Extra 1: First Meeting?

4.8K 117 2
                                    

Hana duduk menunduk. Tidak menghiraukan hidangan-hidangan lezat yang tersaji di atas meja di hadapannya. Sedangkan seorang laki-laki seusianya sedang menyantap hidangan itu dengan santai tanpa mengacuhkannya, seolah dirinya tak ada di tempat itu.

"Emm... maaf," ucap Hana lirih. Laki-laki yang sedang mengiris steaknya itu pun mengangkat wajahnya lalu meletakkan pisau dan garpunya.

"Maaf, karena kakekku, kita jadi dijodohkan." Hana melanjutkan kata-katanya.

"Nggak masalah," jawab laki-laki itu santai sambil menusukkan garpunya pada steak lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.

Laki-laki yang ada di hadapan Hana itu adalah tunangannya. Hari itu mereka dipertemukan, dan hari itu pula mereka resmi bertunangan. Memang semuanya adalah rencana kakek Hana. Setelah Hana lulus kuliah, Tuan Artawijaya, kakek Hana segera mencarikan calon suami untuk Hana supaya ada yang menjaga dan melindungi Hana jika ia sudah tiada karena Tuan Artawijaya pun menyadari bahwa dirinya sudah sangat tua. Kakek Hana mencarikan calon suami dengan kriteria cerdas, supaya bisa menjadi pewaris perusahaannya menggantikan Hana yang tidak diperbolehkan kakeknya mengurus perusahaan karena Tuan Artawijaya tidak ingin cucu satu-satunya itu dicelakai oleh orang-orang yang ingin menguasai perusahaannya. Padahal Hana adalah lulusan jurusan manajemen. Tuan Artawijaya juga tidak suka melihat cucunya susah ketika menghadapi masalah-masalah perusahaan. Laki-laki yang ada di hadapan Hana tersebut sudah jelas jenius. Ketika SMA, dia mengikuti program akselerasi, dan dia juga lulus dari jurusan manajemen dengan masa studi 7 semester. Sudah 1,5 tahun dia bekerja di perusahaan kedua orang tuanya, memulai karir dari staff biasa, dan kini ia sudah menjabat sebagai manajer SDM di perusahaan tersebut.

Kriteria berikutnya adalah pria tersebut harus seusia dengan Hana dan merupakan anak tunggal di keluarganya. Tuan Artawijaya tidak ingin lagi cucunya ditinggalkan oleh orang-orang terdekatnya dan menjadi kesepian, karena itu ia mencari calon suami yang seusia dengan Hana karena akan memiliki angka harapan hidup yang sama. Tentu saja kakek Hana mencarikan calon suami yang sehat jiwa-raga serta yang pandai menjaga diri dan kesehatan, seperti tidak merokok, rajin olahraga dan menjaga makanan. Sedangkan kriteria anak tunggal supaya kelak tidak ada perebutan harta warisan.

Kriteria yang terakhir tentu saja tampan, karena kakek Hana ingin memberikan yang terbaik untuk cucunya. Dari semua anak laki-laki kenalannya, hanya laki-laki yang ada di depan Hana inilah yang memenuhi semua kriteria tersebut.

"Walaupun sekarang kalian dijodohkan, kakek harap kalian bisa saling mencintai ketika sudah menikah nanti." Begitu kata Tuan Artawijaya pada mereka sebelum membiarkan mereka berdua saja supaya bisa saling mengenal. Kedua orang tua laki-laki itu juga hanya tersenyum sambil mengangguk, menyetujui ucapan kakek Hana.

Awalnya Hana merasa sangat canggung duduk berdua saja dengan laki-laki itu, tapi karena laki-laki itu bersikap santai, Hana pun menjadi lebih rileks.

"Beneran nggak masalah?" tanya Hana memastikan dan laki-laki itu hanya mengangguk sambil tetap fokus pada makanannya.

"Emang kamu nggak punya pacar apa?"

"Enggak."

"Emang nggak ada perempuan lain yang kamu sukai gitu?" Laki-laki itu menghentikan kegiatannya dan menatap Hana dengan pandangan serius.

"Enggak!" jawab laki-laki itu tegas. "Dan kalo kamu punya pacar atau lagi suka sama laki-laki lain, mending putusin aja sekarang atau lupain dia, soalnya aku nggak punya niat buat nolak perjodohan ini. Kalo kamu nggak mau bikin kakekmu kecewa juga sih," katanya lagi dan kembali dengan nada bicara yang santai.

"Nggak ada laki-laki yang aku sukai kok. Aku juga nggak punya pacar." Muka Hana sedikit cemberut ketika mengatakannya. Laki-laki yang sedang mengiris steaknya itu hanya meliriknya sekilas kemudian melanjutkan kegiatannya lagi.

Hana pun mulai ikut menyantap steak yang ada di hadapannya. Sesekali ia mencuri pandang ke arah laki-laki yang ada di hadapannya itu. Laki-laki yang aneh, pikir Hana.

"Emm... kamu... suka sama aku ya?" tanya Hana yang membuat laki-laki itu menghentikan kegiatannya dan mengernyit heran.

"Enggak tuh," jawabnya lagi-lagi dengan nada santai.

"Terus kenapa kamu mau dijodohin sama aku?"

"Soalnya kalo aku nikah sama kamu, aku bisa mewarisi 2 perusahaan, perusahaan orang tuaku sama perusahaan kakekmu," jawabnya tanpa beban.

"Wah, kamu mata duitan dong!" seru Hana dengan wajah takjub. Laki-laki itu merasa ekspresi Hana tidak cocok dengan kata-katanya. Perempuan aneh, pikir laki-laki itu. Laki-laki itu hanya mengangkat bahunya tak acuh.

"Emang enak apa ngurus 2 perusahaan sekaligus? Kamu seneng?"

"Ya seneng lah, punya 2 perusahaan." Laki-laki itu memang telah dididik dari kecil untuk mewarisi perusahaan orang tuanya. Sejak kecil telah ditanamkan dalam otaknya bahwa dia adalah pewaris tunggal, kebanggaan keluarga, penerus tahta perusahaan. Karena itu ia hanya fokus pada belajar sejak kecil dan ketika sudah dewasa ia hanya fokus pada perusahaan yang dibinanya hingga tidak sempat menghiraukan perempuan-perempuan di sekitarnya. Baginya, memiliki sebuah perusahaan adalah impian yang ia kejar, dan sekarang ia diberi kesempatan untuk memiliki 2 perusahaan sekaligus, tentu saja dia sangat senang.

"Keren!" ucap Hana setengah berbisik dengan wajah takjub dan membuat laki-laki itu kembali heran.

"Kok keren sih?" Laki-laki itu bingung karena tidak biasa dengan reaksi seperti itu. Biasanya reaksi yang ia dapatkan dari orang lain adalah ejekan karena dianggap gila harta dan dia pun tidak peduli dengan pendapat orang lain tentang dirinya.

"Ya keren lah. Kakekku aja ngurus 1 perusahaan mukanya udah kusut banget tiap pulang ke rumah gara-gara mikirin masalah perusahaan. Tapi kamu malah bahagia ngurusin 2 perusahaan. Kan hebat banget," jelas Hana sambil tersenyum cerah penuh antusias. Laki-laki itu hanya memperhatikan ekspresi Hana dengan seksama, sedangkan ia sendiri tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.

Tanpa mereka berdua sadari, sebenarnya mereka telah saling tertarik satu sama lain.

"Emm... Kano..." panggil Hana setelah beberapa saat sebelumnya mereka menikmati makan malam mereka dalam keheningan. Kano kembali mengangkat wajahnya.

"Sebelumnya kita pernah ketemu nggak?"

"Nggak pernah tuh," jawab Kano santai.

"Kok aku ngerasa wajah kamu familiar ya?"

"Orang lain kali yang mukanya mirip."

"Hmm... iya kali ya. Kayaknya sih gitu." Hana hanya mengangguk-angguk mantap.

-Selesai-

PUNISHMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang