"Terimakasih kau mau membantu kami, Lis," ujar Harry sambil melihat kearah dapur. "Mereka tidak biasanya semangat seperti sekarang."
"Benarkah?" tanyaku bingung.
"Mereka sangat jarang bisa bekerja serius."
"Begitu rupanya," aku tertawa kecil. "Tapi aku senang melihat mereka mau belajar."
"Kau ini sering sekali tersenyum," ujar Harry tiba tiba. Kulihat mata hijaunya melihatku dengan pandangan yang begitu hangat. Siapapun yang dipandang dengan mata itu pasti akan terpaku bahkan untuk sejenak.
"Umm--tidak juga," jawabku sambil memainkan helai demi helai rambutku.
Harry melihat kearah lantai dua lalu kembali melihatku. Dia terlihat menimbang nimbang sebelum berkata, "Apa Layla mengatakan sesuatu padamu?"
Gadis itu lagi.
"Tidak," jawabku singat. Aku benar benar tidak mau membahasnya.
"Kau harus jujur pada managermu, Elisabeth," ujar Harry dengan satu tangan memangku wajahnya. Ugh, kenapa justru disaat seperti ini dia terlihat manis.
"Aku tidak bohong."
Harry menaikkan sebelah alisnya. Aku tau bukan itu jawaban yang dia cari, karena itulah pria ini terus saja memperhatikanku dengan senyum simpul menghiasi wajahnya.
Bagus, aku ini tidak cantik.
Maksudku, aku hanya gadis berumur 19 tahun dengan rambut cokelat sepinggang dan kulit putih yang begitu pucat. Jika disandingkan dengan Harry dan Layla aku ini apa? Aku bahkan tidak bisa merias wajah.
"I'm serious," ujarku lagi.
Harry menggelengkan kepalanya dan masih memandangku dengan tatapan yang sama.
Karena mulai kesal, aku lalu menghela nafas dan menyerah.
"Baiklah, baik," jawabku malas. "Dia bilang padaku untuk tidak pergi keatas."
Harry terlihat mengerutkan keningnya. Dia terlihat tidak percaya.
"Layla melakukannya lagi," gumam Harry.
"Apa?"
"Sebetulnya dia tidak suka ada karyawan baru disini."
Ternyata benar dugaanku. Layla memang tidak suka padaku. Ya, aku mulai mengerti. Layla satu satunya perempuan disini, dulu. Tapi kedatanganku membuat tea blends punya dua gadis di dalamnya. Aku mengerti sekarang.
"Apalagi kalau karyawan baru itu perempuan, iya kan?" tebakku.
Harry tertawa kecil. "Bukan itu, Elisabeth."
Oh, bagus. Kau terlalu berlebihan, Lis.
"Jadi?" tanyaku benar benar tidak mengerti.
"Layla bersikap seperti itu karena semua lebih memperhatikanmu."
"Hah?" aku tau sudah sekonyol apa wajahku karena bingung akan apa yang Harry maksudkan. Salahkan otakku yang terlahir lamban ini.
Harrypun tertawa makin jadi. Mungkin dia akan memecatku setelah ini karena aku terlalu bodoh. "Elis, kau lucu sekali. Jarang jarang aku bisa tertawa seperti ini."
"Ayolah, Harry. Kau membuatku bingung," ujarku sambil melipat tangan di depan dada.
"Elis, elis, elis!"
Aku dengar suara seseorang memanggilku dari dapur. Entah kenapa padanganku malah tertuju kepada Harry. Harry mengisyaratkan padaku untuk pergi ke dapur. Dia menunjuk arah dapur dengan dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
a cup of tea [h.s]
FanfictionElisabeth Novanta Delancey tidak pernah menyangka kalau ia akan dipindahkan ke cabang cafenya yang baru di London. Semuanya baik baik saja sampai ia bertemu dengan keempat rekan barunya yang tampan dan managernya yang sangat "don juan" itu. Written...