BAB DELAPAN

1.6K 203 13
                                    

RONI MASIH "MEMBAWA" ELENA, BAHKAN KETIKA MEREKA SUDAH di dapur.

"Roni....aku mau turun" bisik Elena. Roni menurunkannya di kursi meja makan dan menatap gadis itu

"Kakimu lebam kan?" Tanyanya tiba-tiba. Elena balik menatap Roni dengan tatapan takut, kemudian dia mengangguk.

Roni menyisingkan celana Elena hingga ke paha. Lebam berwarna ungu terlihat jelas di kedua lutut Elena.

Setelah mengumpulkan segenap keberanian, Elena bertanya

"Kau tau dari mana kalau aku punya luka yang kusembunyikan?"

Roni mendongak, senyum mengembang di wajahnya "Firasat"

Elena mengernyitkan keningnya "firasat? Kau cenayang?"

Roni tertawa lalu menggelengkan kepalanya "Hanya firasat Elena, aku sendiri juga tidak paham. Tapi....setelah mendapat firasat itu, aku langsung memperhatikan gerak tubuhmu"

"Gerak tubuhku? Kau mesum ya?" Tanya Elena dengan polosnya

Roni menepuk keningnya dengan sangat frustasi, baru kali ini dia bertemu gadis polos-bagaikan kertas HVS- seperti Elena ini

"Elena, mana ada orang mesum yang mengaku dirinya mesum? Aku lelaki normal" jawab Roni sambil menyeringai "dan setiap pria normal pasti memiliki kemesuman yang terselubung"

Elena langsung menjitak kening Roni. Bukannya marah, lelaki itu malah tertawa sambil mengusap keningnya.

÷÷÷÷÷

Roni dan Elena sibuk berkutat dengan peta Jakarta yang dibentangkan dihadapan mereka.

Roni menatap Elena "Bagaimana menurutmu?"

Elena mengernyitkan kening "saat kita diculik kemarin....dimana Budi dan yang lain menemukan kita?"

"Di bagian gudang supermarket yang kemarin kita datangi"

"Aneh ya?"

"Apa maksudmu?"

"Kenapa di gudang? Kenapa di tempat yang dekat dari TKP awal? Dan....kemana hilangnya anak itu?"

Roni melingkari sebuah tempat di pinggir laut. Jauh dari supermarket yang ada di pusat kota.

Elena menatap Roni "kenapa disana?"

Roni tersenyum "hanya firasat. Mau coba?"

Elena balik menatap Roni, di mata lelaki itu terdapat seberkas sinar harapan

"Boleh juga"

÷÷÷÷÷

Pelabuhan Tanjung Priok, jam 23.00 WIB.

Roni dan Elena mengendap-endap masuk ke bagian kontainer. Di jam selarut ini para pekerja pelabuhan biasanya sudah mulai berkurang karena pergantian shift.

Roni melirik kantor pusat penjaga pelabuhan yang masih terang-benderang. Beberapa petugas terlihat masih beraktivitas didalam sana.

Roni menunggu saat-saat yang tepat, ketika para petugas itu lengah. Diambilnya sebuah batu yang berukuran cukup besar dan melemparnya dengan kekuatan penuh hingga batu itu terlontar jauh. Batu itu mengenai sebuah kontainer, membuat suara 'Klang' yang sangat nyaring.

Beberapa petugas keluar dari ruangan itu dan berhamburan keluar menuju arah suara. Roni memanfaatkan momen itu dan berlari masuk bersama Elena yang mengikutinya di samping.

Dia tak mau mengambil resiko lagi membiarkan seorang gadis berlari dibelakang.

Mereka berhasil masuk ke area bongkar muat tanpa hambatan. Roni menyandarkan punggungnya di salah satu kontainer sambil menghembuskan nafas lega. Disampingnya, Elena berdiri dengan peta area pelabuhan yang ada ditangannya.

"Kita berhasil melewati area kontainer dan masuk ke area bongkar muat. Apa menurutmu kita tak terlambat?" Tanya Elena

Roni menngangguk tanpa melihat Elena "aku yakin sekali karena untuk membawa 200 anak-anak dibutuhkan paling sedikit tiga kontainer. Apalagi jika anak-anak itu akan diselundupkan ke luar negeri, pasti akan dimasukkan ke kontainer dengan barang-barang lain seperti baju atau boneka"

"Sebagai penyamaran, iya kan?" Tanya Elena

Roni tersenyum "betul sekali"

÷÷÷÷÷

Roni dan Elena mengecek isi tiap kontainer dengan mengetukkan tangan mereka di pintu kontainer yang terbuat dari besi. Menimbulkan suara pukulan khas ketika mereka melakukannya. Namun, saat Elena mengetuk pintu kontainer yang bertuliskan 'boneka', terdengar suara pelan

"Ada orang di sana?" Tanya si suara

Elena dan Roni berpandangan. Roni mengambil tang dari tas ranselnya dan mencoba membuka pintu kontainer.

Pintu kontainer berhasil dibuka setelah berusaha merusak gembok besar yang mengunci palang pintu.

Keduanya membuka pintu kontainer bersamaan dan menyorotkan senter ke dalamnya. Di dalam memang banyak boneka berbagai bentuk, tetapi yang berhasil mengagetkan mereka adalah anak-anak dari berbagai usia berbaring di tumpukan boneka dalam keadaan terikat.

Roni mengangkat handphonenya dan memperlihatkan layarnya pada Elena

"Kau yakin tak mau mendapat penghargaan apapun atas semua yang kau lakukan selama ini?"

Roni mengangguk "semakin aku dikenal orang, semakin terancam nyawaku dan nyawa teman-temanku"

Elena tersenyum lebar "kalau begitu ayo pergi dari sini"

Dari kejauhan, terdengar suara decitan ban dan sirene mobil polisi. Roni dan Elena saling berpandangan, lalu meninggalkan kontainer dalam keadaan terbuka.

÷÷÷÷÷

Sesosok pria berjubah hitam tengah mengamati area pelabuhan yang sudah dipenuhi polisi. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih, di keningnya muncul sebuah urat yang menandakan dia sedang marah. Wajahnya terlihat menggelap dan matanya menatap kontainer yang terbuka lebar itu dengan murka.

"Underground Bullet sialan! Kalian akan mendapat balasannya nanti!"

÷÷÷÷÷

TO BE CONTINUED....



My Wild Partner (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang