Chapter 8

474 28 29
                                    

Manda mengedarkan pandangan kesegala penjuru restoran yang saat ini tampak ramai. Tidak ada yang menarik, setiap orang yang berada di sana tampak sibuk dengan makanan masing-masing, terlihat ceria menjalani hari Senin mereka. Bahkan hampir keseluruhan tamu di restoran ini berpasangan, ada yang sekedar bersenda gurau maupun pertemuan formal antara client dan para bos yang membahas pekerjaan.

Kembali ia menyesap cappuccino -gelas ke dua- miliknya sembari menggulir layar ponselnya tanpa minat. Sungguh, ini kegiatan paling menjengkelkan selama dua puluh satu tahun ia hidup. Menunggu. Ah! Dia paling benci satu kegiatan itu.

"Oke, kalau sepuluh menit lagi dia nggak datang, aku kembali ke kantor duluan. Masa bodoh kalau dia mau marah," gerutunya sembari melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kanannya.

Manda memilih memainkan game di ponselnya guna membunuh waktu, berharap seseorang yang sedari tadi ditunggunya akan segera muncul.

"Maaf aku terlambat, tadi ada sedikit trouble saat di perjalanan. Kamu sudah pesan makan?" Manda mendengus begitu mendengar suara berat di depannya, dari nadanya ia sudah tahu bahwa pria ini tidak merasa bersalah sedikitpun. Hanya sekedar formalitas.

Manda mendelikan mata kesal, "Saya baru tahu kalau anda tidak on time, sir."

Pria itu terkekeh, tidak memerdulikan kekesalan dari wanita di hadapannya, "Kamu pasti tahu kalau aku bukan orang seperti itu jika tidak ada masalah yang mendesak, Manda."

Manda memilih diam, tidak ingin kembali emosi jika ia membuka mulutnya untuk berbicara.

"Kamu marah, ya?" tanya pria itu polos.

"Diamlah, Ben! Cepat pesan makanan, waktu istirahat tinggal tiga puluh menit lagi." Persetan dengan sopan santun terhadap atasannya ini, karena ia sudah sangat lapar sekarang.

"O-ow! Oke, baby," Ben mengedipkan sebelah matanya, berniat menggoda Manda yang terlihat sangat kesal.

Manda memalingkan wajah begitu rasa panas menjalar di kedua pipinya. Takut Ben melihat reaksinya yang berlebihan hanya karena panggilan lebay itu. Walau tidak bisa dipungkiri bahwa kekesalannya seketika menguap saat itu juga.

Ben memanggil pelayan, kemudian memilih makanan untuk mereka berdua. Tanpa bertanya apa yang ingin Manda makan. See, sifat bossy-nya tak pernah hilang.

"Kenapa diam?" tanya Ben santai. Ia sandarkan tubuhnya ke kursi, tanpa memutuskan pandangannya dari wajah Manda.

"Apa kamu tidak punya rasa bersalah sedikit pun? Ah, tentu saja tidak ada. Bunglon 'kan suka seenaknya," cibir Manda.

Ben tergelak, tidak tahu bahwa tingkahnya itu membuat para wanita yang menatapnya di sana menahan nafas. "Bunglon? Kamu memberiku julukan itu? Apa tidak ada yang lebih bagus lagi? Seperti Pangeran tampan atau Dewa Yunani, misalnya?"

Kini giliran Manda yang tergelak mendengar ucapan percaya diri Ben. "Kamu tidak setampan itu untuk mendapat julukan Dewa Yunani," Manda menggigit bibir begitu selesai mengucapkannya, tentu saja bohong, Ben bahkan bisa dikatakan setara dengan Dewa Yunani.

"Aku tahu kalau kamu berbohong, honey," ujar Ben seraya terkekeh.

Perbincangan mereka terhenti begitu pelayan datang membawa pesanan Ben. Hanya Ben, karna Ben memesan tanpa persetujuan Manda.

Seketika semangat Manda meningkat begitu melihat makanan di hadapannya, nasi goreng ikan asin! Makanan favorit Manda di restoran ini. Ben yang melihat senyum lebar Manda pun ikut tersenyum. Senang rasanya membuat orang lain bahagia walau hanya dengan perbuatan kecil.

Mr & Ms ChameleonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang