1. Perpisahan

22.6K 647 33
                                    

     Hembusan angin pagi membelai lembut wajahku yang sudah terlapis make up natural tipis. Aroma hujan bekas tadi malam masih dapat ku hirup. Gemericik air mancur kecil yang terletak dihalaman rumah meniadakan suasana sunyi. Suara deru mobil yang sedang dipanaskan juga ikut menyambut hari ini. Hari dimana aku akan melepas status sebagai mahasiswi. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat jika kita menjalaninya dengan sepenuh hati dan sebentar lagi aku akan menyandang gelar S.Farm., Apt. Lega rasanya dapat menyelesaikan kuliah dengan gelar yang sudah aku cita-citakan sejak dulu. Ini tak luput dari doa serta dukungan ayah, bunda dan abangku. Semua ini aku persembahkan untuk mereka, keluargaku tercinta.

     Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 08.00. Aku beralih dari jendela kamar menuju cermin riasku. Mematut kembali diriku dicermin sebelum turun ke bawah. Kebaya muslim modern berwarna merah tua sudah melekat ditubuhku, khimar berwarna hitam sudah tertata rapi menutupi hingga dadaku dan higheels setinggi 12 cm berwarna senada dengan khimar juga sudah menambah rasa percaya diriku. Bismillah, aku siap.
     Sesampainya dibawah, aku mengedarkan pandangan ke dapur, ruang makan, ruang keluarga namun tak ku temukan orang rumah satu pun. Aku kembali melangkah ke ruang tamu, dimana terdengar suara orang tengah berbicara. Terlihat bunda sedang merapikan dasi ayah, sementara ayah terus menatap lekat wajah bunda dengan tangan berada dipinggang. Aku semakin kagum dengan keromantisan mereka. Aku berdehem pelan, barulah mereka menyadari kehadiranku. Namun, tak ada respon apa-apa dari mereka. Hanya menatapku, terus menatapku dengan mulut sedikit terbuka. Tentu saja aku langsung mengerutkan dahi melihat reaksi ayah dan bunda.
   "Ada yang salah, ya?" Tanyaku heran. Padahal saat aku bercermin tadi, semuanya sudah rapi.

   "Ya Allah, Ra. Kamu cantik sekali." Jawab bund sambil menghampiriku. Memutar-mutar tubuhku, lalu mengelus-ngelus wajahku. Ku rasa bunda terlalu berlebihan, ah bunda selalu begini.

   "Aamiin. Bunda nggak kalah cantik kok, buktinya mata ayah nggak berkedip dibuatnya." Godaku sambil melirik ayah yang sedang menggaruk tengkuknya, sementara bunda tersenyum-senyum. Aku tertawa melihat tingkah orang tuaku ini, seperti remaja saja. Namun, keharmonisan keluarga inilah yang selalu aku syukuri.

   "Sudah siap? Ayo berangkat." Ucap seseorang yang muncul dari balik pintu. Itu abang kandungku tercinta, Adika Ramadhana. Seorang pengusaha muda, wajah yang rupawan, alim, pintar, penyayang tapi terkadang membuatku kesal hati. Dia sudah menikah dengan seorang gadis cantik dan sholehah sekitar 3 tahun lalu serta sudah dianugerahkan seorang anak perempuan yang menggemaskan bernama Azeyla Aditri.

   "Ayo." Sahut ayah yang langsung menggandeng tangan bunda. Sementara aku dan bang Dika mengekor dibelakang mereka.

   "Kak putri kenapa nggak ikut?" Tanyaku kepada bang Dika saat kami sekeluarga sudah berada didalam mobil. Ku lihat ayah yang sedang menyetir melirik lewat kaca spion menunggu jawaban bang Dika.

   "Azeyla lagi demam. Sebenarnya mereka berdua mau ikut tapi semalam badan Azeyla tiba-tiba panas." Jawab bang Dika dengan raut wajah sedih.

   "Semoga Azeyla cepat sembuh ya, bang." Ucapku.

   "Nanti sepulang dari wisudanya Ara, kita ke rumah kamu Dik." Sambung bunda tersenyum saat dia menoleh ke belakang. Bang Dika mengangguk sambil tersenyum. Aku menepuk-nepuk pundaknya, berusaha memberinya ketabahan. Dia memang abang yang baik. Rela meninggalkan anaknya yang sedang sakit demi memenuhi janjinya untuk hadir di acara wisuda sang adik. Aku terharu.

     Setengah jam kemudian, mobil ayah sudah terparkir rapi diparkiran kampus. Kami berempat berjalan menuju tempat acara wisuda digelar. Aku tak mau kalah dengan ayah dan bunda yang terus menyatukan tangan mereka, aku menautkan lenganku ke lengan bang Dika. Mungkin bagi orang yang tidak mengenalku, mereka menganggap bang Dika adalah pacarku. Dan mungkin mereka juga menganggap kami berdua berjodoh, karena wajah kami yang hampir mirip. Aku tertawa dalam hati membayangkannya.
     Memasuki gedung, dua wanita cantik melambaikan tangannya ke arahku ditambah senyum sumringah dari mereka. Aku membalas lambaian mereka dan menyuruh mereka berdua untuk menghampiriku.
           
   "Assalamualaikum, bang Dika dan Zahara." Sapa mereka serentak seraya tersenyum dan mengedipkan sebelah mata mereka ke arah bang Dika. Mereka berdua senang sekali mengganggu bang Dika dari dulu, tak peduli jika status bang Dika saat ini sudah menjadi suami orang.

Makmum ke DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang