2.Menabrak Kucing

958 34 1
                                    

Selesai makan aku langsung ke toko Memakai sepeda mini milik yuk tina, Aku mengambil kue kue yang kami titipkan di beberapa toko yang ada di daerah tempat tinggalku. Aku berkeliling dengan kantong plastik berisi wadah tempat kue yang sudah kosong tergantung di kiri kanan setang sepeda. melewati depan rumah rian. Pintu rumahnya tertutup, mungkin ia sedang tidur siang. Dalam kamusku tak ada istilah tidur siang, Sayang rasanya waktu yang seharusnya aku pergunakan untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat, dihabiskan dengan tidur siang. Aku lebih memilih membuat pekerjaan rumah atau membaca buku, soalnya kalau malam, bersama kedua kakak perempuanku dan emak, kami menyusun kue kue basah ke wadah untuk besok diantar lagi ke toko. Aku perlambat mengayuh sepeda, Aku pandangi rumah rian, rumah sebesar itu pasti banyak sekali alat alat yang bagus bagus. Di depan rumahnya ada tiang basket Aku senang main basket, tapi aku tidak terpilih jadi tim basket sekolah karena aku tak mampu membeli sepatu dan baju basket yang mahal itu. Tapi tak jadi persoalan, Aku juga tak punya cita cita untuk jadi pemain basket. Masih banyak hal yang berharga yang bisa aku lakukan. Lagian basket tidak mengubah dunia menjadi lebih baik. Itu cuma sekedar hiburan saja, Aku masih bisa mencari olahraga lain yang lebih murah dan terjangkau yang sama-sama menghibur tapi tak mesti keluar uang.
Karena mataku tidak terfokus di jalan, tanpa sengaja aku menabrak seekor anak kucing. Aku kaget sekali, sepedaku langsung oleng. cepat cepat kujaga keseimbangan, Aku tekan rem kemudian berhenti. Aku turun dari sepeda dengan gemetar, melihat kucing yang terkapar dijalan membuat aku ketakutan dan merasa bersalah. Aku berjongkok mengamati anak kucing yang masih kecil itu, nafasnya tersengal sengal menahan sakit. dengan cepat aku pungut lalu masukkan ke dalam keranjang sepeda yang ada di depan. Aku kayuh sepeda kencang kencang menuju ke rumah. Sepanjang jalan aku berdoa jangan sampai anak kucing ini mati, Aku takut sekali. Aku menyesal telah ceroboh hingga menyebabkan anak kucing ini kesakitan. sampai dirumah aku langsung menaruh sepeda di halaman belakang, lalu aku angkat kucing kecil itu dari dalam keranjang. Bergegas aku masuk ke dalam rumah lalu menuang air minum kedalam tatakan gelas, Kemudian aku teteskan ke dalam mulut anak kucing. Tak ada reaksi, nafasnya pun sudah mulai lemah. Aku tak menyerah, sambil membuka mulutnya pelan pelan dengan jari, aku teteskan lagi air minum hangat sedikit demi sedikit. kutunggu hingga tertelan oleh anak kucing ini. Setelah habis dalam mulutnya aku teteskan kembali. Demikian berulang ulang hingga aku rasakan kucing ini sudah mulai melemah. Aku baringkan lagi anak kucing ini, kemudian mengambil kain baju yang sudah tak terpakai, Aku masukkan ke dalam kotak bekas sepatu. Lalu aku tidurkan kucing kedalamnya. Kucing ini sebenarnya bagus, bulunya lebat warna oranye seperti kulit jeruk satsuma, ekornya panjang melebihi panjang tubuhnya. Cuma sayang agak kurus dan kurang terawat. Aku yakin kucing ini tak ada pemiliknya Bulunya juga agak kusam karena debu. Untunglah waktu aku tabrak tadi tidak luka. Aku terus mengamati hingga akhirnya kucing itu tertidur. Aku angkat kotaknya, aku bawa kekamar dan aku masukan ke kolong tempat tidur. Aku pergi ke dapur menemui emak sambil membawa plastik plastik berisi tempat kue yang sudah kosong.
"mak Semua kue sudah aku ambil dari toko, semuanya sudah habis".
Emak menaruh kue apem dari loyang ke dalam kukusan diatas kompor Lalu menghampiriku.
"alhamdulillah Beberapa hari ini selalu habis Kalau begini terus, kita bisa menabung untuk membelikan sepatu baru buat kamu".
"sepatu rio kan belum robek mak".
Jawabku sambil memberikan uang kue itu.
"iya, tapi kamu butuh sepatu cadangan, supaya kalau robek tidak kelabakan Kalau ada dua kan kamu bisa ganti ganti, jadi lebih awet".
Tukas emak sambil duduk di kursi makan kayu peninggalan almarhum ayah, Kursi dan meja makan itu dulu ayah membuatnya sendiri. Emak menghitung uang yang aku berikan tadi Wajahnya berbinar binar.
"mak ada nyimpan ikan asin nggak?".
Tanyaku takut takut.
Emak menatapku sedikit heran.
"untuk apa nak Kamu lagi pengen makan ikan asin ya? Ada sih..., tapi belum di goreng Nanti kalau sudah selesai bikin kue, emak goreng buat kamu...!".
"terimakasih ya mak Ikannya di mana biar rio goreng sendiri, Rio kan lagi santai juga".
"bener nih mau goreng sendiri, nggak takut keciprat minyak goreng panas?".
Tanya emak kurang yakin.
"ya iyalah mak Masak rio nggak bisa goreng ikan asin, Mak ini ada ada saja... Mana ikan asin nya mak?".
Aku tertawa mendengar kata kata emak. Sebenarnya aku mau memberi makan kucing malang yang baru aku tabrak tadi, Aku tak tega melihat tubuhnya yang kurus.
"tuh di gantung di dinding, dalam plastik krese warna hitam yang ada di rak bumbu...!".
Tunjuk emak ke arah dinding yang ia maksudkan. Aku menyalakan kompor yang satunya lagi, kemudian memanaskan minyak goreng dalam wajan berukuran sedang. aku ambil ikan asin dalam plastik yang digantung di dinding, aku masukkan ke dalam minyak goreng panas. bau harum ikan asin langsung memenuhi dapur yang sempit ini. setelah matang aku angkat.
Emak sedang ke halaman belakang, mengambil daun pisang yang sengaja ditanam disana. Sambil melihat lihat keluar, aku mengambil mangkuk kecil tempat air kobokan, aku isi dengan nasi sedikit lalu aku campur dengan ikan asin hingga rata. Aku bawa kekamar. Aku berjongkok mengambil kotak dalam kolong ranjang, ternyata kucing kecil itu masih tidur, aku letakkan mangkuk ke dalam kotak kemudian aku taruh lagi kotak itu dibawah kolong. Kemudian kembali ke dapur untuk mencuci tangan. Emak sedang meraut daun pisang untuk membuang tulangnya yang keras.
"sudah selesai makannya nak, kok cepat sekali?"
Tanya emak dengan heran, aku tak menjawab cuma tersenyum lirih, aku tak tega membohongi emak apalagi hanya masalah kucing, emak paling marah dengan kebohongan, lebih baik diam.
"mak, rio mau main dulu ya Nggak lama kok, cuma cari angin sebentar".
Aku minta ijin sama emak.
"main saja rio, kalau ketemu yuk tina dijalan, kamu suruh pulang, bilang emak minta tolong piring piring kotor yang dibelakang belum dicuci, nanti keburu ayam ayam tetangga yang mencucinya".
Kata emak sambil membakar daun pisang diatas bara, supaya layu Jadi kalau digulung tidak bakalan pecah.
"ih Emak bisa aja Masak ayam bisa cuci piring sih"
Aku tertawa geli mendengar kata kata emak tadi.
"tuh Dengar aja bunyinya Prang Prong Dibelakang itu, pasti ayam ayam sedang cuci piring, cuma kalau ayam yang nyuci dijamin bakalan banyak yang pecah nggak karuan Sudah sana buruan kamu susul dulu yuk tina Sebelum piring piring itu pecah diserbu ayam".
"oke mak Rio cabut dulu".
Teriakku sambil berlari keluar.
Biasanya yuk tina nggak jauh jauh, paling cuma kerumah sari teman sekolahnya, Rumah sari nggak jauh dari rumahku paling cuma berjarak delapan rumah. Benar dugaanku, yuk tina memang berada dirumah sari, ia sedang main biji saga.
"yuk....! Ayuk tina Dipanggil emak disuruh pulang cuci piring tuh....!".
Teriakku dari depan rumah sari, Yuk tina yang sedang asik main saga langsung menoleh melihatku, matanya agak melotot mungkin ia malu.
"iya... iya...nggak usah teriak teriak napa..?".
Jawabnya sedikit kesal. Aku nyengir lalu berlalu dari rumah sari sambil menahan ketawa,
Biarin aja dia malu sama teman temannya, kebiasaan...... tugas belum selesai udah kelayapan. aku berjalan kaki menuju ke rumah dodi, teman sekolahku waktu aku masih sekolah dasar dulu. Biasanya jam segini dodi sibuk dengan ayam-ayam peliharaannya. Aku memasuki pekarangan rumahnya yang dipagari tanaman bonsai, yang buahnya seperti setangkai anggur tapi berwarna kuning. Aku langsung saja berjalan melewati samping rumahnya, menuju ke halaman belakang, dimana kandang ayam dodi berada. Benar saja dugaanku dodi sedang berdiri menaburkan jagung ke tanah. Aku hampiri dia pelan pelan.....
"DORR"
"eh...... Monyot ........monyot eh.... monyot....!"
"ha..ha..ha..ha..ha..ha"
Aku tertawa ngakak melihat dodi yang latah karena kaget
"sialan lo rio Bikin jantung gue mau lepas aja"
"kayak nenek nenek jaman dulu aja pake latah segala"
Kataku sambil mengambil segenggam jagung lalu aku taburkan ke tanah, Ayam ayam langsung mematuknya. dodi menggantung plastik berisi jagung ke dinding kandang ayam Kemudian mengajak aku berteduh dibawah pohon jambu. Ada bangku panjang tanpa sandaran dari kayu, Aku mengikuti dodi duduk dibangku itu.
"kamu mau ngopi nggak?".
Tanya dodi.
"boleh Kalau nggak ngerepotin".
"oke tunggu sebentar".
"jangan lama lama Ntar aku pulang".
"iya Sabar sedikit".
dodi cemberut.
"buruan...!".
aku sengaja menggoda dodi, soalnya anak ini sangat lucu, mudah kaget, sedikit agak kecewek cewekan. Tapi anaknya sangat kocak dan membuat aku terhibur. dia rajin, Suka membantu ibunya membereskan rumah. dodi juga sering jualan tapi bukan kue, ia jual jambu yang ditusuk dengan lidi kelapa, nangka, kadang kadang jual buah rumbia, aku merasa cocok berteman dengannya. Aku tak mengerti kenapa teman teman yang lain seperti menjaga jarak dengan dodi. Sering mereka mengata ngatai dodi dengan sebutan yang menyakitkan hati "bencong". bagaimanapun dodi, apapun keadaan dia aku tak pernah ikut-ikutan mengatai dia bencong. Sambil menunggu dodi membuat kopi, aku memanjat pohon jambu air yang lagi berbuah lebat, jambu berwarna merah ranum membuat air liurku terbit. Aku memanjat dan meniti dari dahan ke dahan. Jambu jambu yang bergelantungan aku petik satu persatu lalu aku masukkan ke dalam bajuku hingga perutku terlihat lebih gendut. Setelah terasa berat aku turun. Sampai di tanah, aku mengeluarkan jambu jambu dari dalam bajuku. dodi kembali dengan membawa dua gelas kopi, ia letakkan diatas bangku Kemudian menghampiriku

Pelangi Di Langit BangkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang