Chapter 1

2.2K 74 32
                                    

Manda POV

Kring ... kring ... kring ....

Argh! Dengan kesal kulempar jam weker yang masih berbunyi dengan nyaring itu sampai membentur tembok, dan melanjutkan tidurku yang sempat terganggu karena suara nyaringnya yang memekakkan telinga. Namun baru saja aku hendak masuk ke alam mimpi, suara gedoran pintu di sertai teriakan bunda yang nyaring membuatku terpaksa terbangun lagi. Kubiarkan saja bunda berteriak memanggil, aku tidak peduli karena masih sangat mengantuk.

"Manda bangun, ini hari pertama kamu masuk kerja, kan? Cepat sayang matahari sudah tinggi loh, kamu mau terlambat?" teriakan bunda dari luar tidak juga kuhiraukan, namun aku tersentak dan langsung terduduk saat mengingat tadi bunda mengatakan ini hari pertamaku bekerja.

Dengan terburu-buru aku langsung berlari ke kamar mandi sambil merutuki kebodohanku. Tidak sampai 15 menit aku sudah siap dengan pakaian kantor dan berlari menuruni tangga, menuju dapur untuk sekedar minum susu.

Terburu-buru kuambil selembar roti lalu mencium kedua pipi bunda, mengucapkan salam kemudian berlari menuju garasi mobil.

"Hati-hati sayang, jangan ngebut, ya. Kamu sih, bunda bangunin dari tadi tetap aja betah molor," ucapan bunda hanya kubalas gumaman. Sudah tidak ada waktu lagi untuk membela diri.

Kulirik jam di pergelangan tangan kanan, kemudian menghela nafas gusar, "Duh! Mati gue, mati gue. Sudah jam sembilan, nih. Mudahan aja bos-nya nggak galak," kataku sambil mengendarai mobil seperti orang kesetanan.

Sesampainya di lobby kantor aku langsung berlari menuju lift, Mengabaikan pandangan orang-orang yang menatap aneh seakan-akan aku ini gadis kampung yang dikejar anjing gila, masa bodoh dengan mereka, karena pekerjaan yang menjadi taruhannya saat ini.

Buru-buru kutekan angka 21 yang akan membawaku kelantai paling atas, ruangan dimana aku akan bekerja, dan tentunya ruangan yang hanya yang diperuntukkan untuk CEO dan sekertarisnya. 

Mengatur nafas agar tidak ngos-ngosan, kuketuk pintu berwarna coklat mengkilat ini dengan gugup. "Ehm, selamat pagi," ujarku saat telah dipersilakan masuk.

"Selamat pagi Putri Amanda Latief, hari pertama anda bekerja sebagai sekretaris saya dan anda sudah terlambat hampir satu jam. Apa ada alasan yang bisa saya ketahui mengapa anda terlambat pagi ini?" Pandangan tajamnya membuatku menunduk takut. Sial! Pria ini memiliki aura mengintimidasi yang sangat membahayakan.

"Ma-maaf, pak. Tadi saya bangun ter-" 

"Bangun terlambat dan jalanan macet, right? Apa tidak ada alasan lain lagi nona?" ucapannya membuatku bungkam kehabisan kata-kata.

Pandangannya menajam sembari meniliti penampilanku dari atas sampai bawah. "Untuk kali ini kamu saya maafkan, saya tidak akan segan-segan memecat kamu jika hal seperti ini terulang lagi," Aku menghela nafas lega. "Dan satu lagi, saya sangat tidak suka dengan pegawai yang urakan seperti kamu. Saya bahkan ragu kalau kamu sempat mandi." 

Aku mencelos mendengar ucapannya. Harga diriku! Kembalikan harga diriku! Baru kali ini ada seorang pria yang menghina penampilanku. Apa aku seberantakan itu?

"Baik, pak. Saya pastikan ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya," ucapku dengan suara bergetar. Entah sudah semerah apa wajahku sekarang, rasanya malu dan marah disaat yang bersamaan.

Begitu dia menyuruhku keluar aku segera berbalik dengan kelegaan yang luar biasa, tepat saat tanganku akan menarik gagang pintu suaranya kembali menginterupsiku. Mau tidak mau aku kembali menghadap kearahnya. Wajahnya memerah dan terlihat salah tingkah. "Sepertinya kamu lupa menaikkan resleting rokmu."

Duarrr!! 

Reflek tanganku terulur kebelakang, menaikkan resleting dengan perasaan campur aduk. Setelah membungkuk sopan aku segera berlari dari ruangan yang seperti neraka ini. Demi kucing tetangga yang sedang kawin, tidak bisakah dia pura-pura tidak melihat dan mengabaikannya saja?

God! Bisakah bumi menelanku sekarang juga?!  

***

Jam istirahat sudah dari lima menit yang lalu, tapi aku masih mempelajari tumpukan berkas dengan sangat fokus. Aku tidak ingin melakukan kesalahan lagi di hari pertama bekerja, cukup tadi pagi saja harga diriku hilang tidak akan kubiarkan bos menyebalkan itu memberi nilai minus mengenai kinerjaku. Ngomong-ngomong mengenai si bos, dia tidak keluar dari ruangannya untuk sekedar makan siang. Ah, biarkan saja toh kalau sakit juga bukan urusanku.

Seperti kontak batin, begitu mengingat makan siang perutku langsung berdemo dengan suara yang mngerikan. Apa monster kecil di dalam sana sudah sangat kelaparan? Tentu saja, kau cuma makan selembar roti tadi pagi. Protes batinku. 

Kurapikan kertas kertas yang berserakan di meja dan segera menuju lift untuk makan siang. Namun saat tidak sengaja menatap ruangan Pak Ben aku jadi teringat bahwa dia tidak keluar dari tadi. Haruskah aku masuk dan memberi tau bahwa sudah jam istirahat? Tapi sangsi sendiri kalau ingat sifat angkuhnya dia tadi pagi. Tebal muka sajalah, toh mengingatkan makan siang juga masuk kedalam tugasnya sekertaris.

"Ada apa?" ujarnya begitu aku sudah dipersilakan masuk kedalam ruangannya.

"Saya hanya mau mengingatkan bahwa sudah jam istirahat, pak. Bapak mau makan siang diluar atau saya pesankan makanan?"

Pak Ben lantas mendongak dari laptop yang sedari tadi dia tatap, dengan alis yang terangkat seolah olah pertanyaanku tadi diluar dari batas seorang sekertaris kepada bos-nya. 

Aku sudah tidak segugup tadi pagi begitu dia menatapku. 

"Sejak kapan kamu memakai kacamata?" Bukannya menjawab dia malah melontarkan pertanyaan.

Tanganku terangkat memegang bingkai kacamata yang kupakai, lantas tersenyum kaku karena lupa melepasnya. "Mata saya sedikit minus, pak. Jadi kalau mau melototin tulisan dan angka angka saya harus pakai kacamata," jawabku berlebihan.

Dia hanya mengangguk mendengar penjelasanku. 

"Saya akan makan diluar. Jadwal saya juga kosong hari ini jadi saya akan langsung pulang. Pelajari semua tugasmu selama menjadi sekertaris saya, saya harap kejadian tadi pagi tidak terulang lagi." Kata-katanya menyudutkanku. Senyum miringnya membuat macan di dalam tubuhku memaksa ingin keluar. Sial, untung dia bosku.

"Baik, pak. Kalau begitu saya permisi. Semoga hari anda menyenangkan," jawabku sembari menekan kata menyenangkan.

Sekali lagi Pak Ben menyeringai, membuatku menahan tanganku untuk tidak mencakar wajah yang sialannya tampan itu. 

Ya Allah, maafkan aku karena terlalu banyak menyumpah hari ini.



•••••

Hallooo, it's my first story!!! Maafin kalo ada banyak typo atau bahasa yang ga jelas, maklum masih penulis amatiran XD

Vote dan komennya selalu ditunggu:*

1610'15

-latieficha

Mr & Ms ChameleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang