Delapan

60.4K 1.7K 9
                                        

"Aku mau kuliah, Al... hari ini ada quiz."

"Nggak boleh! Wajah kamu pucat banget, Rin. Dari pagi kamu muntah-muntah terus, badan kamu lemes kayak gini. Aku tetap nggak ngijinin kamu berangkat. Kamu istirahat aja." Aldo bersikeras melarangku.

"Tapi, Al..." aku masih memohon.

"Nggak, Karin! Jangan membantah! Kamu ini hamil muda, kandunganmu masih rawan. Jangan capek-capek dulu. Pokoknya semester depan kamu harus cuti. Aku nggak mau tau. Aku nggak akan ambil resiko."

"Jangan gitu, Al... aku pasti akan jagain kandunganku baik-baik. Cutinya nanti aja kalau udah dekat lahiran."

Aldo menggeleng. "Turuti kata-kataku! Ini demi kebaikanmu."

Aku cemberut. "Kamu bilang nggak akan menghalangi cita-citaku..."

"Aku emang nggak akan menghalangi. Tapi lihat juga kondisi kamu sekarang."

"Kamu yang bikin aku hamil..." sahutku.

"Jangan nyalahin aku! Kamu juga nggak menolak kan? Udah ya, aku nggak mau berdebat. Hari ini pokoknya kamu istirahat di rumah. Ok?! Aku berangkat kuliah dulu."

Aldo mencium keningku. Aku masih kesal padanya. Setelah hamil, aku sering sekali bolos kuliah. Berkali-kali kukatakan padanya kalau aku kuat, namun Aldo sekarang jadi over protektif. Aku tau itu semua dilakukannya karena dia sangat menyayangiku. Tapi aku kan jadi terkungkung dan kesepian kalau sering-sering di rumah.

Papa Hendri pun sekarang telah menempatkan seorang pembantu rumah tangga di rumah karena tak ingin aku kecapean mengurus rumah. Apalagi dengan Aldo yang seringkali tak ada di sisiku. Papa Hendri memberikan modal untuk Aldo agar membuka bisnis cuci mobil. Semula Aldo ingin memakai uang tabungannya saja, namun Papa melarang karena menurut Papa uang itu akan lebih diperlukan untuk kebutuhan rumah tangga kami nantinya setelah anak kami lahir. Akhirnya Aldo menurut. Dan walaupun hasilnya tak seberapa, tapi aku senang karena Aldo sudah belajar mandiri. Namun konsekuensinya adalah Aldo jadi jarang ada waktu untukku karena dia harus membagi waktu antara kuliah dengan pekerjaannya. Tak apalah, paling tidak dia selalu menemaniku di malam hari. Kami tak lagi tidur terpisah sekarang. Setelah tau aku hamil, Aldo segera memindahkan barang-barangnya ke kamarku. Kamar kami berdua.
+++

Aku terkejut saat melihat Rea, teman sekelasku di depan pintu. Ngapain dia kemari?

"Karin, kangen tau nggak sama kamu! Sakit apa sih beberapa hari nggak ngampus? Iya lho, wajah kamu pucat." sapanya.

Dari mana Rea tau alamat rumahku? Jangan-jangan dia tau hubunganku sebenarnya sama Aldo...

"Kamu tau rumahku dari mana, Re?" tanyaku penasaran tanpa menjawab pertanyaannya.

"Data kemahasiswaan kan ada. Rahasia sih. Tapi kan sepupuku di situ, jadi gampanglah. Kenapa tuh muka nervous begitu?"

Aku hanya tersenyum sedikit.

"Rumah kamu keren abis, Rin!"

Rea memandang sekeliling ruangan. Tiba-tiba matanya melotot saat melihat dinding sebelah kiri ruang tamu. Aku tau apa yang membuatnya terkejut. Foto pernikahanku dengan Aldo.

"Rin, kalian....."

"Aku emang udah married sama Aldo." Jawabku.

"Kapan?" tanyanya lagi. Masih dengan raut wajah terkejut.

"Sebelum kuliah aku udah married."

"Ha?!"

Aku tersenyum. "Nggak usah kaget gitu ah!"

"Tapi aku lihat kalian baru deket beberapa minggu terakhir ini."

"Memang."

Lalu aku pun terpaksa menceritakan kenapa aku dan Aldo bisa menikah di usia semuda ini. Rea hanya manggut-manggut.

"Karin... nggak nyangka ternyata temen baikku udah married. By the way, belum ada rencana punya momongan? Oh mungkin nunggu kalian lulus dulu ya biar nggak ribet?"

Wajahku berubah. Rea sepertinya menangkap keterkejutanku. Matanya turun ke arah perutku.

"Rin, wajah kamu pucat begitu dan kamu sering nggak masuk kuliah... jangan-jangan karena kamu...hamil...?"

Aku mengangguk.

Rea terkejut. "Ha?! Serius? Udah berapa bulan?"

"Tiga bulan lebih sih..."

"Gila!! Kok nggak ada yang nyadar ya? Emang sih kamu kelihatan lebih gemuk sekarang, tapi nggak ada yang nyangka kalau ternyata kamu hamil, Rin."

Aku hanya tersenyum saja. Aku sudah membayangkan, setelah Rea pasti teman-teman di kampus akan segera tau kalau aku sudah menikah dengan Aldo dan kini tengah hamil.

Dan dugaanku rupanya benar. Hanya dalam hitungan hari, sewaktu aku masuk kuliah lagi, teman-temanku sudah banyak yang ngoceh. Namun hal itu ada hikmahnya juga, beberapa temanku justru membantuku mengejar ketertinggalan materi. Mereka juga menemaniku ke mana-mana bila ada tugas, katanya buat jaga-jaga karena aku sedang hamil jadi tak boleh dibiarkan sendirian. Sungguh baik hati mereka.

Apalagi setelah kandunganku melewati bulan kelima, perutku membuncit dan aku sudah mulai sering kecapean naik turun tangga saat kuliah. Aldo masih senantiasa mengantarkanku masuk kelas, namun saat dia pun harus kuliah, otomatis aku bergantung pada teman-temanku. Setelah semester berakhir, Aldo memaksaku untuk mengajukan cuti kuliah. Aku sedih sebenarnya, itu artinya aku akan tertinggal oleh teman-teman seangkatanku. Impian untuk segera menyelesaikan pendidikan pun harus kulepas pelan-pelan. Saat ini tiada yang lebih penting dari buah hati kami. Toh nanti aku bisa melanjutkan kuliah lagi, karena Aldo telah berjanji takkan menghalangi impianku.
+++

AKIBAT PERNIKAHAN DINITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang