Aku tersenyum melihat pesan dari Hafiz. Dia memang paling tahu caranya memikat hati perempuan. Aku mengetik balasan untuknya.
Me : Sure, Prince :) x
Hafiz : I'll pick you at 7
Aku melihat jam dinding di kamar. Sekarang sudah jam 18:05. Aku berlari menuju lemari dan langsung membukanya.
Kulihat satu-persatu dress-dress yang tergantung di dalamnya. Aku menghela nafas. Dress ini semuanya sudah pernah kupakai dan aku bosan.
Aku turun ke lantai bawah untuk meminta ibu membantuku memilihkan pakaian, tapi langsung berhenti saat teringat pertengkaran ibu dan ayah tadi.
Akhirnya aku hanya duduk di sofa sambil mengetuk-ngetuk jari.
"Nona?"
Aku sedikit terlonjak, lalu menghela nafas saat melihat Bibi. "Oh, Bibi."
"Ada apa, Nona?" Bibi mendekatiku.
Aku mengangkat bahu. "Aku akan pergi jam 7, tapi aku bingung memilih pakaian."
Bibi diam sejenak. "Ada yang bisa Bibi bantu?
"Bibi bisa membantuku memilihnya?" Tanyaku penuh semangat.
Bibi perpikir sejenak, lalu mengangguk. Aku berlari ke belakang Bibi dan langsung memegang bahunya untuk mengarahkannya ke kamarku. Bibi tertawa saat aku tidak lagi mampu memegang bahunya saat menaiki tangga.
Saat di kamar, aku memberitahu Bibi dress yang ada di lemari sudah pernah kupakai. Bibi lalu menunjukkan tempat rahasia di kamarku, yang selama 15 tahun ini aku tidak pernah tahu.
Tempatnya adalah di bawah ranjangku, tepat di bawah tempat yang biasa kugunakan untuk tidur. Bagaimana aku bisa tidak tahu?
Di sana ada kotak terbungkus dengan kertas kado dan diikat dengan pita. Kotaknya sudah berdebu, jadi Bibi mengelapnya terlebih dahulu dengan lap basah.
Aku lalu membukanya dengan perlahan. Aku memekik tertahan saat mengangkat dress yang ada di kotak tersebut. Bukan hanya dress, kotak itu juga lengkap dengan sepatu, topi, gelang, kalung, bahkan peralatan make up.
Dress itu adalah dress tidak berlengan berwarna baby blue pada bagian atas, dan menjadi warna pink di bagian bawah karena degradasinya.
Pola di sekitar bahu dan dada adalah gambar bunga yang bahkan aku tidak dapat mendeskripsikannya. Pola pada ujung bawah juga bergambar yang sama. Di tengah-tengah dressnya terdapat ikat pinggang berwarna hijau tosca.
Perpaduan yang sangat indah. Untuk 5 menit, aku hanya berdiri dengan tangan menggantung memegang dress tersebut sambil terpesona.
Bibi menjentikkan jari beberapa kali, menyadarkanku. Ia menyuruhku segera memakainya karena ini sudah hampir jam setengah 7.
Aku memakainya dan Bibi membantuku memasang resleting di bagian belakang. Ia mengencangkan tali pinggangnya, lalu menyuruhku duduk di depan cermin.
Ia memberitahuku berbagai macam alat make up, sampai aku berkedip-kedip melihatnya karena kebingungan. Selama ini aku tidak pernah memakai make up, dan berpikir aku tidak akan pernah memakainya juga.
Aku mengenal beberapa, seperti lipstick, blush on, eyeliner, mascara, dan mascara. Bibi menawariku dengan pensil alis. Tapi aku menolaknya karena aku selalu merasa jijik dengan artis-artis yang mengubah bentuk alisnya.
Aku cukup percaya diri dengan alis naturalku. Aku memberitahu Bibi aku hanya ingin memakai alat yang kuketahui namanya. Bibi mengangguk dan memulai dengan eyeliner.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
RomanceHari pertama masuk SMA, Soraya benar-benar gugup. Sekolahnya terlihat sangat elite dan sangat jelas yang bersekolah disini adalah anak-anak yang high class. Pertemuannya dengan anak lelaki yang sekelas dengannya, membuat hidupnya berubah. Soraya tid...