Sudah ketiga kalinya Clara menatap jam berwarna perak di pergelangan tangan kirinya. Ia masih menunggu busway yang hendak ia gunakan. Namun kalau ia tidak segera mencari kendaraan lain, ia dipastikan telat datang ke kantor.
Telat untuknya adalah sebuah bencana. Apalagi ia hanyalah karyawan magang yang baru saja dipekerjakan seminggu lalu di sebuah perusahaan besar, Wiraga Group.
Waktunya tidak banyak. Akhirnya ia memilih untuk turun dari tempat pemberhentian busway dan berlari keluar mencari kendaraan apa saja yang bisa membawanya pergi dengan cepat meskipun harus menghabiskan uang banyak.
Ia menghentikkan sebuah taksi yang sedang lewat dan segera masuk ke dalamnya. Semoga saja seniornya tidak memarahinya karena ia sudah dipastikan sedikit terlambat.
***
Sejak tadi Clara hanya bisa memerhatikan seniornya sekaligus atasannya, Delia, berjalan mondar-mandir dengan ponsel di telinganya. Raut wajahnya sama sekali tidak terlihat baik. Dan Clara sangat tahu bahwa sebentar lagi Delia akan meledakkan amarahnya pada dirinya.
Clara menghela nafas panjangnya. Ia bisa saja tidak bekerja di tempat seperti ini, karena ayahnya adalah seorang pengusaha. Ia bisa saja bekerja di perusahaan ayahnya, tapi ia sama sekali tidak berniat untuk ikut campur dalam perusahaan ayahnya.
Clara tidak memiliki masalah dengan ayahnya. Ia malah cenderung sayang. Namun, ia masih belum mengerti mengapa ayahnya masih bertahan dengan perusahaan yang sebentar lagi bangkrut karena penggelapan uang yang dulu pernah dilakukannya. Dan ia juga masih tak menyangka, mengapa ayahnya berbuat demikian.
"Clara," panggil Delia dengan nada tenangnya. "Saya sibuk sekali. Dan saya nggak punya waktu untuk marah-marah sama kamu karena kamu telat. Jadi, sebagai hukuman, kamu harus menggantikan saya untuk mengurusi apartemen Pak Radit."
"Pak Radit?" Keningnya berkerut. "Raditya Tranggana? Anaknya Presdir Guntur?"
Delia mengangguk dengan bingung. "Kenapa? Nggak mau?" tanyanya. "Saya bisa ganti hukuman kamu dengan yang lebih berat. Lembur hari ini, bagaimana?"
Tidak ada pilihan lain. Clara langsung menggeleng. "Enggak, Bu. Saya mau kok."
Atasannya itu menuliskan sesuatu di buku kecil miliknya. Merobeknya, kemudian memberikannya pada Clara yang kini berdiri canggung. "Ini alamat apartemennya." Katanya. "Ingat! Jangan melakukan apapun selain membersihkan apartemennya. Mengerti?"
Clara mengangguk patuh.
"Pergi sekarang,"
***
Sejak sepuluh menit yang lalu, Clara sudah berdiri di depan pintu apartemen mewah di kawasan Jakarta itu. Degup jantungnya berdetak tak karuan.
Clara tidak tahu mengapa gosip rekan-rekannya membuat dirinya percaya pada hal yang tak pernah dilihatnya secara langsung.
Radit. Laki-laki itu memang tampan luar biasa, dia juga bahkan anak Presdir Wiraga Group. Tapi siapapun yang bekerja dengannya, sudah dipastikan akan ketakutan. Sikapnya yang terlalu tegas dan juga tatapan tajam yang menusuknya itu mampu membuat orang-orang menuruti kemauannya.
Laki-laki itu dikenal dengan kesempurnaannya. Urusan pekerjaan, laki-laki itu selalu teliti dan tidak melewatkan apapun. Sehingga Wiraga Production yang sempat dipimpinnya kini berdiri tegak dan sangat sukses. Padahal umurnya masih 27 tahun.
Meskipun terkenal galak luar biasa, laki-laki itu sudah memiliki tunangan. Namanya Clarissa. Perempuan cantik yang merupakan anak dari relasi ayahnya. Pasangan yang begitu sempurna.
Tangan Clara bergetar saat berusaha menekan tombol bel di samping pintu itu. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya ini meskipun ia tak mau. Ia juga harus kembali ke kantor sebelum jam makan siang terlewat atau Delia akan memberikannya tambahan hukuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayangan
RomanceKecelakaan besar itu membuat Radit melupakan segalanya. Seharusnya ia ingat pada rencananya untuk mencari orang di balik kecelakaan tunangannya, Clarissa. Namun kecelakaan itu membuatnya mengalami amnesia dan terpaksa mencari jati dirinya lagi di an...