Dua

13.5K 626 1
                                    

Januari 2007.

Dan malam ini tibalah sudah. Aku harus ketemu sama Reza. Aku udah baca semua instruksi Klara apa saja yang perlu diketahui tentang Reza. Tentang Klara juga.

Aku melangkahkan kaki perlahan memasuki Cafe Mozaic, tempat janjian Reza dan Klara. Pandanganku mengitari ruangan. Dresscode hitam dengan setangkai mawar putih di tangan. Aku melihat cowok itu di meja paling ujung. Jantungku berdetak tak karuan. Siap. Nggak boleh gugup. Aku menarik napas panjang sebelum menghampirinya.

"Reza?" tanyaku memastikan.

Cowok itu menatapku dari atas ke bawah. Lumayan keren juga sih Reza ini, kalau emang bener dia Reza, bukan penyamar sepertiku.

"Ya. Kamu Klara?"

Aku mengangguk.

"Aku Klara." jawabku sambil mengulurkan tangan.

Reza menjabatnya.

Dan aku baru sadar kalau ternyata tatapan matanya bisa membuatku terpana. Gimana nggak merinding kalau cowok sekeren dan seganteng ini memandangku seperti itu? Klara pasti nyesel kalau tau Reza itu...ya paling nggak, mirip sama khayalannya selama ini.

Pertemuan kudengan Reza malam ini berjalan mulus. Aku tak merasa kesulitan menghadapinya. Dia pun sepertinya tak merasa curiga terhadapku. Sesuai pesan Klara, saat Reza meminta nomor HP, ya terpaksa kuberikan nomorku sendiri. Menurut Klara ini akan lebih aman dibanding jika kuberikan nomor Klara karena aku yang udah ketemu langsung sama dia.

Reza memang orang yang menyenangkan. Dan aku sudah bisa memastikan bahwa memang dialah Reza yang selama ini chatting dengan Klara. Klara benar-benar bertindak bodoh kali ini. Aku jadi merasa bersalah telah membohonginya.

Mungkinkah Reza akan memaafkanku kalau tau aku bukan Klara?

++

AKU BUKAN KLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang