Chapter 3

65 8 0
                                    

"Huh... capeknyaa..." keluhku sambil menjatuhkan tubuhku kekasur empukku.

Tining tining

Suara handphone ku berbunyi tanda ada pesan masuk. Aku langsung merogoh kantong seragamku untuk meraih benda penting itu.

You have a new message

Ada LINE yang baru masuk.

Akupun membukanya,

Genta Yudha : Lex, temenin gue ngumpul sama anak skate gue yuk!

What?!? Skate?!

Nasyifa Alexis : skate!?!? Terus kalo gue udah disana, gue ngapain? Melongo ngeliatin lo sama tementemen lo main gitu?!?

Genta Yudha : hahahah ya enggak, gue ajarin lu main skate, mau nggak?

Nasyifa Alexis : kapan?

Genta Yudha : malam ini jam 7.

Nasyifa Alexis : ah gila! Nggak bisa gue, gue udah ada janji mau ngemall sama Cinta and Salmaa.

Aku sengaja berbohong, karena kalau dia tau, dia pasti akan badmood besar. Kalo kata anak jaman sekarang bdmd dibaca bedemed. Karena aku tau Genta suka sama aku. Dan rasanya tau atau lihat orang yang disayang deket sama orang lain itu sakit.

Genta Yudha : oh gitu, yaudah kapan kapan aja, lanjutin deh ngemall ngemall nya. Hahaha

Nasyifa Alexis : yoi!

Aku tersenyum simpul saat membalas pesan yang terakhir itu.

Tiba tiba aku teringat sebuah janji, oh iya! Aku harus kirimin alamat rumah ke kak Dimas.

Setelah mengirimkan alamatku, aku langsung mandi lalu bersiap-siap. Aku memakai baju kemeja flanel lengan panjang, dengan jeans biru dongker yang membuatku terlihat.... biasa saja. Aku merasa selalu kurang saat momen penting seperti ini. Entah itu baju, celana, rambut ataupun makeup.

Tapi aku mencoba meningkatkan tingkat kepercayaan diriku, agar aku merasa puas dengan dandananku.

Setelah siap, aku lalu turun untuk meminta izin kepada kedua orang tuaku. Aku meminta mereka menunggu sebelum mengizinkanku pergi.

Tiba-tiba... suara mesin motor berhenti didepan rumahku. Aku langsung keluar lalu membukakan pagar untuknya.

"Malam, Lexi!" Sapa seorang laki-laki bergaya dengan kemeja kotak kotaknya lagi yang hanya berbeda warna dengan yang tadi sore, kemeja yang lengannya tergulung sampai siku. Hingga terlihat urat urat tanganya karena sering memantulkan bola.

Satu kata untuknya... Eksotis.

"Malam, kak!" Kataku.

"Kak lagi, kak lagi..." keluhnya.

"Oh iya maaf lupa, gue ulang ya, malam Dimas!" Kataku.

"Nah gituu" katanya sambil tersenyum manis.

Melelehkan hati setiap kaum hawa yang melihatnya.

Termasuk aku.

"Eh ayo masuk, bonyok gue udah nunggu didalem" kataku mempersilahkan.

"Oh okey"

Kamipun masuk kedalam rumah yang bertingkat dua tapi terlihat minimalis ini.

Diruang tamu, ayah dan mamaku sudah menunggu. Aku mempersilahkan Dimas untuk duduk disofa empuk milik keluargaku.

"Ma, Ifa mau jalan sama kak Dimas" kataku.

"Mau jalan kemana?" Tanya ayah kritis.

"Mau jalan kealun alun kota om" jawab Dimas lantang.

Apple BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang