Chapter 3

2.2K 126 0
                                    

"Still my lovely Shopaholic."

Udara makin dingin seiring dengan malam yang semakin larut. Jalanan tampak sepi, hanya sesekali ada beberapa mobil milik penduduk sipil dan mobil milik anggota NYPD yang lalu lalang untuk berpatroli. Bukanlah keputusan yang baik untuk berada di luar dan terpapar udara malam ketika suhu nyaris turun hingga ke titik nol derajat seperti ini, namun Harry Styles tidak mau menunda waktu lagi. Dia ingin segera pulang, meninggalkan tempat ini, tempat dimana Justin Bieber bisa menatapnya. Tempat dimana Justin menghirup udara yang sama seperti yang dia hirup. Kebencian itu lagi-lagi melumuri batinnya, membuatnya ingin segera mendatangi Justin, mencekiknya hingga batang lehernya patah. Atau menghancurkan hidupnya. Menghancurkan hidup laki-laki itu, tentu saja terasa sangat mudah. Dia memiliki bukti kejahatan Justin. Dia bisa mengambil alih Samantha dari tangan Justin dengan bukti itu, namun tentu saja dia tidak bisa melakukannya. Sungguh aneh. Rasa cintanya pada ayahnya terasa seperti buah simalakama. Rasa cinta pada ayahnya membuat Harry sungguh ingin membunuh Justin dengan kedua tangannya sendiri, namun rasa cinta pada ayahnya juga lah yang membuatnya memberikan pengampunan itu. Menukar rasa dendamnya dengan sesuatu yang bisa membuat nama Ayahnya terangkat ke sinar kehormatan. Yang membuat Ayahnya bisa merasakan sedikit kebanggaan di alam sana, dengan memilikinya sebagai seorang anak.

Harry mengancingkan risleting mantelnya hingga ke pangkal leher, kemudian menatap sebentar keheningan di luar gedung rumah sakit, lantas melangkahkan kakinya keluar. Menuju mobil Skyline hijau tua yang terparkir di antara Range Rover milik Justin dan Volvo milik Kyle. Mata Kyle menatap punggungnya, memperhatikan Harry hingga laki-laki itu menghilang di dalam Skyline nya yang dengan cepat mundur, kemudian berbelok menuju pintu keluar rumah sakit. Lalu kemudian, gadis itu berpaling pada Justin yang terdiam di tempatnya. Wajahnya masih tanpa ekspresi, meskipun diam-diam Kyle bisa membaca tekad yang muncul di bola mata cokelat madu milik laki-laki itu.

"Justin... kau tidak berpikir untuk menerima permintaannya kan?"

"Itu bukan permintaan, Kyle. Kau tentu tahu itu." Justin menghembuskan napas. "Aku tidak punya pilihan lain. Sudah cukup beruntung bagiku dia tidak menjebloskanku ke penjara, atau mencoba merebut Samantha dari sisiku. Kau tahu, dia punya perasaan pada Samantha sejak hari pertama Samantha menginjakkan kaki di Seattle."

"Baiklah, baiklah. Kupikir permintaannya itu juga tidak buruk, kok. Dia sepertinya meminta pada orang yang tepat. Tapi kedengarannya lucu juga. Maksudku, orang-orang seperti kita yang menjadi buruan polisi, kini harus berjuang demi keadilan?"

"Jangan bicarakan mengenai hal itu disini." Kata Justin dengan nada memperingatkan. "Aku tidak ingin memberitahu Samantha hingga aku benar-benar yakin kita memang harus melakukan hal itu. Dia baru saja terbangun, sedang berada dalam tahap pemulihan, dan dia akan berpikiran yang tidak-tidak jika kita memberitahunya sekarang."

"Ini bukanlah sesuatu yang berbahaya." Kyle memutar bola mata. "Kupikir, ini malah satu-satunya kesempatan agar kita bisa mendapatkan pengampunan. Kemudian hidup normal seperti sedia kala. Seperti sebelum kita terpaksa masuk ke dalam dunia yang gelap ini."

"Kehidupan normal macam apa yang kau bayangkan?" Justin mendesah. "Sekali kita begini, selamanya kita akan tetap begini. Pengampunan? Well, tunggu sampai kita kembali berurusan dengan para pengedar senjata dan heroin yang selama ini menjadi pemasukan utama kelompok kita, atau kita kembali terlibat balapan liar hanya untuk kesenangan. Pengampunan itu tidak akan ada lagi artinya."

"Apakah kau akan kembali melakukan hal itu? Maksudku, Justin, sekarang kau memiliki seseorang yang begitu berarti bagimu. Seseorang yang tidak berasal dari dunia yang selama ini kita tinggali. Tidakkah kau pernah berpikir sekali saja untuk melupakan dunia sialan ini dan hidup bahagia bersamanya?"

After The Darkness (sequel to Shopaholic) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang