Sejak tadi mereka berdua hanya duduk diam bersandar di sandaran ranjang. Piyama sudah mereka pakai. Badan mereka juga sangat lelah setelah acara akad dan resepsi siang tadi. Tapi rasanya sangat canggung untuk tidur. Hana yang duduk dengan meluruskan kakinya meremas ujung bed cover yang sudah menutupi bagian kakinya sampai pinggang. Kano melihat kesana kemari seperti mengamati kamar mereka di rumah baru mereka, padahal sebenarnya dia juga sedang bingung harus bagaimana. Sambil duduk bersila dan bed cover yang juga menutupi kakinya sampai pinggang, Kano melirik Hana, kemudian menyenggolnya dengan sikunya. Hana menoleh, ia pun ikut menoleh. Hana masih menatapnya penuh tanya.
"Aku tau kita nggak saling cinta." Kano akhirnya bersuara. "Aku juga nggak mau maksa kamu ngelakuin 'itu', walaupun kita udah nikah. Tapi aku laki-laki normal, kalo kamu nggak mau, aku masih bisa sama perempuan lain."
"Hah?!" Hana terkejut mendengar penuturan Kano.
"Maaf, bukan maksudku berencana selingkuh, ya kamu taulah maksudku. Aku butuh penyaluran." Hana terdiam seperti memikirkan sesuatu.
"Emm... aku juga nggak mau maksa sih," ucap Hana akhirnya. "Aku nggak mau ngekang, kalo kamu emang maunya sama perempuan lain. Cuma... aku kan juga perempuan normal. Emm... aku minta ijin juga ya... supaya... punya penyaluran," ucap Hana ragu-ragu, seketika itu juga Kano menautkan kedua alisnya. "Eh, tapi kalo kamu nggak mau juga nggak papa kok, nanti aku cari laki-laki lain aja," ucap Hana lagi buru-buru supaya Kano tidak salah paham dan mengira ia menginginkan Kano. Tapi Kano justru semakin menautkan alisnya, menatap Hana intens. Kemudian ia menyandarkan kepalanya ke sandaran ranjang.
"Yaaahh... kalo kayak gini sih, sama aja." Hana jadi bingung mendengar kata-kata Kano. Kano tersenyum tipis kemudian menoleh lagi ke arah Hana dengan kepala yang masih menyandar. "Gampangnya gini aja, karena kita sama-sama nggak keberatan dan sama-sama normal, nggak perlu perempuan lain atau laki-laki lain buat jadi pelampiasan. Lagipula resikonya terlalu besar kalo keluarga kita tau, dan dosa besar juga."
"Orang ini aneh banget, padahal dia duluan yang punya ide kayak tadi." Hana membatin.
"Gimana?" tanya Kano meminta persetujuan Hana dengan nada bicara cuek. Hana mengangguk, "Oke, nggak masalah."
"Tapi..." sela Hana, Kano masih menunggu kelanjutannya. "Ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
"Kita ngelakuin 'itu' kalo kita berdua sama-sama mau, dan kalo salah satu dari kita lagi nggak pengen, yang lain nggak boleh maksa ya? Deal?" Hana mengulurkan tangan kanannya.
"Deal!" balas Kano sambil menjabat tangan Hana.
"Tapi jangan malam ini ya, aku belum siap." Hana menggigit bibir bawahnya.
"Siapa juga yang mau malam ini? Udah ah, capek, tidur aja," ucap Kano santai dan cuek sambil merebahkan tubuhnya, menyelimutinya, kemudian memejamkan matanya. Tak lama kemudian Kano sudah tertidur karena lelah.
Hana hanya memandangi suami aneh yang baru dikenalnya 2 bulan ini. Ia sedikit lega karena pria di sampingnya inilah yang menjadi suaminya. Dari yang ia dengar dari keluarga Kano, Kano sama sekali tidak punya pengalaman dengan perempuan. Selama ini yang ada di pikirannya hanyalah perusahaan, ia tidak pernah punya pacar dan menganggap sama antara laki-laki dan perempuan. Karena itu pula Hana berpikir bahwa suaminya ini juga sebenarnya belum siap menjalin hubungan dengan wanita. Tapi Hana punya harapan kalau suatu saat nanti mereka berdua bisa bahagia.
---
Hana sudah tidak ada di samping Kano ketika Kano bangun tidur, meski begitu Kano tidak menyadarinya karena ia terbiasa bangun tidur sendiri.
Kano mulai bersiap-siap berangkat ke kantornya. Tidak ada bulan madu bagi mereka, hal itu sudah mereka sepakati meski keluarga mereka berdua sudah menawarkan tempat bulan madu yang indah. Tapi Kano sama sekali tidak berminat. Minat terbesarnya setelah menikahi Hana adalah melihat perusahaan barunya yang sebagian besar wewenangnya telah dilimpahkan kakek Hana untuknya. Hana yang mengerti sifatnya yang gila kerja itu menurut saja, karena ia juga tidak ingin bulan madu dengan seseorang yang baru ia kenal dan belum saling memiliki perasaan, baginya itu akan sia-sia saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHMENT
RomanceCara terbaik untuk menghukum seseorang adalah dengan memberinya rasa bersalah seumur hidup.