"keringkan dulu badanmu nak, buka dulu baju yang basah ini, nanti kamu sakit...kasian kamu, kehujanan subuh subuh begini..". kata emak dengan cemas melihat aku basah kuyup dan menggigil.
"makasih mak.. Maafkan rio ya mak.. Rio udah bikin emak susah....". aku membuka baju lalu meletakkanya di lantai, sungguh aku merasa menyesal telah membuat emak kuatir.
"sudahlah nak, jangan dipikirkan lagi, yang penting sekarang kamu tak apa apa..emak kuatir mikirin kamu...".
"rio nggak bermaksud menyusahkan emak, rio sayang sama emak, tapi rio tak mau pergi dari rumah ini.. Rio mau tinggal sama emak.. Tolong mak.. Jangan suruh rio pergi dari sini, rio sayang sama emak, rio tak akan menyusahkan emak, rio janji mak.. Biarlah rio makan sekali sehari, tolong mak.. Jangan berikan rio sama ibu itu... Rio akan bantu emak jualan kue. Biarlah rio tak usah sekolah, rio tahu kalau itu hanya menambah beban emak... Rio ikhlas tak emak kasih jajan, yang penting emak izinkan rio tinggal sama emak...". aku terisak isak dibahu emak. Emak tak menjawab apa apa, hanya air mata yang melinangi wajahnya, emak menatapku dengan sendu, terbayang penderitaan yang sama dengan yang aku rasakan.
"mak kenapa diam...jawab mak, rio tak mau kehilangan emak...". aku meratap mengharapkan emak menjawab walau hanya sepatah kata "iya" atau "tidak". namun emak hanya diam saja sambil terus mengusap usap punggungku. Sementara itu yuk yanti kembali sambil membawa baju gantiku.
"nih mak bajunya...". yuk yanti mengulurkan baju kaus dan celana pendekku yang terlipat rapi di tangannya.
"tina mana yanti?... Kok ngambil handuk gini lamanya, kasihan adikmu udah menggigil kedinginan dari tadi, tiap kali disuruh selalu lama..!!". kata emak sedikit kesal.
"loh... Dari tadi ia belum balik juga, emangnya dimana ia ngambilnya, di jakarta ya?." Yuk yanti keheranan.
"coba kamu aja yang ambil.!!". perintah emak, aku menegakan badan sambil menggeletar kedinginan.
Yuk yanti langsung menyusul yuk tina kedapur. Tiba tiba aku merasa sesuatu yang hangat sedang menjilati kakiku, aku merunduk ke bawah, rupanya si merah yang menjilatinya, aku angkat si merah ke pangkuanku, kuelus elus bulunya yang tebal dan lembut, seolah olah mengerti dengan kesedihan dalam hatiku, si merah tak meronta, dengan jinak ia menyelusupkan kepalanya di sela sela tanganku, menjilati tanganku yang berkerut karena dingin. Tak lama kemudian yuk yanti dan yuk tina keluar dari dapur menghampiri aku dan emak sambil membawa handuk biruku.
"nih dek, keringin badannya... Ntar keburu sakit..!". perintah yuk yanti sambil memberikan handukku. Segera aku ambil, karena memang aku sudah tak tahan lagi kedinginan, ku buka bajuku yang basah lalu ku lap dengan handuk seluruh tubuhku hingga kering. Setelah berganti dengan baju dan celana kering, rasanya lebih nyaman, tak lagi menggigil, sementara itu yuk tina, yanti dan emak cuma mengamati aku seolah olah aku orang asing dirumah ini.
"sekarang tidurlah dulu nak... Istirahat dulu, sudah jam empat subuh...!". emak berangkat dari duduknya, tersenyum padaku dengan senyum lemah, seolah dipaksakan.
"mak.. Boleh rio tidur sama emak nggak?". tanyaku ragu ragu. Emak menatapku seolah olah barusan yang kukatakan tadi itu kata kata terlarang.
"kenapa mak.. Rio nggak boleh tidur bareng emak malam ini mak?". aku mengulangi pertanyaanku pada emak untuk meyakinkannya lagi. Seolah baru tersadar, emak tersentak, kemudian buru buru tersenyum padaku.
"tumben rio mau tidur bareng emak..."
"boleh ya mak?". tanyaku agak ragu karena melihat ekspresi wajah emak yang bimbang.
"boleh nak, kamu tidurlah dulu nanti emak nyusul." Mendengar kata kata emak, aku senang sekali.
"aku juga tidur sama emak ya..". tiba tiba yuk tina membuka suara.
"aku juga ya mak..!". yuk yanti ikut ikutan. Emak memandangi kami semua, kemudian tersenyum dan menganggukan kepala.
"baiklah, kita tidur bersama sama hari ini....". ujar emak, lalu bertiga aku dan kedua ayukku ke kamar emak. Saat berbaring aku merasa ada yang lain dalam hatiku, suatu perasaan yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata kata, aku merasa seolah olah ini adalah kali terakhir aku bisa menikmati saat saat seperti ini. Yuk yanti dan yuk tina sudah tertidur, emak masuk dan langsung berbaring di sampingku, aku pura pura tidur, ku rasakan keningku dicium oleh emak. Setetes cairan hangat jatuh diatas keningku. Emak menangis..... Tapi tangisan tanpa suara. Entah karena memang aku sudah terlalu mengantuk, atau aku terlalu lelah, tak lama kemudian aku tertidur.
aku terbangun kesiangan, saat aku melirik jam dinding, ternyata sudah pukul sebelas siang, tubuhku menggigil tak karuan, kepalaku berdenyut denyut, kerongkonganku kering, pokoknya benar benar tak nyaman. Saat mau beranjak dari tempat tidur, tubuhku terasa begitu lemah, seolah olah kekuatanku menguap entah kemana, kupanggil emak, namun suaraku seperti tertahan dikerongkongan, hanya seperti bisikan parau yang keluar.
"mak... Emak..!"
aku terus memanggil emak, mau pingsan rasanya saking haus yang ku rasakan, mau berdiri tak bisa, pandanganku makin kabur. Untung saja emak mendengar, bergegas ia masuk ke kamar dan menghampiriku.
"ada apa nak..?". tanya emak dengan kuatir saat melihatku. Emak mendekatiku, kemudian meraba keningku, mata emak terbelalak.
"mak.... Haus....". ujarku dengan susah payah.
"astaga rio.. Tubuhmu panas sekali... Kamu demam nak...". emak terlihat begitu panik, buru buru ia menyelimutiku hingga sebatas leher. Kemudian emak keluar kamar, kembali lagi dengan membawa segelas besar air putih.
"minum dulu nak..". emak membantuku duduk, kemudian menempelkan bibir gelas ke mulutku, segera aku minum, namun air yang mengalir lewat tenggorokanku, seolah olah bagaikan duri yang menyakitkan. Langsung ku dorong kembali gelas itu, emak menatapku penuh tanda tanya. Aku cuma menggelengkan kepala dengan berat, seperti mengerti, emak langsung meletakkan gelas di atas sandaran dipan tempatku tidur. Lalu membaringkan aku lagi.
"tunggu sebentar nak, emak mau beli obat dulu ke toko.. Kamu jangan banyak bergerak dulu..". kata emak dengan cemas. Aku cuma mengangguk pelan. Emak meninggalkanku sendirian, sekitar sepuluh menit, emak kembali masuk sambil membawa mangkuk plastik berisi air dan saputangan handuk. Kembali emak membantuku duduk, memberikan sebutir obat padaku, aku menelan obat itu dengan bantuan emak serta segelas air. Kemudian aku baring lagi. Emak mengompres keningku. Aku memejamkan mata, rasanya otakku bagaikan tertusuk jarum, menarik nafas pun susah, bagaikan ada yang menekan dadaku serta menutup hidungku. Lama sekali emak terus mengompresku, hingga aku tertidur lagi. Aku terbangun karena mendengar suara ribut ribut yang berasal dari luar kamar, mungkin diruang tamu, suara yang sangat asing bagiku, selain suara emak dan ayuk ayukku. Seperti ada beberapa orang yang sedang memarahi emak, dengan susah payah aku berangkat dari dipan emak, aku berjalan walau terasa pusing dan pandanganku kabur, walau sulit, akhirnya aku bisa berjalan hingga pintu kamar. Dari balik tabir, ku melihat emak sedang menangis, sementara kedua ayukku memeluk emak, ibu yang waktu malam itu datang, ada disitu. Bersama dua orang lelaki dewasa.
"ayuk tak bisa menjaga anakku, kenapa sampai ia sakit seperti itu... Kenapa dibiarkan saja ia berhujan hujanan di tengah malam..!". teriak ibu itu dengan nada tinggi.
"kami juga sudah berusaha mencegahnya, tapi rio berlari sangat kencang, tina dan yanti sudah mengejarnya, namun mereka berdua tak bisa menyusulnya... Tolong jangan salahkan kami seperti itu mega....!". emak membela diri, sementara itu yuk tina tanpa rasa takut sedikitpun langsung berdiri dan berkacak pinggang, dengan emosi, yuk tina balik memarahi ibu itu.. Ibu yang aku tahu adalah ibu kandungku.
"bu.. Tolong sopan sedikit ya..!.. Ibu mana tahu dengan keadaan kami, ibu hanya tahu bersenang senang.. Sementara kami disini sedang ada masalah, gara gara kedatangan ibu.. Setelah ibumeninggalkan rio begitu saja tanpa kabar, sekarang seenaknya saja ibu mau mengambilnya... Apa ibu tak punya hati..?". tantang yuk tina berapi api dengan penuh emosi. Yuk tina memang agak temperamental, ia tak kenal takut, walaupun ia tahu orang itu lebih dewasa dan kuat, selama ia merasa benar, maka yuk tina tak akan gentar sedikitpun. Melihat perlawanan dari yuk tina, wajah ibu itu langsung berubah merah padam.
"hei..! Jaga mulutmu ya.. Pernah diajari nggak sama emakmu itu..?.. Kamu itu perempuan, apa kamu pikir bagus kelakuanmu itu?". balas ibu itu tak kalah sengit. Kedua pria yang bersamanya cuma duduk melihat tanpa bersuara sedikitpun. Kepalaku makin pusing, aku kasihan melihat emak yang cuma bisa diam, aku ingin membela emak, tapi aku tak bisa, karena entah mengapa aku merasa pandanganku makin kabur, dan tubuhku seolah melayang layang.
"emak selalu mengajari kami yang baik baik.. Tapi kami juga tak akan tinggal diam kalau ada yang menghina kami... Jangan ibu pikir mentang mentang ibu banyak duit, ibu pikir bisa seenaknya saja memperlakukan kami... Justru ibu itu yang tak sopan, datang ke rumah orang marah marah... Kayak orang tak berpendidikan...!". maki yuk tina makin meradang.
"tina cukup..!!, jangan tak sopan sama orang tua...". sela emak diantara isakannya.
"nah... Betul kan... Kamu memang anak tak tahu adat.. Emak kamu sendiri juga bilang kamu tak sopan... Dasar anak kurang ajar...". balas ibu itu dengan melecehkan. Yuk tina menatap emak dengan pandangan terluka, seolah olah kata kata emak tadi telah membuat ia sakit hati. Emak sepertinya sadar akan hal itu, buru buru emak membela yuk tina.
"mega.. Kamu yang harusnya sadar diri, jangan mentang mentang kamu merasa berada diatas angin, kamu jadi bisa memperlakukan kami seenaknya.. Ingat dulu, siapa yang datang ke kami, siapa yang meminta tolong dalam keadaan susah dulu, saat kamu tak punya apa apa.. Saat mertua kamu tak menerima kamu, kamu mengemis meminta belas kasihan pada kami, ingat mega..!!! Ternyata kami sudah menolong macan terluka, yang akhirnya menggigit kami... Kamu kira kamu sudah baik, kamu itu benar, kamu memang tak tahu terima kasih... Jangan kamu pikir mentang mentang kamu sudah punya banyak uang, sudah sukses, kamu bisa begitu saja memperlakukan kami dengan hina...!". semprot emak dengan emosi, membuat ibu itu terkejut, mungkin ia tak mengira kalau emak juga bisa berkata kasar.
"eh.. Yuk.... Berapa sih kerugian ayuk dulu.. Bilang saja berapa.. Aku bayar sekarang.. Aku juga terpaksa minta tolong sama kalian itu... Kalian pikir aku suka ya kalian tolong, kan dulu kamu juga yang memaksa aku tinggal dengan kalian... Sebelum pergi aku sudah bilang kalau aku akan kembali lagi untuk menjemput anakku.. Kenapa sekarang kalian malah marah marah... Seharusnya kalian senang, kalian itu sudah susah... Aku cuma mau membantu meringankan kesusahan kalian... Aku cuma mau mengambil rio kembali.. Dia itu anak kandungku, coba kalau ayuk yang berada pada posisiku sekarang... Apa yang ayuk rasakan.. Berpisah bertahun tahun dari anak kandungnya sendiri... Merasa bersalah karena telah meninggalkan anak sendiri, setiap hari cuma memikirkan apa nasibnya, apakah ia baik baik saja.. Sudah cukup makan belum... Apa ayuk begitu egoisnya.. Menyeret rio dalam kesusahan... Padahal ayuk tahu kalau aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik pada rio.. Memberikan pendidikan yang lebih baik untuknya... Apa ayuk tega melihat rio berjualan setiap hari.. Memakai pakaian jelek.. Tak mendapatkan uang jajan cukup, tak mempunyai apa apa... Ayuk jangan kuatir.. Setiap sen yang ayuk keluarkan untuk rio akan aku ganti semua.. Bahkan dua kali lipat dari itupun akan aku berikan... Aku tak mau bertengkar seperti ini, aku meminta rio baik baik, tapi kenapa kalian malah bersikap seperti ini..?". tantang ibu itu tak mau kalah. Aku muak sekali mendengarnya.. Kata kata ibu itu membuat aku merasa semakin tak menyukainya , malah aku menjadi bertambah benci kepadanya.
"ibu itu sadar apa pingsan sih... Ngomong itu dipikir dulu bu.. Jangan mencari cari kesalahan orang lain dong....!". timpal yuk yanti yang sedari tadi cuma diam, aku tahu yuk yanti pasti sangat kesal sekali, biasanya yuk yanti tak pernah seperti itu, yuk yanti sangat menghormati orang yang lebih tua. Mungkin yuk yanti sudah tak bisa lagi menahan rasa kesalnya saat mendengar kata kata ibu itu, yang tak bermutu sama sekali.
"eh.. Ini lagi mau ikut ikutan... Memang kalian itu tak sopan semua... Aku tak mau rio berada disini, bisa bisa nanti ia tumbuh menjadi anak yang tak sopan juga seperti kalian...". balas ibu itu makin meradang karena merasa di keroyok.
"kalau kamu tak memulainya mega, tak mungkin anak anakku tak sopan padamu, aku sangat mengenal anak anakku, biasanya mereka menaruh hormat pada orang yang lebih tua, tapi kelakuanmu sendiri tak bisa dikatakan sopan, padahal kamu itu sudah tua..!". emak membela yuk yanti, sambil memberi penekanan pada kata katanya itu. Kenapa sih hari ini bisa seperti ini, biasanya emak tak pernah seperti itu, aku sangat mengenal emak, beliau begitu baik, tak pernah aku melihat emak bertengkar dengan siapapun sebelumnya, emak sangat menjaga hubungannya dengan siapapun, bahkan tetangga tetangga disini mengenal emak begitu baik, emak tak pernah bergosip, daripada emak membuang buang waktu untuk mengurusi orang lain, emak lebih memilih membereskan rumah, ketimbang emak sibuk menceritakan kejelekan orang lain, emak lebih memilih sibuk membuat kue untuk dijual, emak juga tak pernah berlama lama belanja di toko, kalau cuma untuk bergosip dengan ibu ibu disini. Orang orang sudah tahu dengan karakter emak, justru mereka menaruh hormat pada emak. Mereka segan, walaupun kami tak punya banyak uang, tetangga disini sangat menghargai emak.
"yuk.. Saya malas bertengkar, saya cuma mau meminta anakku kembali dengan baik baik.. Saya rasa ayuk sudah cukup puas bisa merawatnya selama ini, sekarang giliran saya yang ingin merawatnya... Saya ingin anak saya menjadi orang yang berhasil, apa ayuk bisa menjamin bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya, sementara keadaan ayuk seperti ini, untuk makan saja ayuk mesti kerja mati matian membanting tulang, ku mohon ayuk pikirkan lagi, jangan egois, ini semata mata demi masa depan rio.. Kalau ayuk berpikir, pasti ayuk tahu kalau kata kataku ini benar.. Aku ingin kita baik baik.. Percuma bertengkar yuk.. Tak akan menyelesaikan masalah... Aku toh bisa aja menempuh jalur hukum, dan aku bisa jamin kalau ayuk tak akan menang, jadi daripada urusan semakin merembet kemana mana, aku minta ayuk ikhlaskan saja aku mengambil kembali anakku... Apa ayuk tega dalam keadaan sakit begini, untuk membawanya ke dokter pun ayuk tak punya uang.. Masa depan seperti apa yang akan ayuk janjikan pada rio... Kalau memang ayuk menyayanginya, ayuk pasti tahu apa yang terbaik untuk rio..."
tandas ibu itu sambil mengambil tas tangan yang ia letakkan diatas meja, kemudian ia memberi isyarat pada kedua orang pria yang mengikutinya agar berdiri. Ibu itu membuka tas nya lalu mengeluarkan setumpuk uang pecahan sepuluh ribu rupiah dan memberikan pada emak.
"bawa rio ke rumah sakit, secepatnya.. Tolong jangan tolak uang ini... Carikan perawatan yang terbaik, aku mau anakku segera sembuh...". ujar ibu itu sambil meletakkan setumpuk uang ke atas meja. Tanpa berkata apa apa lagi, ibu itu berjalan diiringi kedua pria yang bersamanya, keluar dari rumahku, emak bengong demikian juga kedua ayukku, mereka seolah olah kehilangan kata kata untuk menjawab. Setelah deruman mobil terdengar meninggalkan rumah, baru emak seperti tersadar dan menangis, yuk tina langsung menghibur emak.
"dasar orang sombong, dia pikir dengan uangnya ia bisa melakukan apa saja...". kata yuk tina dengan kesal.
"sudahlah tin, kita bisa ngomong apa lagi... Ibu rio benar, kita ini orang susah, harus tau diri, ini bukan menyangkut tentang kita, tapi anaknya rio.. Adikmu.. Emak juga tak mau kalau sampai terjadi apa apa sama adikmu, kita cuma bisa pasrah sekarang, apapun yang terjadi... Mungkin memang sudah saatnya kita melepaskan rio dengan ikhlas walaupun itu sangat menyakitkan...!". emak berkata sambil melamun.. Seolah olah emak sedang terkena stress.
"coba kita punya uang banyak ya mak, kita bisa membayar pengacara, jadi kita tak dihina seperti ini, kita bisa mempertahankan rio...". ujar yuk yanti murung. Mendengar semua itu, tanpa terasa airmataku mengalir, aku kasihan sama emak, aku telah membuat emak kesulitan. Aku hanya menambah beban saja bagi emak. Aku anak yang tak berguna, tak bisa membantu emak. Semua masalah berawal dariku. Kalau saja tak ada aku dirumah ini, pasti emak tak akan mendapat hinaaan seperti ini. Emak mengambil uang yang ada diatas meja, lalu memberikan pada yuk yanti.
"kamu pegang uang ini yanti, untuk membawa rio ke dokter... Emak terpaksa menerimanya, karena memang emang tak punya uang untuk membawa adikmu berobat... Emak ingin sekali bisa membayar sendiri biaya adikmu, tapi kalian juga tahu bagaimana keadaan kita.. Maafkan emak ya tina, yanti... Emak tak bisa membuat kalian bahagia...". ucap emak murung nyaris berbisik, pada yuk tina dan yuk yanti.
"mak jangan ngomong begitu... Yanti bahagia kok mak.. Walaupun tak berlimpah uang, tapi aku senang menjadi anaknya emak.. Kebahagiaan kan tak bisa digantikan dengan uang mak...". yuk yanti menghibur emak, sambil mengurut bahu emak dengan lembut.
"iya mak.. Tina juga begitu, tina minta maaf selama ini sering bikin emak susah.. Tina bahagia bersama emak, tina janji akan lebih mendengarkan kata kata emak.. Yang penting kita bisa berkumpul bersama sama mak...". timpal yuk tina dengan wajah berlinang air mata. Emak tersenyum walau saat ini beliau sedih, emak merangkul kedua ayukku.. Bertiga mereka berpelukan dengan penuh kasih sayang. Aku mundur perlahan, dadaku terasa sesak, kembali perasaan asing menyergap. Dingin menjalar keseluruh tubuhku Hingga membuat ku menggigil. Aku merasa asing ditengah tengah keluarga ini. Lututku lemas, tak bisa menopang lagi tubuhku hingga ambruk terjatuh menggelosor ke lantai, aku memanggil emak, namun suaraku tak keluar.. Sementara kepalaku makin sakit, terasa ditusuk tusuk jarum, aku mengerang kesakitan Hingga akhirnya aku tak sadar apa apa lagi. Sempat aku mendengar yuk yanti menjerit sambil mengoyang goyang tubuhku. Setelah itu tubuhku menjadi ringan seolah melayang dalam kegelapan yang pekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Di Langit Bangka
RomanceMasa remaja yang indah meskipun selalu hidup kekurangan dijalani Rio dengan bahagia, ketika semua terenggut saat emak yang sangat ia sayangi ternyata bukanlah ibu kandungnya dan ia harus meninggalkan orang-orang yang ia cintai. Suka duka kisah kehid...