Hana terbangun. Saat diliriknya, jam dinding kamarnya menunjukkan pukul 3 dini hari. Hana kembali mengalihkan pandangannya ke depan, menatap suaminya yang masih tertidur lelap sambil memeluknya. Pipinya memerah sambil mengulum senyum mengingat kejadian semalam. Hanya karena ia membalas ciuman Kano!
"Kuanggap itu persetujuan," ucap Kano singkat sebelum melanjutkan apa yang sudah ia mulai.
Dan begitulah, kalian tahu sendiri kelanjutannya tanpa harus diceritakan. Atau mungkin sedikit bocoran? Baiklah kalau begitu. Kano sempat kewalahan dan frustasi karena kesulitan menemukan lubangnya. Hana sendiri yang memiliki lubang juga tidak tahu di mana letaknya. Dengan sedikit usaha, ah tidak, dengan banyak usaha dan berbagai cara, akhirnya mereka berhasil juga, lalu tertidur karena kelelahan. Secara tidak langsung mereka sama-sama tahu, bahwa ini memang pengalaman pertama mereka berdua. Rasanya ada kelegaan di hati mereka seperti seteguk air yang membasahi kerongkongan di padang pasir atau mendapat oksigen di laut dalam. Segar, dan lega.
Hana masih tekun memandangi Kano yang sedang tidur. Bibirnya tak henti-henti tersenyum. Nyaman sekali berada dalam pelukan suaminya. Kalau bisa setiap malam ia ingin dipeluk saja saat tidur. Setelah puas memandangi suaminya, Hana kembali menutup matanya, melanjutkan tidurnya.
Pagi ini semua berjalan seperti pagi-pagi sebelumnya. Mereka sarapan pagi bersama, lalu Kano berangkat ke kantor. Tapi ada sedikit yang berbeda pagi ini. Setelah Kano mencium kening Hana, lalu disambung dengan mengecup bibir Hana singkat. Tentu saja Hana langsung menunduk karena malu. Kano tersenyum usil sambil menatap istrinya.
"Kenapa mukamu begitu? Tadi malam kita bahkan sudah melakukan yang lebih dari ini," goda Kano yang melihat pipi Hana sudah bersemu merah, kini semakin memerah karena ucapannya.
Kano segera berbalik untuk menuju kantor tanpa melepas senyum di bibirnya. Sementara Hana terus memegangi dadanya setelah kepergian Kano.
"Mungkin aku perlu ke dokter jantung lagi," pikir Hana sebelum melanjutkan kegiatannya.
---
"Nggak ada masalah sama jantungmu," ucap Dokter Kevin, dokter jantung Hana.
"Masa sih, Dok? Tapi kok saya merasa aneh ya?" Hana mengernyit bingung.
"Emang dulu sama Gio nggak gini?" tanya dokternya santai sambil tersenyum.
"Gio? Apa hubungannya sama Gio, Dok?" Dokter yang selama ini merawat Hana cuma bisa geleng-geleng sambil menahan tawa.
"Gini aja, saya sarankan kamu ke psikiater yang ada di rumah sakit ini, di gedung sebelah bagian kejiwaan. Namanya Dokter Linda, dia salah satu kenalan saya. Kamu bisa konsultasi dengannya." Kening Hana semakin mengernyit mendengar saran Dokter Kevin.
"Kok?"
"Udah, kamu konsultasi dulu aja sama dia, bukan bagian dokter jantung buat ngasi jawaban atas masalah kamu itu," potong Dokter Kevin sebelum Hana protes.
Hana pun segera beranjak dari ruangan Dokter Kevin. Meski ragu dan setengah hati, ia tetap melangkahkan kakinya menuju gedung bagian kejiwaan. Seorang wanita cantik berumur sekitar 40 tahunan menyambut Hana dengan senyuman teduh ketika Hana memasuki ruang prakteknya.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Dokter Linda ramah ketika Hana sudah duduk di depannya.
Senyum Dokter Linda menenangkan Hana yang awalnya gugup karena harus berhadapan dengan psikiater. Hana takut kalau ia didiagnosis gila atau mempunyai gangguan jiwa yang lain.
Meski masih sedikit takut, Hana menceritakan masalah jantungnya yang sering berdebar saat di dekat suaminya. Hana menceritakan setiap detil kejadian yang membuat jantungnya lompat-lompat seperti ingin keluar dari rongga dadanya. Dokter Linda hanya mendengarkan dan memperhatikan Hana sambil tersenyum selama Hana bercerita.
![](https://img.wattpad.com/cover/9140428-288-k723018.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT
Любовные романыCara terbaik untuk menghukum seseorang adalah dengan memberinya rasa bersalah seumur hidup.