Chapter 17

1.6K 93 1
                                    

"I got ya."

Suara jenaka yang polos itu membuat baik Samantha maupun Justin menghembuskan napas. Samantha tidak mengatakan apa-apa, hanya tersipu sambil menaikkan selimut yang menutupi tubuhnya dan Justin bangkit sedikit, memandang pada Jaxon yang masih berdiri dengan pelototan meminta penjelasan di ambang pintu.

"Go away, Jax!" Justin memutar bola matanya dengan jengah, namun Jaxon tetap tidak mau pergi. Bocah itu bertahan di ambang pintu, kini berkacak pinggang dengan dagu yang dinaikkan tinggi-tinggi, matanya menatap tajam pada kakak laki-lakinya.

"No, because if I leave, you'll kill her, won't you?"

"Konyol sekali," Justin berkomentar kesal. "Aku tidak akan membunuh pac—istriku, kau mengerti, little bro?"

"It's okay, Jax." Kali ini Samantha yang bicara. Jari-jari gadis itu meraih rambut panjangnya yang tergerai di belakang punggung, merapikannya dengan asal-asalan. Mata cokelatnya terarah pada Jaxon ketika dia bicara. "Aku baik-baik saja, sungguh. Kami akan segera turun untuk sarapan."

"Benarkah?"

"Tentu saja."

"Baiklah," Jaxon mengedikkan bahunya, kemudian melangkah meninggalkan ambang pintu kamar Justin dan Samantha. Samantha menghembuskan napas, sementara Justin, tanpa diduga justru bangkit begitu saja dari atas ranjang dan melangkah menuju pintu, membuat Samantha tercekat dengan napas tertahan.

"What's the problem, Wifey?" Justin mengernyit sesaat setelah menutup pintu, berbalik pada Samantha dan menatapnya dengan mata menyipit. Begitu dia melihat wajah Samantha yang memerah, laki-laki itu langsung menyadari apa penyebab gadis itu tercekat dan begitu terkejut. "Merasa malu, eh? Kupikir kau sudah melihat semuanya semalam."

"Hentikan." Samantha menggeram pelan. "Kau menodai mataku yang masih suci."

"Ya ampun," Justin terkikik. "Kau benar-benar... konyol. Aku tidak pernah melihat perempuan yang terkejut ketika melihatku telanjang sementara sehari sebelumnya dia telah menghabiskan sepanjang malam bercinta denganku."

"Jangan samakan aku dengan jalang-jalangmu itu." Samantha mendesis, lantas dia menyelubungi sekujur tubuhnya yang telanjang dengan selimut tebal, sebelum akhirnya melangkah menuju kamar mandi.

"Benar-benar pemalu." Justin berkomentar sesaat sebelum Samantha bisa menjangkau pintu kamar mandi.

"Shut up," Samantha membalas dengan cepat, "Kita akan pergi kemana hari ini? Kalau aku boleh tahu."

"Aku lebih memilih untuk menjaganya tetap sebagai rahasia," Justin mengedikkan kedua bahunya, yang membuat Samantha mendengus.

"Baiklah—baiklah. Aku tahu."

"Jangan pakai jeans dan kemeja."

Kepala Samantha yang sebelumnya telah masuk ke kamar mandi kembali menyembul dari kusen pintu. "Kenapa?"

"Karena jeans dan kemeja sulit dibuka, dua benda itu bukan favoritku."

Mata Samantha menyipit. "Apakah kau pernah punya pengalaman buruk dengan jeans dan kemeja?"

"Tentu saja." Justin memutar bola matanya. "Kyle pernah satu kali mengenakan jeans ketat dan kemeja berkancing banyak ketika aku benar-benar menginginkannya—oh baiklah, kupikir kau tidak ingin mendengarnya." Justin menghentikan ucapannya begitu dilihatnya Samantha merubah ekspresi raut wajahnya. "Tapi itu bukan poinnya. Intinya, aku tidak suka jeans dan kemeja."

After The Darkness (sequel to Shopaholic) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang