Untuk menuju ke kelas semester 5 yang berada di ujung lorong fakultas, Peter harus melewati ruangan petugas administrasi kampus. Peter berjalan mantap dengan pandangan lurus ke depan. Hingga tiba di samping ruangan administrasi ia melihat b. Indria tengah menenangkan seorang anak perempuan kecil berusia lima tahun. Sesekali b. Indria memang membawa putrinya ke kampus,
Melihat itu membuat kedua sudut bibir Peter terangkat. Tiba - tiba ia teringat bahwa sejak kepulangannya ke Indonesia seminggu yang lalu. Peter belum sempat menemui keluarganya. Seminggu terakhir Peter menghabiskan waktunya di apartemen karena harus bolak - balik mengurus bisnis dan keperluannya menjadi dosen baru.
Wajah Peter berubah sendu, Ia merindukan malaikat kecilnya. Malaikat yang selalu ia jaga sepenuh hati sebelum kepergiannya ke Harvard. Bagaimana kabarnya hari ini ? dan seperti apa rupanya sekarang ?
Banyaknya tugas kuliah membuat Peter lupa untuk pulang ke Indonesia, terakhir kali liburan summer dua tahun yang lalu. Itupun Peter hanya berlibur selama seminggu.Tak dapat menuntaskan rasa rindunya terhadap malaikat kecilnya. Peter rindu keluarganya ...
Satu - satunya hal yang membuatnya tertawa sejenak dari kerasnya dunia.
"Eh ada Pak Peter ...." Bu Indria merapikan anak rambutnya yang mencuat keluar dari ikatan. "Udah ya cantik nangisnya, malu ada pak dosen ganteng." Indria tersenyum lebar sambil menepuk - nepuk punggung anak yang digendongnya.
Peter mencoba tersenyum tipis, membungkukkan badan, lalu berlalu sambil memijit keningnya pelan.
***
Di dalam kelas Peter disambut dengan tatapan terpesona oleh seluruh makhluk berjenis perempuan. Peter menghela nafas berat. Ini hari pertama-nya mengajar. Semoga semuanya berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Doa peter dalam hati.
"Pagi class ... " Peter meletakkan bahan ajar di meja dosen, dan berdiri di muka kelas.
"Selamat pagi pak ... " Para mahasiswi menjawab dengan antusias, sedang para mahasiswa menjawab dengan malas.
Peter mengangkat tangannya ke udara, ketika ada salah seorang mahasiswi membuka mulutnya hendak mengeluarkan suara. "Saya tau ini pertemuan awal kita di kelas ini. dan bukan bermaksud menyombongkan diri. Saya yakin sebagian dari kalian sudah tahu beberapa hal seputar saya."
"Ia saya paham sekali jika kamu ingin mengatakan tak kenal maka tak sayang." Peter menyebutkan apa yang ingin dikatakan oleh salah seorang mahasiswi tanpa tending aling. Sebagai lulusan psikologi tentunya memudahkan Peter untuk membaca gerak - gerik seseorang.
Semua mahasiswa bungkam. Mereka semakin terpesona akan ketangkasan Peter membaca tingkah perilaku individu.
Sekali lagi Peter mengedarkan pandangannya ke seluuh ruangan.Memastikan tak akan ada lagi yang memotong pembicaraannya."Jika sekedar nama, ataupun dari mana asal sekolah saya. Kalian sudah pasti tahu bukan ?"Seluruh mahasiswa pun mengangguk patuh.
"Dan jika kalian ingin berkonsultasi ataupun bimbingan diluar jam mata kuliah. Saya juga akan terima dengan tangan terbuka. Namun ingat, itu benar - benar murni konsultasi mahasiswa dengan dosen. Tak ada modus terselip di dalamnya."Sambung Peter tegas.
Ia rasa tak perlu banyak ber - basa basi, Peter sudah kebal dengan modus para mahasiswa. Me-nga-tas-na-ma-kan bimbingan sebagai aksi curi pandang, cari perhatian kepada dosen. Suatu hal yang sering dilakukan temannya semasa kuliah dulu.
"Langsung saja, karena ini hari pertama saya ngajar, saya akan membebaskan kalian dengan sederet materi. Dua jam kedepan akan saya pergunakan untuk membacakan beberapa peraturan yang harus kalian patuhi, dan kalian hindari selama jam mata kuliah saya berlangsung."
Semua mendengar dengan seksama tanpa terkecuali. Siapa tahu ada suatu hal yang bisa mereka manfaatkan untuk melancarkan aksi menarik perhatian sang dosen.
"Pertama saya tidak suka mahasiswa yang tidak disiplin. Dalam bentuk apapun itu."Pandangan Peter kembali menyapu seluruh ruangan. Tangannya ia masukkan kembali kedalam saku celana. "Apa kursi pojok ruangan itu memang tidak berpenghuni ?" tanya Peter ketika melihat bangku kosong di pojok ruangan.
Mengikuti arah pembicaraan Peter, otomatis seluruh mahasiswa menoleh ke tempat yang disebut Peter. Bukannya menjawab, mereka malah saling berpandangan. Seolah bertelepati hanya dengan melalui tatapan mata.
Tepat saat itu juga, pintu ruangan terbuka. Seorang mahasiswa masuk dengan tatapan tak berdosa.
"Maaf pak saya ... "
"Ah ya ... siapa nama kamu anak muda ?" Peter menyela ucapan mahasiswa itu.
"David pak."Jawabnya santai.
Peter menatap David dari ujung kepala hingga kaki. "Ok David. Silahkan tutup pintu dari luar."
"Tapi pak ... bapak belum mendengar alasan saya mengapa terlambat."David tetap ngotot.
Peter melirik rolex di tangannya. "Satu menit untuk menjelaskan."
David melotot, kemudian menghembuskan nafas kasar. "Saya terjebak macet pak."
Sederet kalimat yang membuat Peter melirik sinis."Jakarta macet itu sudah lumrah. Itu sama sekali alasan yang tidak logis. Alasan yang selalu dipakai anak SD ketika telat. Jika tidak ingin terjebak macet ya berangkat lebih pagi." Peter membuang muka.
"Ini untuk semuanya. Dengarkan baik - baik. Bagi saya tidak ada toleransi untuk mahasiswa ataupun mahasiswi yang tidak disiplin." Peter kembali menoleh kea rah david. "Jadi sudah tau apa yang harus kamu lakukan anak muda ?"
David mengangguk, kemudian berlalu keluar kelas. Ia tak menyangka dosen yang dielu - elukan ternyata lebih killer dari dosennya yang sudah pada tua.
Peter kembali mem-fokus-kan diri pada mahasiswa yang berada di dalam kelas. "Saya harap ini pertama dan yang terakhir saya melihat mahasiswa yang terlambat."
Semua mengangguk tak ada yang berani membantah.
"Baru point pertama. Masih banyak aturan yang akan saya sampaikan. jika ada yang keberatan. Saya tidak akan memaksa kalian mengikuti mata kuliah saya."
Peter pun menghabiskan waktu selama dua jam dengan membaca aturan - aturan mutlak yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa.
***
Note: sampe sini udah mulai capek ngedit..tulisan di word di copy ke sini malah tambah ancur susunannya hehe...
moga yang baca bisa tetap menikmati yaa...
like dan komen donk, pleasee
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Wishes Vs The Shoes
Romance"Bukankah cinta itu seperti sepasang sepatu, tak bisa berjalan jika hanya ada satu" Peter jatuh cinta kepada saudara kandungnya, Angel. Cinta tak selalu membuat rindu tapi membingkai sebuah harapan angan mendamba hidup bersama sebagai kekasih buka...