Chapter 4

800 48 34
                                    

Suasana kamar bernuansa ungu itu terlihat sangat tenang, hanya ada dentingan jarum jam dinding yang mengeluarkan suara. Walau ayam sudah berkokok dan waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, sang pemilik kamar masih terlelap dalam mimpi indahnya.

Sabtu pagi dimana hari libur bagi seluruh karyawan sangat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Manda. Ia mengeratkan selimut dan semakin menenggelamkan diri lebih dalam kepada ranjang yang empuk dan nyaman itu.

Pada waktu yang sama, di tempat yang berbeda dan tentunya orang yang berbeda pula, seorang pria tampan dengan seluruh tubuh  penuh keringat, bibirnya pucat dan bergetar, Padahal AC di kamar itu tidak menyala, namu pria tersebut tetap merasa kedinginan. Sudah dua selimut yang ia pakai untuk menutupi tubuhnya yang menggigil, namun tidak memberi pengaruh apapun pada tubuhnya. Tidak ada yang mengetahui bahwa pria tersebut sedang sakit, karena ia tinggal seorang diri di apartemen miliknya.

Dengan perlahan mata pria tersebut terbuka, mengerjapkannya berkali-kali guna menghalau sinar matahari yang dengan nakalnya masuk melalui celah gorden. Susah payah pria tersebut meraih segelas air putih yang selalu ia siapkan di atas nakas yang tidak jauh dari tempat tidur. Meneguknya sampai tandas kemudian merebahkan kembali badannya yang terasa berat. Mencoba melihat jam dinding di depannya, namun rasa pusing yang teramat sangat membuat pria tersebut kembali memejamkan kedua matanya dengan erat.

Merasa sudah tidak sanggup lagi menahan sakit di kepalanya, pria tersebut meraba-raba nakas di samping tempat tidur dan mengambil ponsel keluaran terbaru berlogo apel yang telah di gigit separuh, kemudian menekan tombol satu yang menyambungkan kepada seseorang di seberang sana.

Sampai dering terakhir orang tersebut tidak juga menjawab panggilannya.

"Shit!" umpatnya saat denyutan di kepalanya semakin menjadi-jadi.

Setelah keempat kalinya, akhirnya panggilan tersebut dijawab juga oleh seseorang di seberang sana. "Tolong ke apartemenku sekarang juga!" ucap pria tersebut dengan suara serak tanpa memperdulikan jawaban dari seseorang yang ia telepon tadi.

***

Manda Pov

Suara merdu Harry Styles dari ponselku mau tak mau membangunkanku dari mimpi indah. Kusambar ponsel tak berdosa yang sedari tadi berdering tanpa henti, tentunya diiringi sumpah serapah yang kukeluarkan. Keningku berkerut saat melihat siapa yang menelepon, tertera nama 'Ben si Bossy' di sana.

Kenapa Ben nelpon di hari libur gini? tanyaku dalam hati.

"Tolong ke apartemenku sekarang juga!" Suaranya yang serak dan terdengar lemah membuatku mengernyit bingung.

Nggak sopan banget sih jadi orang, nggak ngucapin salam langsung nyuruh gitu aja. Dengan ogah-ogahan kuseret kakiku menuju kamar mandi untuk bersiap-siap mendatangi Ben di apartemen-nya. Semoga saja dia nggak nyuruh yang aneh aneh.

*

Ini sudah kesekian kalinya aku menekan bel dengan kesal, namun sang pemilik apartemen tidak juga membukanya.

"Orang ini nyuruh datang tapi nggak juga bukain pintu. Maunya apa sih?" Omelku frustasi.

Ting!

Bunyi notifikasi chat menyadarkanku.

286471, cepat! Jangan menekan bel seperti orang gila.

Ben si Bossy.

Aku menganga saat membaca pesan dari bos tak tau diri ini. Kumasukan kode apartemen-nya dengan emosi yang sudah di ambang batas. Begitu terbuka penampakan ruangan ini membuatku terkesan, sangat rapi dan barang-barangnya sudah tentu bermerk semua.

Mr & Ms ChameleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang