Chapter 6

760 44 40
                                    

Lagi, minggu pagiku terusik karena suara merdu Harry Styles. Maksudku bukan karna suara Harry, tetapi karena seseorang yang tidak punya hati nurani dan seenak jidatnya mengganggu hari liburku. Siapa lagi kalau bukan si bossy, Ben.

Kutenggelamkan badanku kedalam hangatnya selimut dan mencoba kembali tidur tanpa terusik dengan panggilan tak bermutu dari Ben, dan mencoba masuk kembali kealam barzah. Eh, enggak, deh, alam mimpi maksudku. Tetapi sepertinya takdir tidak berpihak padaku, ponselku kembali berbunyi nyaring.

Sialan, ponsel terkutuk! Bos kurang ajar!

"Are you kidding me, Ben? Ini masih jam setengah enam pagi, dan kamu sudah menelepon lebih dari lima kali. Kurang kerjaan, ya?" ujarku kesal.

"Cepat keluar! Aku sudah menunggu di depan rumahmu dari setengah jam yang lalu." See? Makhluk satu ini memang minta dirukiyah.

"Atas dasar apa aku harus menuruti perkataanmu?"

"Aku nggak mau tau, dalam sepuluh menit kamu harus sudah berada di dalam mobilku. Kita harus jogging. Kalau kamu masih nggak mau bangun, aku ingin surat reisgnmu sudah ada di mejaku besok pagi," ujarnya tegas.

Demi segala jenis sayuran yang ada di capcay, aku bersumpah akan menggigit lengan berototnya yang seksi itu!

Dengan jurus super duper cepat ala Manda, kuhampiri Ben yang sudah berdiri di depan mobilnya dengan tatapan tajam andalannya. "Well, ini bahkan belum sampai sepuluh menit. Nggak sabar buat ketemu aku, ya?" tanyanya percaya diri. Berubah lagi kan? Baru beberapa menit yang lalu sok bossy sekarang udah ke mode 'penggoda' lagi.

"What? Ha-ha-ha, kamu lucu kalau lagi ngelawak gini. Lagian nih ya, kan kamu yang maksa untuk kesini, bahkan sampai nelepon berkali-kali. Jadi siapa sebenarnya yang nggak sabar?"

Ben terkekeh pelan. Kemudian menjalankan mobilnya menuju taman kota. "Ah! Kok ada bau busuk gini, ya?" tanyanya seraya mengernyit.

Hidung mancungku dengan refleks mengendus udara di dalam mobil, tetapi hanya aroma parfumnya yang tercium. "Nggak ada bau apa-apa, kok."

Ben melirikku dan tersenyum mengejek, "Kamu belum mandi, ya?"

Aku merengut. "Y-ya. Kamu nyuruh cepat, jadi nggak sempat mandi. Tapi tenang aja, aku sudah sikat gigi, kok." Setelah ucapan itu aku menghembuskan nafas tepat kearah wajahnya.

Dia mendorong jidatku keras. "Dasar wanita jorok." Sungutnya kesal.

Dengan seganap hati, jiwa dan raga kugigit lengan berototnya sekuat tenaga. Tidak peduli jika akan meninggalkan luka.

"Shit! Berhenti, Manda. Aku lagi menyetir ini, kamu mau kita kecelakaan? O-oh sakit, Manda, please stop it!" teriaknya heboh.

Aku tersenyum puas begitu melihat karya ciptaanku di lengan seksinya, dan membersihkan sudut bibirku yang sedikit berliur.

Ben menatapku horor, "Aku ragu kalau kamu ini manusia. Kamu lebih cocok jadi vampire atau zombie di kali ciliwung, atau jangan jangan kamu pemeran di sinetron cantik-cantik serigala?" Pertanyaan konyolnya membuatku tidak tahan untuk tidak menyemburkan tawa. Dia ini bodoh atau apa? Aku semakin gemas dengan sikapnya sekarang. Jiwa jahilku kembali muncul ke permukaan. Kupasang ancang-ancang untuk kembali menggigit lengannya, namun dengan sigap Ben mendorong jidatku -lagi-sekuat tenaga. Alhasil kepala cantikku kejeduk jendela mobil.

Aku meringis dan disambut tawa kencang oleh Ben. Kampret biji kuda!

Sudahkah kukatakan kalau aku menyukai suara tawanya? 

***

Kutarik ucapanku yang mengatakan aku menyukai suara tawanya. Bayangkan saja, dia terus menarikku -lebih tepatnya menyeret- untuk berlari mengelilingi taman kota yang luasnya menyerupai Stadion Gelora Bung Karno, tanpa henti. Dia pikir aku atlet lari?

Mr & Ms ChameleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang