Prolog
Aku akan membunuhnya!
Tidak! Sebelum itu, aku akan membuat hidupnya menderita.
Ya. Benar. Sama seperti yang dia lakukan kepadaku.
Bahkan harus lebih buruk dari itu.
Dia harus mendapatkan balasan yang setimpal.
Aku akan melakukannya!
Pasti!
&&&&
Deva menghitung setiap detik yang terlewatkan dari dalam mobil sedan hitam miliknya. Waktu yang ditunjuk jam digital di atas dashboard mobilnya belum menunjukkan waktu yang tepat untuk Deva bergerak.
Tidak sekarang. Beberapa menit lagi. Deva harus sedikit bersabar. Segalanya telah tersusun rapi dalam pikirnya. Ia sudah tahu kapan targetnya akan muncul. Kemana target incarannya itu akan melangkah dan tempat yang tepat bagi Deva beraksi.
Sudah sebulan lamanya Deva mengawasi target incarannya. Deva sudah hafal di luar kepala segala kebiasaan targetnya. Deva juga sudah merencanakan secara matang segalanya. Rencana yang ia susun seminggu ini.
Tak aka nada saksi mata. Satpam gedung yang bertugas mala mini telah lelap akibat kopi hitam dengan campuran obat tidur pemberian Deva tadi. Orang-orang yang bekerja di gedung itu pun telah pulang sepenuhnya. Hanya tersisa orang itu, targetnya.
Pukul 22.00
Inilah saat yang Deva tunggu. Sepasang mata hitam pekat Deva disiagakan. Menatap lurus ke depan. Memfokuskan pandangan pada target yang akan muncul sebentar lagi. Deva menunggu munculnya sosok itu. Mesin mobil ia nyalakan. Derunya memecah keheningan malam. Tapi, tak membuat berisik atau kejanggalan. Toh, ini jalan raya.
Detik berjalan lambat menghampiri menit. Deva mulai menghitung mundur dalam hati. Hingga sosok itu pria berkemeja abu-abu keluar dari gedung perkantoran berlantai tujuh yang sejak tadi Deva amati. Yeah, itu dia.
Deva tak mau membuang waktu. Setiap detik adalah berharga. Deva hanya punya kesempatan lima menit. Ya, lima menit itu tak akan Deva siakan. Deva mulai memasukkan gigi mobilnya dan menginjak pedal gas. Sedan hitam yang dikendarai Deva melaju kencang. Jarum speedometer bergerak setengah lingkaran. Target Deva telah mencapai titik rencananya.
Bruaak!!
Sedan hitam Deva menghantam keras. Namun, lajunya tak dibiarkan turun. Deva tetap melajukan dengan kecepatan semula. Membiarkan apa yang mobilnya hantam terpental ke atas aspal jalan.
Deva telah berhasil mengenai sasaran. Pada jarak sepuluh meter dari tempat targetnya, Deva mulai mengurangi kecepatan. Deva berbelok dan menyembunyikan mobilnya dalam kegelapan yang tak terlihat orang.
Deva keluar dari sedan hitam itu setelah melepas jaket dan topi hitam yang semula dikenakan. Setelah blouse dan rok kerja babyblue kini melengkapi penampilannya.
Yeah. Kamuflase. Cerdas, bukan?
Deva berjalan tenang seolah tak ada kesalahan yang ia lakukan. Ia mendekati gedung perkantoran tadi. Mata Deva membulat seketika.
Tidak! Ini tidak mungkin! Kenapa dia...
Sosok pria berkemeja abu-abu itu masih berdiri tegak. Pria itu panik. Sesekali terduduk di atas aspal, tepat di samping sosok lain yang terbaring. Dua orang satpam menghampiri sosok itu.
Bagaimana bisa dia masih...
Deva melangkah terburu. Saat tempatnya berpijak semakin dekat dengan sosok itu, Deva menyembunyikan diri. Tidak boleh ada yang melihatnya. Dalam keadaan bingung, Deva masih mampu berpikir untuk tidak terlihat.
Tubuh Deva merosot ke tanah seketika. Penglihatannya pasti salah melihat. Ini tidak mungkin. Deva benar-benar tidak mempercayai penglihatannya saat ini. Wajah berlumuran darah yang terbingkai dalam pupilnya. Deva menggelengkan kepala, mengusir segala kenyataan yang menamparnya.
Ini tidak seperti yang ia rencanakan. Sosok lain itu tidak ada dalam rencananya. Bukan dia. Harusnya bukan dia!
Butiran bening meleleh dari kelopak mata Deva. Kenapa... kenapa jadi kamu, Van?
&&&&
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKU YANG TERBUKA
RandomIni tentang dirimu, tentang kebencianmu, dan tentang kita. Tertuang dalam buku itu. Mengungkap segalanya.