Satu

112K 2.5K 26
                                    

Namaku Karin. Usiaku delapan belas tahun. Seminggu lalu aku resmi mendapatkan ijazah SMA. Aku bertekad untuk menggapai cita-citaku menjadi seorang dokter gigi. Aku termasuk anak cerdas di sekolah, namun sayang sekali kemarin aku tidak lolos tes untuk memdapatkan beasiswa di universitas terbaik di kotaku. Padahal itu satu-satunya harapanku untuk bisa melanjutkan kuliah tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Untuk mendaftar kuliah reguler, aku masih pikir-pikir dengan biayanya. Aku tak mungkin tega membebani Bunda Susi. Kasian beliau selama ini begitu baik merawat dan membiayaiku hingga saat ini.

Ya, aku memang tinggal di panti asuhan yang diurus oleh Bunda Susi dengan beberapa orang temannya. Aku yatim piatu. Ibuku meninggal saat melahirkanku, dan ayah menyusul 5 tahun kemudian karena sakit keras. Sebelum meninggal, ayah menitipkanku pada Bunda Susi yang dulunya merupakan tetangga kami. Harta peninggalan ayah dijual untuk membantu menopang hidupku, namun tak seberapa karena sebagian besar telah habis untuk biaya pengobatan ayah.

Semenjak itu aku hidup bersama Bunda Susi dan anak-anak asuhannya. Kami sangat bahagia dan saling menyayangi. Sampai suatu hari, tepat di usia delapan belas-ku, Bunda Susi memberikan sebuah surat dari ayahku, yang katanya harus diberikan padaku saat usiaku genap delapan belas tahun.

Karin tersayang... apa kabar, Nak? Selamat ulang tahun. Hari ini kau berusia delapan belas, itu Ayah anggap cukup untukmu mengerti apa yang ingin ayah sampaikan.

Masih ingatkah kamu cerita Ayah tentang om Hendri? Sahabat yang seperti saudara bagi Ayah... Dia pasti akan mencarimu, Nak... Hari ini, tepat di usiamu ke-18. Kamu akan tinggal dengannya. Dengan keluarganya. Keluarga barumu. Ayah dan om Hendri ingin menyatukan persahabatan dan persaudaraan kami melalui kamu dan anak laki-lakinya. Jadilah anak dan menantu yang baik untuk sahabat Ayah, Nak... Semua demi kebaikanmu... Ayah akan selalu menyayangimu, Anakku...

Wajahku berubah. Entah apa yang berkecamuk dalam batinku. Kenapa ayah menulis surat seperti ini?

"Bunda tau hal ini?" tanyaku menyerahkan surat ayah pada Bunda Susi.

Bunda Susi tersenyum mengangguk setelah membaca surat ayah.

"Ayahmu pernah cerita sama Bunda. Pak Hendri pun pernah mencarimu kemari tak lama setelah ayahmu meninggal. Beliau ingin langsung membawamu, tapi Bunda cegah. Sesuai pesan ayahmu. Kamu baru boleh menemui mereka setelah usiamu delapan belas."

"Tapi pesan ini, Bunda...? Aku kan baru lulus SMA. Masa' Ayah menjodohkan aku sama anak temannya? Aku belum ingin nikah, Bunda."

Aku protes. Kenapa ayah melakukan semua ini padaku? Aku masih ingin menggapai impianku.

Bunda Susi menggenggam tanganku. "Percayalah, ayahmu pasti ingin yang terbaik bagimu, Karin. Pak Hendri akan datang besok pagi. Tadi beliau sudah menelepon kemari."
+++

Lelaki setengah baya itu datang. Perawakannya tegap dengan kerut halus di keningnya. Beberapa helai rambutnya yang putih keperakan mulai terlihat. Namun teduh di wajahnya mengingatkanku akan ayah.

Hendri, begitu ia memperkenalkan diri. Senyumnya mengembang saat melihatku.

"Kamu sudah besar, Karin. Matamu mirip ayahmu. Kamu sudah siap kan?"

Aku menoleh ke pojok ruangan. Koper berisi barang-barangku telah siap. Aku mengangguk.

"Om, boleh saya minta satu hal?" tanyaku.

"Jangan sungkan. Panggil aku Papa... sekarang aku juga ayahmu kan? Katakan saja keinginanmu.."

"Bolehkah saya mengunjungi panti asuhan ini lagi?" tanyaku hati-hati.

Pak Hendri tersenyum. "Tentu, Karin. Kamu bisa kemari sesuka hatimu."

"Terima kasih...Pa..." ucapku agak canggung. Tapi aku senang. Kelihatannya Papa baruku ini orang yang baik.

Namun aku tak tau harus berkata apa saat di mobil Papa Hendri menyinggung tentang keinginannya dan keinginan ayahku.

"Tapi Karin kan masih muda, Pa... aku masih ingin kuliah... Pernikahan terlalu dini untukku..." kataku lirih.

"Jangan khawatir. Kalian tetap akan kuliah. Papa juga akan mendaftarkanmu di kampusnya Aldo. Papa tau kalian masih muda, Karin... tapi sama saja kan menikah sekarang atau nanti. Papa pikir sekarang lebih baik. Mamanya Aldo sudah meninggal, Nak. Kami juga butuh figur seorang wanita di rumah. Papa yakin, kamu bisa jadi istri dan menantu yang baik. Usia tak terlalu berpengaruh."

Aku hanya diam menunduk.

"Karin mau kan memenuhi permintaan terakhir ayahmu?"

Ayah, kenapa permintaanmu sungguh berat? Kau tau aku menyayangimu, Ayah. Semua ini kulakukan untukmu...
+++

AKIBAT PERNIKAHAN DINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang