7. Wanita Yang Mencurigakan

583 19 0
                                    

Aku betul betul tak tahu harus mengatakan apa lagi, semua ini benar benar tak aku sangka, mendapatkan seragam sekolah yang baru, tak sedikitpun terbayangkan akan secepat ini, aku memang sudah menabung agar bisa membeli sepatu dan baju, tapi jumlahnya masih terlalu jauh untuk cukup membelinya saat sekarang.

Erwan memang sahabat yang baik, tak kukira ternyata mamanya juga baik, tak seperti orang kaya yang ada di film film selalu jahat. Aku masukan kembali tas, baju, celana dan ikat pinggang ke dalam plastik, kemudian aku jadikan satu dengan bungkusan kotak sepatu. Berkali kali aku mengucapkan terimakasih pada erwan dan mamanya.

"tante cuma berharap, kamu lebih tekun lagi belajar, dan tak bosan bosan membantu erwan, karena tante percaya dengan kamu... Semenjak akrab denganmu, erwan jadi bagus nilai nya di pelajaran..". Ujar mama erwan lembut sambil memegang bahuku. Aku menganggukan kepala perlahan, aku tak tahu harus ngomong apalagi.

"silahkan kalau mau ke kamar lagi, tante juga mau mandi dulu... Sering sering lah main kesini temani erwan, dirumah ia kesepian, kalian berdua bisa belajar bersama sama disini..pokoknya tak usah sungkan sungkan... Tante senang kalau erwan mendapatkan teman yang bisa mengarahkannya menjadi lebih baik..". Mama erwan menutup pembicaraan lalu berdiri dan berjalan menuju ke kamarnya.

Erwan mengajak aku kembali ke kamarnya, sekarang sudah jam setengah lima sore, aku tak bisa terlalu lama pulang, soalnya belum mandi. Didalam kamar erwan, aku bertanya kenapa sampai mama erwan memberikan padaku alat alat itu, erwan menjelaskan kalau mamanya memang sering ikut program orang tua asuh, jadi sudah terbiasa membagi bagikan pada orang orang kurang mampu perlengkapan sekolah.

Tapi biasanya yang ia bantu adalah anak anak yang masih di sekolah dasar. Erwan yang meminta pada mamanya untuk memberikan padaku baju sekolah ini.. Kembali aku mengucapkan terimakasih pada erwan. Sampai jam lima aku bersama erwan mengobrol dikamarnya, kemudian aku pamit pulang, erwan menyuruh aku menunggu sebentar, ia keluar kamar dan kembali lagi tak lama kemudian sambil membawa bungkusan berisi sosis yang tadi ia suruh pembantunya membungkusnya untuk aku bawa pulang. Lalu ia mengantarku keluar kamarnya, tak lupa aku pamitan juga pada mama erwan menyalaminya dan mencium tangannya.
Mama erwan menyuruh sopirnya mengantarku pulang, sebenarnya aku sudah menolak dan memilih untuk pulang berjalan kaki, tapi erwan dan mamanya tetap memaksa. Akhirnya aku pulang dengan diantarkan oleh sopirnya keluarga erwan. Sampai dirumah aku turun, kemudian mengucapkan terimakasih pada sopir erwan, sopirnya mengangguk sambil tersenyum kemudian pulang kembali kerumah erwan. Aku masuk kerumah sambil mengucap salam. Emak yang sedang duduk menjahit rok yuk yanti, menjawab salamku.
"apa itu nak..?". tanya emak saat melihat bungkusan yang aku bawa.
"ini mak, aku dikasih peralatan sekolah sama mama erwan...". jawabku sambil meletakkan bungkusan diatas meja. Emak menatapku agak heran kemudian ia membuka bungkusan itu. Mengeluarkan kotak sepatu dan baju baju yang aku bawa.
"wah banyak sekali nak.. Subhanallah, beruntungnya kamu... Kok mereka sampai bisa memberikan kamu semua ini gimana ceritanya..?". tanya emak sedikit penasaran. Kemudian aku menceritakan semua kepada emak. Emak mendengarkan dengan penuh perhatian.
"kamu bilang terimakasih nggak sama mereka nak?".
"tentu saja mak.. Nggak mungkinlah rio nggak berterimakasih.."
"baik sekali ya mereka, semoga kebaikannya diberi pahala yang setimpal oleh allah...". gumam emak sambil memegang sepatu baruku itu.
"oh ya mak, rio juga bawa sosis goreng untuk emak, emak loh mak, tadi erwan kasih untuk aku bawa pulang.". aku memberikan bungkusan yang lebih kecil kepada emak.
"kamu udah mandi belum, mandi dulu sana.. Bawa perlengkapan sekolah mu ini ke kamarmu, nanti setelah itu kita makan sama sama...!". ujar emak sambil mengambil bungkusan yang aku berikan.
"iya mak.. Rio memang belum mandi, rio mandi dulu ya mak..". kataku sambil memasukan peralatan sekolahku ke dalam kantong plastik lalu membawanya kekamar. Setelah itu aku mengambil handuk, kemudian aku mandi. Selesai mandi aku sholat magrib, setelah itu makan malam bersama emak, yuk yanti dan yuk tina. Kami makan dengan lauk telur dadar, sayur asem serta sosis goreng.
"sering sering aja kamu main kerumah temanmu itu dek.. Biar kita sering makan sosis...". kata yuk yanti sambil bercanda.
"hus.. Nggak boleh begitu.. Kita tak boleh memanfaatkan kebaikan orang lain...". emak menasehati kami.
"tapi rio kan nggak minta, mereka yang ngasihnya.. Lagipula aku tahu kalau mereka itu orang kaya.. Kakaknya erwan kan sekolah di smu yang sama denganku, cuma dia udah kelas tiga..". kata yuk tina sambil menggigit sosisnya dengan lahap.
"emak tahu, tapi kita juga tak baik kalau bertujuan mengemis, rio kan berteman akrab dengan erwan, ia tak pernah meminta, tapi sebagai teman yang baik, erwan mengerti akan keadaan rio, dia membantunya, itu lah yang dinamakan sahabat sejati.. Rio juga harus bisa membalas kebaikan erwan.. Kalau erwan ada kesulitan dalam pelajaran mesti rio bantu juga...". jelas emak panjang lebar.
"iya mak, itu pasti kok.. Walaupun nggak dikasih semua ini, rio tetap akan membantu erwan kok mak..". jawabku sambil menuang sayur asem ke dalam piringku.
"besok kamu pake seragam baru pasti lebih ganteng ya dek..". ujar yuk yanti. Aku tersenyum mendengar kata kata kakak sulungku ituselesai makan, yuk yanti membereskan meja dibantu oleh yuk tina. Aku kembali ke kamar, mengambil bungkusan berisi seragam sekolahku yang baru yang aku taruh diatas tempat tidur.
Aku buka plastik pembungkus baju, sebuah kemeja putih berbahan halus, dengan hati hati aku lepas kancingnya satu persatu, kemudian aku pakai. Begitu pas ditubuhku, kemudian aku buka plastik pembungkus celana biru tua dari bahan dril yang bagus dan tebal. Ku lepaskan celana hawaiku kemudian aku memakai celana sekolah baruku. Bagus sekali, seperti celana yang dipesan di tukang jahit. Pintar sekali erwan memilihnya. Seragam sekolah ini membuat aku jadi terlihat tak lusuh lagi, rasanya tak sabar menunggu pagi datang. Ke sekolah dengan seragam yang baru. Kurang puas, aku pakai sepatu dan kaus kaki serta ikat pinggang pelengkapnya. Aku pandangi penampilanku didepan cermin. Terlihat bagai anak gedongan, ternyata baju bisa sangat membuat seseorang itu terlihat begitu beda. Aku benar benar pangling seolah tak percaya bayangan yang ada didepanku itu aku.
Aku berputar putar didepan cermin, mematut diri.
"ceileee....yang seragamnya baru.... Udah nggak sabar lagi make nya nih....!!". terdengar suara yuk yanti di belakangku, aku menoleh dengan malu, seolah maling tertangkap basah, mukaku jadi memerah, entah sejak kapan emak, yuk yanti dan yuk tina melihatku bergaya didepan cermin seperti ini. Kenapa aku bisa lupa menutup pintu. Mereka menghampiriku, emak mengusap rambutku dengan sayang.
"gagah sekali kamu nak... Baju itu pantas sekali kamu pakai..". kata emak dengan terharu.
"apa ayuk bilang, adek pasti ganteng pakai baju barunya... Beneran dek, kalau pakai seragam itu, adek kelihatan seperti anak orang berada..". puji yuk yanti sambil tersenyum lebar.
"coba aku juga bisa pake baju kayak kamu rio.. Beruntung sekali kamu... Bisa dikasih seragam selengkap itu..". tambah yuk tina sambil menatapku dari atas hingga ke bawah. Aku jadi makin tersipu.
"eh sudah isya.. Emak mau sholat dulu.. Kalian juga jangan lupa sholat, jangan menunda nunda waktu sholat, nggak baik..." ujar emak saat mendengar azan berkumandang di masjid. Yuk yanti dan yuk tina keluar dari kamarku bersama emak, aku mengganti kembali seragam ku dengan baju rumahan. Saat keluar kamar, aku menabrak yuk yanti yang baru saja dan wudhu sedang berjalan tepat di depan pintu kamarku. Ia terkejut..
"eh adek... Jalan itu hati hati dong dek...". nasehatnya sedikit kesal karena aku tabrak tadi. Aku buru buru minta maaf.
"maaf yuk nggak sengaja soalnya tadi aku nggak tau kalau ada ayuk.."
"ya sudah..lain kali hati hati...". Gerutu yuk yanti sambil kembali ke belakang. Aku mengikutinya, ternyata yuk yanti kembali ke kamar mandi dan mengambil wudhu lagi, aku jadi bingung, aku kan adiknya, kenapa yuk yanti ngambil wudhu lagi.. Dalam keluarga itu, saudara laki laki tak membatalkan wudhu, demikian juga saudara perempuan tak membatalkan wudhu saudara laki lakinya. Itu dinamakan muhrim. Aku cuma diam saja berdiri disamping pintu kamar mandi menunggu yuk yanti selesai.
Yuk yanti keluar dari kamar mandi, aku tak bertanya kenapa dia mengambil wudhu lagi. Apakah yuk yanti tidak tahu tentang hukum muhrim itu. Aku masuk ke kamar mandi mengambil wudhu dengan hati yang masih bertanya tanya. Selesai sholat, aku ke dapur bergabung dengan emak, dan kedua kakak perempuanku. Aku membantu mereka membungkus ketan dengan daun pisang. Emak menaruh abon ikan ke dalam ketan, sedang yuk tina dan yuk yanti membungkusnya. Aku membantu menusukan lidi ke ujung ujungnya agar daun pisangnya nggak terbuka.
"kamu nggak ada PR rio.. Kalau ada mendingan kamu kerjakan dulu...". emak bertanya sambil menyusun ketan yang sudah selesai di bungkus ke dalam kukusan.
"nggak mak.. Nggak ada.. Habis ini aja aku belajar.."
"dek, kaus kaki adek kan ada dua... Untuk ayuk ya satu..". kata yuk tina sambil tersenyum manis padaku. Dasar ayuk ku satu ini, kalau ada maunya aja pasti senyum senyum gitu.. Tapi nggak apa lah.. Aku kasih kaus kakiku satu untuk yuk tina, soalnya kalau nggak aku kasih, pasti emak yang akan kena imbasnya, yuk tina pasti akan meminta beli sama emak.
"boleh yuk.. Tapi yang agak panjang aja ya.."
"makasih ya.. Adek ku ini memang adek paling baik diseluruh dunia..". yuk tina memeluk aku erat erat karena kesenangan.
"eh ayuk... Udah dong yuk.. Norak ah..". aku gelagapan karena jengah, jarang jarang yuk tina memeluk aku seperti ini, kami berdua memang lebih sering berantem, yuk tina yang keras kepala sering marah marah kalau perhatian emak kepadaku agak lebih.. Aku senang bisa membuat yuk tina gembira.
"kamu ini tin,.. Selalu aja nggak mau ngalah sama adek..". tegur emak menggeleng gelengkan kepala melihat yuk tina.
"ih emak cerewet amat sih, rio aja nggak kenapa napa aku pinta kaus kakinya, lagian sesama saudara itu kan harus saling membantu... Tul nggak dek...?". canda yuk tina sambil mengedip mata padaku.
"iya.. Mak gak apa apa mak.. Lagian rio kan masih punya kaus kaki baru mak, kalau mau ganti kan masih ada yang lama...".
"kalau memang begitu ya terserah kamu nak, yang penting kalian akur itu yang bikin emak bahagia..". tambah emak sambil tersenyum pada kami. Aku berdiri karena telah selesai. Yuk yanti membawa wadah kue ke atas meja. Baru saja aku mau ke kamar, tiba tiba pintu depan ada yang mengetuk, terdengar suara seorang perempuan memberi salam. Emak membuka pintu, seorang perempuan sebaya emak berdiri didepan pintu tersenyum lebar, tiba tiba wajah emak langsung berubah pucat pasi.
"mega..!". desis emak seolah olah sedang melihat hantu.."
"apa kabar yuk leni... Maaf ganggu malam malam..!". sapa ibu itu dengan tenang, entah kenapa aku seperti kurang suka melihatnya. Dari dandanannya yang agak menor bagai baru pulang main lenong.
"ma...m..masuk ke dalam dik.. Sama s..siapa kesini...?"
"sendirian yuk.. Suami aku lagi sibuk..". jawab ibu itu sambil melangkah masuk kedalam rumah, emak minggir sedikit memberi ruang pada ibu itu untuk masuk.
"silahkan duduk dik.. Mega..maaf rumah ini berantakan... Belum sempat beres beres...". masih dengan suara yang terbata bata emak mempersilahkan ibu itu duduk.
"maaf ya datang tanpa memberi kabar.. Soalnya aku benar benar tidak bisa menahan lagi...". ujar ibu itu sambil duduk dikursi tamu. Matanya mengitari isi ruangan tamu rumah kami yang standard. Aku mengintip dari balik tirai kamarku dengan penasaran, kenapa emak sepertinya kurang suka melihat ibu itu.
"maaf aku tinggal ke dalam sebentar ya dik..". kata emak, ibu itu menganggukan kepalanya, tapi ekspresi wajahnya seperti orang yang sudah tak sabar untuk mengutarakan sesuatu. Emak berjalan ke dapur, sekilas emak memandangku yang sedang mengintip, lalu emak menemui yuk tina. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi setelah itu yuk tina masuk ke kamarku.
"dek.. Temani ayuk sebentar, kita kerumah teman ayuk, mau pinjam buku pelajaran untuk bikin PR.. Ayuk takut sendirian malam malam gini...".
ajak yuk tina, aku menatap yuk tina dengan heran, aneh sekali, kenapa tiba tiba yuk tina minta di temani kerumah temannya, padahal biasanya ia paling malas kalau harus berjalan bersama sama denganku.
"ayuk aja pergi sendiri... Aku lagi malas keluar nih.,". aku menolak, karena aku mau tau apa maksud ibu yang asing itu datang kemari hingga membuat emak jadi ketakutan begitu.
"nggak usah banyak alasan... Ayo temani ayuk..!". paksa yuk tina sambil menyeret tanganku keluar dari kamar. Terpaksa aku mengikutinya walaupun agak sebal. Aku keluar dari kamar sambil memandangi ibu itu, saat melihatku ia berdiri dan agak tercengang.. Yuk tina mempercepat langkahnya sambil terus menyeret tanganku membuat aku nyaris menabrak meja pendek disamping pintu menuju ke dapur.
.
"yuk.. Katanya mau ketempat teman.. Kok lewat dapur sih.."
protesku kesal, yuk tina bertingkah aneh seperti ini.
Di dapur aku melihat emak sedang berbisik dengan yuk yanti yang sedang mencelup teh kedalam cangkir. Mereka berdua langsung diam waktu melihatku. Ini membuat aku jadi semakin curiga. Pasti ada apa apanya. Yuk tina menarik tanganku lewat pintu dapur, kemudian keluar rumah.. Setelah di jalan baru ia melepaskan pegangannya.
"kenapa sih yuk.. Kayak orang gila.. Siapa ibu itu yuk..?". aku bertanya sambil mengikuti yuk tina yang berjalan seperti orang mau mengambil gaji.
"teman lama emak dek.. Ayuk juga nggak tau.. Tadi emak yang bilang.. Ayo buruan ntar teman ayuk keburu tidur..". jawab yuk tina. Kami berjalan melewati jalan gelap yang banyak ditumbuhi pepohonan, tak jauh dari situ ada pekuburan. Karena sudah sering lewat disini aku dan yuk tina sudah terbiasa. Walaupun gelap kami sudah hapal dengan jalan. Rumah teman yuk tina sudah terlihat, pintunya masih terbuka. Aku dan yuk tina berjalan mendekat kemudian yuk tina mengetuk pintu sambil mengucap salam. Rini teman yuk tina sedang duduk diatas lantai, sepertinya sedang membuat pekerjaan rumah, buku buku berserakan dilantai, rini menoleh melihat kami, kemudian ia berdiri menyuruh kami masuk. Aku dan yuk tina masuk ke dalam rumah rini.
"ada apa tin, tumben malam malam kesini..?". tanya rini kembali duduk di lantai. Yuk tina berjongkok disamping rini.
"pinjam buku akutansi dong, aku lupa soal soal yang harus dikumpulkan besok, catatanku tertinggal di mejaku..". kata yuk tina. Rini meletakkan penanya diatas buku tulis.
"loh.. Bukannya udah kamu masukkan ke dalam tas, aku lihat sendiri..". jawab rini dengan heran..
"kamu itu salah lihat.. Yang aku masukkan itu buku lain.. Ayo lah rin, pinjam dong bukunya.. Mampus aku kalo sampai lupa ngumpulnya besok..". kilah yuk tina ngotot.
"tunggu sebentar aku ambilin dulu bukunya di kamar.. Kamu itu ceroboh banget tin.. Buku sampe ketinggalan di sekolah..". gerutu rini sambil berdiri lalu berjalan masuk ke kamarnya. Yuk tina menoleh melihatku, aku cemberut. Yuk tina langsung melengos pura pura membalik balik buku pelajaran punya rini. Aku duduk di kursi tamu, tak lama rini keluar dari kamarnya sambil memegang sebuah buku yang berukuran agak besar dan tebal.
"ini tin, jangan sampai lupa ya dibawa ke sekolah besok..". rini memberikan buku itu pada yuk tina. Aku berdiri menunggu yuk tina, aku tak sabar ingin pulang, soalnya aku mau tau siapa sebenarnya ibu yang datang kerumah kami itu.
"tugas kita itu di halaman berapa rin, aku lupa..". yuk tina bertanya dengan santai sambil membalik balik buku akuntansi itu.
"halaman 37 bab 12, menghitung hari buku.. Ada soal yang diakhir bab itu, semuanya ada 15 soal..". jawab rini sambil terus menulis. Entah kenapa aku merasa yuk tina sengaja mengulur ulur waktu agar bisa lebih lama disini. Aku duduk lagi dengan sebal. Memandangi mereka yang asik membahas soal soal. Hingga jam setengah sepuluh baru yuk tina pamit untuk pulang.
"makasih ya rin, aku tadi sempat kebingungan dirumah.. Untung kamu ada buku ini.. Aku pinjam dulu ya.. Makasih ya rin, kami pulang dulu..". kata yuk tina sambil berdiri. Rini mengantar kami hingga ke pintu.
"adek tunggu dong...!". jerit yuk tina saat kami melewati pekuburan yang gelap dan banyak pohon besar. Cahaya bulan sabit yang redup membuat suasana terasa sunyi.
"buruan jalannnya... Jangan kayak pengantin..!". gerutuku sedikit kesal, aku ingin cepat cepat sampai dirumah, aku masih penasaran kenapa sepertinya emak bertingkah agak aneh tadi. Yuk tina mempercepat jalannya menyusulku. Dingin sekali udara malam ini, sepertinya akan turun hujan, karena aku lihat langit ditutupi awan, mana angin bertiup agak kencang. Keheningan malam ini cuma terisi suara nyanyian kodok serta gemerisik langkah kakiku dan yuk tina. Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai dirumah, emak dan yuk yanti sedang duduk didepan teras. Sepertinya mereka sedang menunggu kami.
"emak kok diluar sih... Kan banyak angin mak.. Nanti masuk angin..". ujarku sambil menghampiri emak mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"emak baru aja mau menyusul kamu dan tina, kok lama sekali sih.."
"itu yuk tina tuh... Sibuk ngobrol sama temannya.. Gak tau temannya lagi sibuk belajar..". aduku dengan sebal pada emak. Yuk tina melotot melihatku, aku pura pura tak melihatnya. Biarin aja ia mau melotot sampai keluar kedua biji matanya. Kami masuk ke dalam rumah, yuk yanti mengunci pintu setelah kami semua berada di dalam. aku duduk dikursi ruang tamu, kursi yang sudah ada sebelum yuk yanti lahir. Busanya sudah memadat dan kainnya pun sudah kusam.
"siapa ibu ibu tadi itu mak..?" aku bertanya cepat cepat karena kulihat emak mau masuk ke dalam kamarnya. Emak yang sedang berjalan langsung berhenti kemudian menoleh padaku.
"bukan siapa siapa rio, cuma teman lama emak waktu masih sekolah dulu... Kenapa memangnya nak..?. Jawab emak agak heran, namun aku bisa melihat kalau emak agak gugup dan suaranya terdengar sedikit bergetar.
"nggak apa apa mak.. Cuma nanya aja.. Soalnya rio lihat emak kayak nggak suka sama ibu itu...". aku mengatakan apa yang aku pikirkan. Emak tersenyum dengan sabar, lalu menghampiriku dan duduk disampingku.
"rio.. Emak tak pernah membenci atau tak menyukai orang lain tanpa sebab... Mungkin itu cuma perasaanmu saja nak.. Perempuan itu memang benar benar teman lama emak yang sudah lama tidak bertemu, datang dengan wajar sebagai teman yang kangen sudah lama tak bertemu...". emak menjelaskan dengan sabar, sebenarnya aku belum puas dengan jawaban emak, tapi aku tak mau membuat emak jadi sedih, aku tahu ada yang emak sembunyikan. Tapi aku tak boleh memaksa, biarlah nanti waktu yang akan menjelaskan apa yang jadi pertanyaan dalam hatiku.
"sudah larut nak.. Tidur sana.. Besok sekolah.. Kamu mau pakai baju baru kan...". aku melihat ke jam dinding, sudah hampir jam sebelas. Aku mengangguk angguk dan berdiri, kemudian ke kamar mandi, cuci muka dan gosok gigi.. Setelah itu aku kekamar dan tidur.
Sambil berbaring aku merenungkan kembali kejadian tadi, perempuan itu datang dengan memasang wajah angkuh, aku tak suka melihatnya, tapi aku seperti merasa telah mengenalnya. Entah kenapa aku seakan akan tak bisa melupakan wajah perempuan itu. Apakah emak punya hutang yang belum bisa dibayar, hutang lama pada perempuan itu. Kalau memang benar begitu, kasihan emak, pasti begitu kebingungan sekarang, aku tahu emak tak punya uang banyak apalagi tabungan. Aku juga tak tau harus membantu bagaimana.

Pelangi Di Langit BangkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang