Last Extra: Reunion

3.5K 116 9
                                    

"Nanti temani makan siang ya?" ucap Kano segera setelah Hana mengangkat teleponnya. Hana sudah cemberut di ujung sana meski Kano tidak bisa melihatnya.

"Halo?" ucap Kano lagi karena tidak ada jawaban dari Hana setelah beberapa saat.

"Oke, kamu mau makan apa?" Hana ogah-ogahan.

"Aku mau ngajak kamu makan di luar, kamu ke kantor aja dulu." Lagi-lagi Kano mengucapkannya dengan nada perintah. Hana hanya mendengus.

"Bisa?" desak Kano karena Hana tidak segera menjawab.

"Nanti siang aku ke sana," jawab Hana akhirnya.

"Good!" Kano sudah akan mematikan teleponnya. Hana yang sudah terbiasa dengan kelakuan Kano saat meneleponnya mulai sedikit panik.

"Kano!" Hana setengah membentak suaminya. Kano kembali mendekatkan HP-nya ke telinga.

"Ya?"

"Kenapa sih selalu buru-buru nutupnya? Salam dulu kek, ngobrol apa dulu kek. Kamu juga kalo nggak ada perlu nggak pernah nelepon," omel Hana menggebu-gebu. Kano tersenyum tipis mendengar omelan istrinya.

"Kita bisa ngobrol di rumah. Lagian ini jam kerja, kamu mau aku korupsi waktu?" Hana tidak bisa menjawab pertanyaan Kano karena ucapannya benar. Tapi Hana kesal juga karena merasa Kano lebih mementingkan pekerjaan daripada dirinya. Meski sudah sama-sama tahu perasaan masing-masing, tapi Kano masih seperti itu, cuek dan tidak peka, walaupun jelas terlihat bahwa Kano paling memperhatikannya dibandingkan semua wanita yang dikenal Kano. Tapi tetap saja perhatian itu sangat minim jika dibandingkan dengan perhatian pria umumnya pada wanita yang mereka cintai. Kano memang tidak umum, begitulah kesimpulan Hana. Hana hanya bisa menghela napas.

"Sudah ya," ucap Kano kemudian karena lagi-lagi tidak ada jawaban dari Hana. Hana masih merengut di ujung sana. Hana menggumam sebagai balasannya.

Hana mengenakan dress lengan pendek warna putih gading dipadukan rompi jeans warna biru muda. Rambut lurusnya ia biarkan terurai. Hana berjalan sambil tersenyum pada para pegawai yang menyadari kehadirannya.

"Bapak ada?" tanya Hana pada Dita yang sedang fokus di depan monitor. Dita mengalihkan pandangannya pada Hana.

"Maaf, Bu. Bapak sedang ada tamu penting."

Berkali-kali Kano melihat jam tangannya. Jam 12 lebih 15 menit. Sejak jam 12 tadi Kano sudah mengirim pesan pada Hana untuk langsung masuk ke ruangannya saja ketika sudah sampai di kantor. Sedangkan sampai sekarang Hana belum tiba dan kliennya ini terus berputar-putar menanyakan hal yang tidak penting. Kano sudah menjelaskan berulang-ulang terkait rancangan proyeknya, tapi kliennya ini memang sedikit ribet. Hal-hal kecil dipermasalahkan, padahal Kano sudah menjelaskan bahwa untuk hal-hal kecil itu tidak terlalu besar resikonya, dan resiko tersebut tergolong mudah diatasi. Sejak kecil, Kano yang dididik untuk menjadi pengusaha oleh orang tuanya sudah terbiasa dengan beberapa pilihan, setiap pilihan selalu ada resiko, tinggal bagaimana memilih opsi dengan resiko terendah dan mengatasi resiko tersebut.

"Saya rasa diskusi ini cukup sampai di sini saja, kalau Bapak dan Ibu masih belum puas, Bapak dan Ibu bisa menerima tawaran perusahaan lain. Mungkin rancangan proyek perusahaan kami tidak sesuai dengan keinginan Bapak dan Ibu," putus Kano dengan wajah tegas dan percaya diri. Kliennya mulai panik. Kano tahu kalau tidak ada perusahaan lain yang memiliki penawaran lebih baik daripada penawarannya.

"Lho lho, Pak. Jangan begitu, kami tidak bermaksud membatalkan kesepakatan kita. Mungkin kita bisa melanjutkan diskusi kita besok?"

"Diskusi apa lagi? Kami sudah menjelaskan semuanya sampai ke detilnya. Kalau kita terus berdiskusi seperti ini, kapan proyek akan dimulai? Jika proyek ini sudah tidak sesuai schedule, lebih baik kita cancel saja." Klien Kano mulai bisik-bisik dan berdiskusi tentang keputusan yang akan mereka buat.

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang