(dua) Dehidrasi Love

40.3K 3.5K 114
                                    

ALI Pov

Sinar matahari pagi menusuk mataku yang masih terasa berat. Perutku terasa berbunyi tanda kosong dan minta diisi. Pandanganku yang awalnya kabur setelah membuka mata mulai menerang. Aku terlonjak kaget ketika kurasa tanganku berada diperut sesosok tubuh seorang gadis yang terbaring damai disampingku.

"Salwaaaaa!!"
O Tuhan. Tentu saja bukan. Dia hanya memakai baju Salwa, adikku.

Aku terlonjak bangun memperhatikan pakaianku. Utuh dan sama seperti tadi malam. Ternyata aku tak membersihkan tubuhku dan tak mengganti bajuku semalam.

Aku mencoba mengingat kejadian tadi malam. Aku menemukan Umi sedang bersama seorang gadis dikamar adikku Salwa. Pertama kali melihatnya ada yang menjatuhkan jantungku. Mata coklatnya yang memandang sayu, hidung mancungnya yang runcing, bibir tipisnya yang pink dan wajah mulusnya terasa mengunci mataku. Kulihat mata penuh tertekan dari mata seorang Hawa didepanku.

Sesaat terkunci tatapannya tiba - tiba bayangan Devia terlintas, dan dadaku kembali sesak dipenuhi amarah. Pengkhianat! Pasti wanita akan sama pada akhirnya, mencari perhatian, manja berlebihan, tak mau mengerti dan tak bisa menjaga hati!!!

"Bisa gak Mi, gak usah pake kenalan segala, sebentar Ali ambil alat dulu!"
Aku keluar dari kamar. Menolak berkenalan. Menolak mata seorang Hawa yang berkilau, yang diciptakan Tuhan melengkapi kesempurnaan wajahnya, setidaknya itu menurutku.

"Abang, kenapa begitu? Abang sedang ada masalah? Abang dari mana?"
Umi mengikutiku keluar dari kamar nada suara Umi terdengar prihatin mungkin tak enak dengan gadis itu karna sikapku.

"Gak apa - apa, Mi!"
Aku menghindari bertatapan dan terlalu dekat dengan Umi. Aku takut Umi akan membaca kegalauan dan mencium bau alkohol dari mulutku. Aku segera mengambil tas hitam berisi alat kedokteanku dan kotak P3K yang ada disudut ruang tengah.

"Abang ikhlas bantu gak nih?"
Umi mengikuti langkahku kembali kekamar menghampiri seorang Hawa bernama Prilly itu.

"Iya umi, Ali bantuuu!!"
Aku menjawab tanya Umi yang tentu jawabannya pasti ikhlas, karna itu mensng tugas dokter. Walaupun aku rasakan kepalaku pening sekali.

"Kok cuma bawa gituan bang?"
Umi protes terus.

"Iya, cuma harus diperiksa tekanan darah sama denyut nadinya kok Umi, apakah benturan dikepalanya menyebabkan kelainan dalam otak!"
Aku menekan pergelangan tangan dan memeriksa tensi darahnya.

"Gak papa kok Umi gak sampai gegar otak dia, cuman memar doang dikasih obat gel anti memar juga udah baik...!"
Aku memandang Umi bukan memandangnya padahal yang sakit dan perlu informasi harusnya dia.

"Gak sampai gegar otak juga kali bang...!"
Eh, Bang katanya?

"Hei, siapa yang suruh lo manggil gw abang? Emangnya gw abang lo?"
Dengan galak aku melebarkan mataku menatapnya.

"Te..terus gw harus panggil lo apa?"
Dia menatapku sepertinya takut. Aku sebenarnya kasian juga, dia tak tau apa - apa, dia tak pernah salah padaku, tapi dia seorang Hawa. Seorang Hawa telah menghancurkan hatiku, dan kurasa semua Hawa akan sama.

"Yang penting bukan bang, mas, kak. Aa karna gw bukan kakak lo!"
Aku menekan keningku. Kepalaku sebenarnya semakin berat. Tapi aku masih mampu menjelaskan kenapa orang yang kepalanya habis terbentur atau jatuh harus segera memeriksakan diri kedokter.

Aku tak menjawab setiap protes Umi saat aku menyelesaikan tugasku sebagai dokter pada Hawa didepanku dengan berbeda dari pasienku yang lain. Rasty sepupuku yang pernah dirawat dirumah sakit tempatku bertugas pernah bercerita pada Umi bagaimana aku ini adalah seorang Dokter ganteng yang selalu memberi semangat pada pasien - pasienku. Menghibur mereka dengan gitar dan nyanyianku. Dan tentunya Dokter yang banyak diidolakan perawat dan Dokter wanita lainnya.

Dehidrasi LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang