Pesan Untukmu (1)

103 16 4
                                    

oOo Dua hari kemudian oOo

Drrrrrrt! Drrrrrt!

"... (suara iringan piano)..."

Drrrrt! Drrrt!

"Umb..." Aku meraba-raba meja di samping tempat tidurku untuk mencari smartphone-ku. Saat menemukannya, aku menahan tombol bagian bawah di samping kiri smartphone-ku untuk mematikan nada deringnya lalu kembali memejamkan mataku. Beberapa menit kemudian smartphone-ku berbunyi dan aku mengulangi hal yang sama.

Drrrt! Drrrrt!

"... (suara iringan musik) ..."

Smartphone-ku berbunyi untuk yang ketiga kalinya. Aku mengacuhkannya, berusaha menutup mataku untuk kembali tidur. Saat aku terlelap, smartphone-ku kembali berbunyi. Dengan kesal aku menyambarnya dari meja di samping tempat tidurku. Aku menyipitkan mataku yang masih mengantuk untuk melihat layar smartphone-ku dan mendapati nama 'Dokter Erwin' di sana. "Hmmm..." Geramku menggantikan kata 'Halo'.

'Jangan bilang kau baru bangun tidur. Ini sudah hampir jam 10 Natasha Bleu!'

Aku mejauhkan handphone dari telingaku begitu Dokter Erwin mulai berteriak. "Ck, katakan saja kenapa kau menelepon..." Ucapku jengkel. Aku mengacuhkan Dokter Erwin yang menggerutu panjang lebar hingga Ia mengatakan apa tujuannya untuk meneleponku.

'... hasil penelitian obat yang kau berikan waktu itu sudah datang jadi-'

"Bagus! Aku akan segera ke sana!" Aku langsung menyentuh ikon merah bergambar pegangan telepon di layar smartphone-ku. Aku yakin Ia sedang menggerutu sekarang.

Aku mengganti kemeja tidur kebesaran yang ku kenakan dengan tank top putih bertuliskan 'YOLO' dan hot pants bermotif jeans berwarna biru tua. Aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Lalu kembali ke depan lemari baju untuk menyemprotkan perfume dengan bau bubble gum ke tubuhku.

Aku menuruni tangga dan mendapati TV di ruang keluargaku menyala dengan suara rendah. Apa aku lupa mematikan TV kemarin? Aku berlari kecil menuju ruang keluarga dan menemukan remote TV-ku di sofa. Saat aku hendak menekan tombol 'power', aku mendengar pembawa berita itu menyebut nama 'Eye Killer' dan aku membesarkan suaranya. Entah mengapa aku sangat tertarik dengan pembunuh berantai ini.

'... Eye Killer tertangkap kamera CCTV saat Ia melancarkan aksinya di depan sebuah minimarket di kota. Korbannya seorang perempuan yang sedang berbelanja malam itu ...'

Pembawa berita itu menjelaskan ciri-ciri korban. Lalu menjelaskan reka ulang kejadian dan sebuah video tanpa suara muncul di layar TV. Aku melihat seorang perempuan berambut pendek sedang berjalan di depan minimarket dan seseorang ber-hoodie hitam mengikuti di belakangnya. Dilihat dari tinggi dan postur tubuhnya, aku kira Ia seorang laki-laki. Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari kantong hoodie-nya yang ku rasa adalah sebuah pisau lipat. Tanpa diketahui perempuan di depannya, laki-laki itu menariknya. Aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi setelah itu karena pihak TV memburamkan tayangannya. Yang ku tahu perempuan itu memberontak, lalu seorang pegawai minimarket keluar untuk menolong tapi terkena tendangan dari laki-laki ber-hoodie itu hingga tergulai lemah setelah menabrak dinding. Perempuan di tangannya pun sudah tidak memberontak dan terjatuh perlahan. Sesaat aku bisa melihat laki-laki itu menatap ke arah CCTV seakan Ia memang sengaja memperlihatkan aksinya, tapi aku tidak begitu yakin karena layar masih diburamkan. Mungkin hanya perasaanku saja.

Black WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang