Tiga

12.1K 585 2
                                    

Maret 2007.

Sebenarnya Reza memintaku untuk sering ketemu. Namun aku bilang kalau aku sibuk banyak tugas dan sering nggak diijinkan keluar rumah oleh orang tuaku kalau hari sekolah. Bisa gawat kan kalau aku sering ketemu Reza? Bisa-bisa aku mesti sering bohong dan parahnya lagi kalau lama-lama ketauan. Apalagi kalau tanpa persiapan bersama Klara. Resikonya terlalu besar. Untung saja Reza bisa mengerti. Dalam dua bulan ini aku baru menerima ajakan Reza tiga kali. Tapi parahnya dia justru SMS hampir tiap hari. Dan kalau dia menghubungiku, aku sering mencari alasan agar bisa cepat-cepat menutup telepon. Lama-lama aku capek juga harus terus berbohong seperti ini. Yang jelas aku harus bujuk Klara agar segera mau ngaku sama Reza.

Bener-bener kelewatan dia! Bilangnya cuma minta bantuan sekali doang, ini sampai dua bulan. Sahabat sih sahabat, tapi kalau kayak gini namanya apaan? Tega banget sih Klara!

"Pokoknya aku nggak mau tau, Kla! Kamu harus secepatnya ngaku ke Reza. Kalau nggak, aku yang bakal bilang ke dia!" tegasku.

Klara terkejut.

"Jangan dong, An! Please... Aku belum siap. Kasih waktu lagi ya?" Klara memohon padaku.

"Kalau bukan sekarang, kamu nggak akan siap, Kla. Ini udah dua bulan lebih. Cukup, Kla! Aku nggak tega bohongin Reza terus-terusan. Lagipula kayaknya dia mulai curiga karena aku sering menghindar darinya. Please, Kla...aku capek bohong terus."

Entah kenapa aku benar-benar merasa gelisah. Aku sungguh merasa tak tega membohongi Reza, orang yang sebenarnya tak kukenal. Dia tak pantas menerima perlakuan seperti ini.

"Ok. Aku ngerti, An. Kasih waktu sebentar lagi. Aku janji akan segera ngakuin semua ini ke Reza. Sorry ya, An.. aku nyusahin kamu."

++

AKU BUKAN KLARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang