Dengan tekat kuat Angel mendorong pintu yang beratnya terasa berpuluh – puluh kali lipat dari biasanya. Dengan tangan yang gemetar, ia berhasil masuk dengan selamat. Lutut Angel serasa lemas, ketika tatapannya bersiborok dengan mata hitam kelam di depannya. Sang dosen menatap tajam dengan senyumannya yang simetris. "Telat 13 menit." Ucap dosen itu sambil menatap rolexnya. "Masih dalam batas toleransi. Silahkan duduk."
Angel masih tercekat tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Setelah tersadar buru – buru Angel mengangguk lemah, menyeret langkah kakinya dengan susah payah menuju kursi yang berada di deretan ke tiga dari depan.
Disana, Azel menyambut Angel dengan tak sabaran. "Gila, beruntung banget loe Ngel ..." ucap Azel setengah berbisik.
Angel masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang dilihat, hanya memandang kosong ke arah Azel. "Ngel, loe nggak kesurupan kan ?" Azel mengibaskan tangannya di depan Angel. "Fix, loe kayaknya kesurupan deh.... Ngel ... Angel ... " Azel masih terus menyadarkan Angel hingga suara berat dari arah muka kelas menegur mereka dengan tajam.
"Saya tidak suka dengan mahasiswa yang hanya aktif dalam pembicaraan yang tak bermutu." Suara datar dan dingin Peter membuat semua makhluk di dalam ruangan menggigil sekaligus ngeri dalam waktu yang bersamaan.Mau tak mau semua-pun menfokuskan kembali dengan diktat di depannya.
"Buat artikel dengan satu ulasan yang logis, mengapa ilmu psicology masuk dalam ranah komunikasi. Saya harap masing – masing dari kalian, mengulas dari sisi yang berbeda." Semua hanya bisa menggerutu dalam hati. Baru saja awal semester dimulai. Dosen ganteng ini sudah memberi mereka tugas saja.
"Persiapkan diri kalian, jika nanti ada beberapa orang yang saya minta untuk mempresentasikan di depan kelas." Peter menutup diktat miliknya dengan senyum tipis yang disamarkan. Peter menyadari sesuatu ketika melihat bangku di pojok ruangan masih kosong. "Kemana David ?" meskipun baru kedua kalinya mengajar, Peter sudah mengenal mahasiswanya. Terlebih pada David yang memang berulah sejak pertama kali Peter mengajar.
"David kan ketua BEM pak, jadi dia masih mengurus ospek para mahasiswa baru." Jawab Azel mewakili teman – temannya. Peter menatap keatas, berfikir keras. Mengapa sejak awal David tidak mengatakan yang sebenarnya padanya. Macet bukanlah alasan logis yang keluar dari mulut seorang yang berwawasan seperti ketua BEM. Sinyal analisa di otak Peter menyala. Pasti ia beralasan seperti itu karena menutupi alasan yang sebenarnya. Entah mengapa Peter merasa jika ia harus waspada terhadap David. Tak lama Peter beralih pada mahasiswa didikannya.
"Dua jam kedepan artikel kalian sudah berada di meja saya. Berhubung saya ada kepentingan mendadak. Saya kasih kebebasan kalian untuk mengerjakan dimana saja. Boleh juga di perpustakaan fakultas. Tapi ingat jangan sampai telat mengumpulkan. Terima kasih, dan sampai jumpa class." Sambung Peter lalu melangkah meninggalkan ruangan. Semua mahasiswa berlomba menghirup oksigen seolah stok pasokan CO2 telah menipis. Angel-pun baru bisa bernafas lega.
Diajari oleh dosen ganteng yang killer itu ibarat mendapat durian runtuh. Merasakan sakit dan senang dalam waktu yang bersamaan. ***
Di dalam perpustakaan Angel membolak – balikkan modul dengan resah. Pikirannya terpecah. Ia tidak bisa berfikir dengan maksimal. Diliriknya Azel yang juga tak kalah kalut. Siapa yang tidak bingung, jika harus mengulas suatu hal yang belum pernah mereka pelajari sebelumnya. Benar – benar beda dari dosen kebanyakan. Fikir Angel.
"Perasaan kita belum mendapatkan mata kuliah ini sebelumnya. Pak Peter seenaknya aja suruh kita menganalisa. Mana modulnya tebal – tebal lagi." Gerutu Azel. Angel hanya mencebikkan bibirnya. Bagaimana dia bisa konsen, jika sekelebat pikiran janggal menyatu bersamaan dengan tugas yang membuat mood-nya kusut seperti benang kusut. "Apa kita minta bantuan sama mahasiswi ilmu komunikasi ya Ngel ?" tanya Azel kemudian. Angel hanya menatap tanpa minat. "Males ah, fakultas FISIP kan ada dilantai paling atas." Jawab Angel malas. "Hallah.. orang naik lift juga. Bukan tangga darurat." Cibir Azel. "Emang kamu ada yang kenal sama mahasiswa ilkom ?" Angel balas bertanya. Azel menggeleng setengah meringis.
Balik Angel mencibir. "Dasar gaya – gayaan mau minta bantuan. Orang nggak ada yang kenal juga." Merekapun kembali tenggelam pada lautan aksara yang menyatu menjadi teori abstrak. Tak tahan dengan apa yang ada di fikirannya, Angel mengeluarkan smartphonedari dalam tasnya. Mendial angka 1 yang langsung tertuju pada seseorang yang sangat ia rindukan. Nada sambung terdengar, namun tak ada jawaban. Angel mengerang frustasi. Dipindahnya saluran, Angel menekan angka 2 yang terhubung pada mama-nya. Namun nihil, Angel juga tak mendapatkan jawaban. Pasti mamanya sedang rapat.
"Oh ya Zel, seharusnya kan yang ngajar B. Irenne, kenapa diganti ka ... dosen baruitu ?" hampir aja keceplosan batin Angel. "Loe sih telat ... ketinggalan info kan." Nyinyir Azel. "oh ya Zel tadi pagi itu pertama kalinya gue liat pak Peter senyum." Mata Azel menatap kearah kiri atas, mengingat sesuatu."Iya, gue yakin tadi itu pertama kalinya."Tambah Azel heboh.
Angel segera membekap mulut Azel."Ini perpustakaan. Jangan kenceng - kenceng ngomongnya." Azel hanya memasang cengiran tak berdosa, sambil tangannya membentuk huruf V. "Maaf kelepasan." "Loe belum jawab pertanyaan gue."Angel mengingatkan. "B. Irenne dinas keluar. Pak Peter kan deket banget tuh sama B. Irenne. Dia minta tolong kali." Angel menyipitkan mata. "terus – terus .... ?" "Bahkan ni ya Ngel... kemarin..." Azel meninggikan suaranya. Angel menempelkan telujuknya di bibir Azel. "Jangan keras keras." Angel memperingatkan yang kesekian kali. Azel mendesis."Bahkan kemarin B. Irenne gantiin pak Peter ngajar kakak angkatan kita loh.Semester enam."Azel menurunkan intonasi suaranya. "Trus ... ?" "Ya kakak tingkat pada kecewa gitu. Apalagi mereka berfikir pak Peter sama B. Irenne beneran pacaran."
Angel memelototkan matanya seolah berkata "SUMPE LOE." Dengan keras - keras. "Nggak usah melotot gitu juga keles, jangan – jangan loe juga naksir lagi sama pak Peter? " Angel mengibaskan tangan Azel yang menunjuk mukanya."Apaan sih. Nggak la yauuu" "Emang kenapa sih ?"Azel bertanya penuh keingin tahuan. "wajar lagi kalau loe suka sama tuh dosen." "Justru sebaliknya.Itu suatu hal yang mustahil dan melanggar norma."Batin Angel. "Oh gue tahu ... loe kan terlalu sibuk mengagumi kakak loe Ngel. Gue jadi penasaran seperti apa sih dia ?" Angel menerawang jauh sambil tersenyum."Kakak itu orang yang mengerti aku melebihi diri aku sendiri." "Segitu hebatnya ?"Tanya Azel. "Terus ... terus ? " "Terus kapan kita ngerjakan tugasnya."Jawab Angel skakmat.Dan menjulurkan lidahnya pada Azel yang tengah mencebikkan bibirnya. Tiba – tiba nada suara Happly-nya 1D mengalun dari smartphone Angel.Rupanya papanya yang menelfon.Angel pun segera menerima panggilan dari papanya. "Mama pingsan ?" Azel segera menoleh kearah Angel yang mendadak panik. "Iya ... Angel segera kesana." ***
To be continued Love, Lolie & Aisha
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Wishes Vs The Shoes
Romansa"Bukankah cinta itu seperti sepasang sepatu, tak bisa berjalan jika hanya ada satu" Peter jatuh cinta kepada saudara kandungnya, Angel. Cinta tak selalu membuat rindu tapi membingkai sebuah harapan angan mendamba hidup bersama sebagai kekasih buka...