Part 5_Menuju Kelas Pencopot Jantung

180 2 0
                                    

Tiba di lantai dasar, Angel melihat pemandangan yang membuantnya meringis. Siswi junior yang diplonco oleh senior.Sekeras apapun pemerintah menentang tindakan mengintimidasi ini, tetap saja tak diindahkan.Seharusnya masa orientasi siswa digunakan untuk memperkenalkan lingkungan kampus, namun sebagian oleh para senior digunakan sebagai aksi balas dendam. Angel menoleh ketika mendengar suara orang berteriak memanggil namanya. "Hai David ..." sapa Angel ramah.

"Udah sembuh Ngel ... Azel bilang kemarin kamu sakit ? "Tanya David ketika tiba di hadapan Angel. Angel tersenyum manis. "As you see,gue udah sehat kok. Yakali masih sakit malah ngampus. Ehh btw... Azel bocor juga yah. Kemarin dia malah bilang ke gue kalau loe disuruh keluar dari kelas dosen baru itu." David menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Serius Azel ngadu ke loe Ngel ?" Angel manganguk sekilas kemudian pandangannya kembali pada segerombol maba yang berlalu – lalang di koridor dasar. "Kasian lagi tuh maba di plonco gitu. Anak BEM kok pada tega ya ?" ekor matanya melirik David.

"Anjirrr ... Loe jago nyindir yah Ngel." David yang tak lain adalah ketua BEM mendesis. "Nggak seperti yang loe bayangin. Kita nggak macem – macem sama mereka. Cuma disuruh pakai pita apanya yang salah sih Ngel ?" sambung David. Angel hanya ber'oh panjang menanggapi. "Bagus deh, yaudah gue ke kelas dulu ya. Loe lanjutin aja ?" Angel menepuk pundak David. "Ah ya ... loe ada urusan apa manggil gue ?" Angel kambali memutar tubuhnya menghadap David.

"Nggak jadi deh." Jawab David hambar. Alis Angel bertaut heran. Mengedikkan bahu lalu meninggalkan David sendiri. Sementara David menatap punggung Angel nanar.

Di dalam lift, Angel bertemu dengan dua gadis cantik. Keduanya tersenyum ramah pada Angel. di kampus Angel masing – masing fakultas dibagi berdasarkan lantai yang berbeda. Bangunannya dibangun layaknya Apartemen. Namun ruang belajar dipisah – pisah dalam jarak yang tak berdekatan. Kebetulan fakultas psicologhy berada pada lantai tiga.

"Loe anak Psicology kan ?" tanya gadis berambut sebahu dan berkulit putih. Angel mengangguk membenarkan. "Ada apa ya ?" Mata kedua gadis itu berbinar terang. Mereka saling berpandangan sebelum kembali menatap Angel. "Sampaikan salam dari gue ya, buat dosen ganteng itu." Kedua gadis itu merapatkan kedua tangannya di dada. Khas orang memohon. "Please .. " lanjutnya.

Angel hanya membalas dengan tatapan tak percaya. Kabar sangat cepat menyebar layaknya sebuah virus. Kini dosen itu tak hanya menjadi favorit di fakultasnya. Bisa jadi lima fakultas yang ada di kampusnya, semuanya mengagumi dosen baru itu. "Oke, kalau ketemu. Nanti aku sampaikan. Siapa nama kalian ?" Kedua gadis itupun berebut menjabat tangan Angel. "Gue Rara .." "Dira .. kami anak FISIP." jawab gadis hitam manis satunya. Angel manggangguk mantap. "Gue Angel." Lift berdenting. "Kalau gitu gue duluan." Angel keluar dari dalam lift, ketika pintu terbuka otomatis. Jika mahasiswa fakultas Psicologhy terkenal dengan kepintarannya membaca pola pikir manusia, sedangkan mahasiswa FISIP terkenal dengan pembawaannya yang mudah bersosialisasi. ***

Melewati mading, Angel terus melanjutkan langkahnya. Gerombolan mahasiswi di depan mading tak menarik perhatiannya. Harusnya ia sudah tiba di kelas jika tak harus berbasa – basi dengan David tadi.

Pikirannya mendadak kalut karena tak menemukan teman sekelasnya berkeliaran di luar. Angel melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Mendesah pasrah, karena jam kuliah telah dimulai sepuluh menit yang lalu. Itu artinya ia terlambat.

Tiba – tiba saja jantungnya berdegup cepat. Bayangan David yang dikeluarkan dari kelas memenuhi otaknya. Angel menggeleng cepat. Ia yakin pagi ini ia mendapat kuliah komunikasi psicology di jam pertama. Yang mengajar adalah B. Irenne. Dosen kesayangannya yang sangat perngertian. Jadi tak ada alasan untuk Angel takut dikeluarkan.

Angel menambah kecepatan langkahnya. Tak ada waktu lagi baginya bersantai – santai. Tiba di depan kelas, pintu telah tertutup rapat. Angel menyipitkan matanya, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Suara nge-bass itu bukanlah suara perempuan. Mendadak jantungnya seolah dihantam bedug masjid. Semakin berdetak sangat keras.


Love, Wishes Vs The ShoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang