Bagian 1: Pertemuan

101 1 11
                                    

Sore hari yang cerah, matahari masih bersinar cukup terik. Maklum, sudah memasuki musim panas. Di sebuah Youchien (Taman kanak-kanak) pusat kota, anak-anak kecil berlarian keluar kelas menyambut uluran tangan orang tua dengan wajah gembira. Sementara itu, para guru menatap kepulangan anak didiknya dengan senyum. Sesekali melambaikan tangan ke arah mereka.

"Bye bye, sensei!!"

"Hai, kiotsukete ne!"

Begitulah sahut-sahutan yang terdengar antara guru dan para muridnya.

"Hah... Akhirnya selesai juga..."

Salah satu gadis muda yang menjadi guru di Youchien tersebut menghela napas lelah. Perlahan ia melangkah ke Ruang guru dan menghampiri meja dengan papan nama Fuyuki Hana.

"Ah, Hana-san mau pulang??" Tanya seorang guru bernama Mei Hwa.

"Inginnya sih iya, aku lelah!! Musim panas kali ini benar-benar terik. Tapi sebelum pulang aku mampir ke Supermarket dulu. Mei-san sendiri?"

"Waah... sayang sekali. Padahal kalau Hana-san langsung pulang aku ingin mengajak pulang bersama. Apalagi rumah kita searah. Kalau begitu, apa mau kuantar sampai Supermarket??"

"Tidak perlu! Aku bawa sepeda sendiri, kok." Fuyu memakai tas selempangnya lalu keluar ruangan bersama Mei Hwa. Wanita bercepol dua itu tersenyum.

"Kalau begitu aku duluan ya...! Ki otsukete ne! Temperatur hari ini panas sekali. Jangan sampai pingsan di jalan," kata Mei dengan nada bercanda.

"Tenang saja! Aku kuat, kok. Lagipula panas matahari bisa membakar lemak di tubuhku." Gadis yang biasa disapa Hana itu menyahut sambil menatap Mei dari kejauhan. Lalu ia berjalan menuju parkiran untuk mengambil sepeda dan mengayuhnya. Tujuan Fuyu kali ini membeli bahan makanan yang dibutuhkan ibunya.

Fuyuki Hana adalah seorang gadis usia 25 tahun dengan berat badan di atas rata-rata namun wajahnya baby face. Ia bekerja sebagai guru di Youchien pusat kota. Berangkat dari rumah pukul 07.30 dan pulang pukul 15.30. itu kalau tidak mampir ke suatu tempat dulu.

Sepuluh menit kemudian ia sampai di supermarket yang dituju. Wajahnya basah dengan peluh dan napasnya putus-putus macam orang asma. Dalam hati ia merutuki matahari yang bersinar terik dan hawa yang amat panas menyengat kulit. Mengayuh sepeda pada musim panas di jalanan menanjak adalah ide buruk. Apa boleh buat, ia hanya punya sepeda sebagai sarana transportasi pulang pergi Youchien. Ia tidak mau repot-repot naik transportasi umum atau menumpang pada Mei setiap hari. Buang-buang ongkos dan merepotkan orang lain, katanya. Fuyu memang paling tidak suka memiliki hutang budi dengan orang lain. Karena itu lebih baik naik sepeda. Selain bikin sehat juga bisa hemat.

Tapi, melihat wajah kepayahan Fuyu rasanya di musim panas seperti ini lebih baik naik Bus atau kereta.

"Hah... Hah... Pa, panas sekali! Fuuh..." keluh Fuyu sambil menormalkan pernapasan. Setelah itu ia masuk ke Supermarket. Kata pertama yang ia ucapkan sesaat setelah memasuki area supermarket adalah, "Ini surga..." dengan mata berbinar. Rasa lelah yang semula mengelayuti seolah hilang tak berbekas karena hawa dingin dari air conditioner. Cukup lama Fuyu menikmati dinginnya AC sambil senyum-senyum sendiri. Sampai akhirnya ia sadar bahwa pengunjung yang baru masuk menabrak dirinya dari belakang. Tidak hanya satu pengunjung tapi banyak pengunjung yang di dominasi oleh kaum hawa itu berdesakan memasuki supermarket tersebut. Alhasil, Fuyu terjebak di dalam kerumunan yang membuatnya sesak. Salah sendiri berdiri di depan pintu masuk.

***

Butuh waktu sepuluh menit untuk terbebas dari kerumunan liar ibu-ibu yang gila diskon, dan butuh dua puluh menit untuk belanja. Setelah membayar belanjaannya, Fuyu keluar supermarket dan kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang. Ada rasa enggan saat harus meninggal tempat dengan banyak AC yang bisa membuat nyaman tersebut. Tapi, mau bagaimana lagi Fuyu bukan orang bodoh yang rela tinggal di supermarket sementara sang ibu menunggunya di rumah.

4 Month RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang