aja. Jangan lagi memberitahuku tentang Zico. Aku tak akan lagi berharap, jadi bantu aku untuk tak lagi mengingatnya."

"Bukan aku ingin mematahkan hatimu, aku hanya tak ingin kamu semakin terluka. Kupikir sakit sekarang daripada sakit berlarut-larut. Jadi kamu bisa memilih, tetap di sini atau melanjutkan hidupmu."

"Ya, aku memilih untuk melanjutkan hidupku dengan lebih baik. Harusnya dia tak menjauhiku, itu yang masih aku sesalkan sampai sekarang dan membebaniku, bukan karena cintaku yang tak terbalas.

"Aku tahu, semoga hidupmu lebih baik."

***

Disekanya air mata yang menetes tiap Krystal mengingat kenangan, sudah enam tahun sejak pilihannya untuk mundur dan menjalahi hidup baru di kota baru dengan niat baru.

Tapi hari ini dunia seolah kembali berputar ke enam tahun yang lalu. Kembali berhadapan dengan orang yang terakhir kali dia ingat selalu menghindarinya seolah dia adalah makhluk berpenyakitan yang akan menular hanya dengan berhadapan.

Tapi kali ini Zico mendekatinya, seolah tak pernah terjadi apapun. Krystal takut, rasa menyerahnya berubah menjadi berharap lagi.

Krystal terus menguatkan hati bahwa Zico adalah suami orang dan juga ayah dari seorang anak, dia tak boleh berharap terjadi hal buruk di keluarga orang lain dengan mengharapkan perasaannya berbalas. Dia harus tetap menyerah dengan perasaannya dan hidup bahagia dengan pasangan atau tanpa pasangan, dengan Zico atau pun tanpa Zico. Semua hanya masa lalu yang tak perlu dibawa lagi. Krystal memejamkan matanya dan berdoa dalam hati.

'Semoga pertemuan ini bukan takdir yang buruk. Semoga aku bisa menemukan jodohku tanpa perlu menyakiti hati orang lain.'

"Apa kabarmu?" tanya Zico untuk ketiga kalinya.

Krystal terlonjak kaget Zico sudah ada di depan mejanya berdiri menjulang menatapnya. Tak seharusnya Zico bersikap seperti itu, tak ingatkah Zico pernah menjauhinya? Krystal heran, tapi tak ingin dia menanyakan apapun. Dia menekan semua keingintahuannya, lebih baik tak tahu apapun dan jangan terlalu dekat karena status Zico. Krystal tak mau menjadi perempuan konyol lagi.

"Baik."

"Mau makan siang bareng?"

Dengan senyum sopan Krystal menggeleng, "Maaf Pak saya sudah ada janji dengan teman saya," ucap Krystal berbohong.

"Kita butuh bicara."

"Maaf Pak, kalau soal pekerjaan jika tidak terdesak kita bisa bicarakan selesai jam istirahat," ucap Krystal berusaha bicara tanpa ada nada yang bergetar.

"Tak bisakah kita bicara nonformal? Sungguh kita butuh bicara, Krystal. Aku ingin minta maaf."

Seketika terasa seolah ada pukulan keras di dada Krystal, bukan hal ini yang ingin dia dengar. Kalau bisa dia ingin Zico tetap bersikap seperti dulu yang menjauhinya dan seolah tak mengenal. Jadi tak akan ada alasan lagi untuk berhenti menyerah.

Jika dulu dia ingin Zico jangan menjauh, kali ini Krystal ingin Zico enyah dari kehidupannya. Walaupun hanya sekadar menjadi bosnya. Karena tak mudah untuk mengabaikan sosok Zico, seseorang yang pernah ada di hidup dan hatinya.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan Pak. Saya yang minta maaf karena saya sudah ditunggu teman saya, permisi."

Krystal menyambar tasnya, segera menjauh dari Zico. Tiap di dekat Zico yang ada dia hanya teringat masa lalu. Dan itu awal yang buruk. Cukup sudah, dia tak bisa lagi berakting baik-baik saja. Dia butuh menangis, Krystal menyadari dia bukanlah wanita tegar, dia hanya wanita lemah dan mudah menangis.

Selamat malam...
Susah ternyata bikin cerita galau -____-

Love, ai

Dermaga Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang