Chapter 31

1.4K 91 0
                                    

"She's gone,"

Jason menghembuskan napas sambil melirik pada arloji yang melingkari pergelangan tangannya. Pukul 7.15 malam. Sialan. Suara yang tadi terdengar dari megafon sudah berhenti, digantikan oleh suara pintu yang ditendang hingga menjeblak terbuka dan perintah-perintah antar personil NYPD dengan suara yang samar-samar. Jason hampir yakin bahwa kurang dari sepuluh menit dari sekarang pada personil itu akan segera bergerak ke lantai dua dan menemukan dia bersama Gwen. Jason melenguh lagi, melirik pada gadis berambut hitam di sampingnya dan melenguh makin keras. Gwen gemetar, tampak takut. Jelas sekali kenangan terakhir akan pencurian yang dilakukannya dan hukuman penjara yang sempat dilewatinya kembali membayang di benak gadis itu, seperti trauma yang menyergapnya. Jason tidak tahu kenapa, namun dia berpikir satu-satunya hal yang bisa membuat Gwen merasa aman adalah dengan memberikan dukungan pada gadis itu. Jason meraih jari Gwen, menggenggam tangan gadis itu diantara jari-jari tangannya sendiri hingga keheningan yang aneh mencekam diantara mereka selama beberapa saat.

Oh sialan. Jason memaki dalam hati. Apa sih yang baru saja dia pikirkan? Tindakan anehnya itu membuat Gwen kini memandangnya dengan penuh tanya,

"Tidak apa-apa," bisik Jason, mencoba menatap mata gelap Gwen, "Kau akan baik-baik saja, Gwen. Aku tahu itu."

Gwen menghindari pandangan Jason, memandang pada tubuh Turner yang terbujur kaku diatas genangan darahnya sendiri. Terlalu sedikit waktu untuk menyembunyikan barang bukti. Hanya ada mereka berdua di tempat ini, dan beberapa meter di depan mereka ada seonggok mayat dengan luka tembak di kepala. "Tapi kau tidak akan baik-baik saja, Jason. Jangan coba berkilah karena aku tahu soal itu."

Jason menunduk, helaian rambut cokelat terang menyapu dahinya yang dihiasi beberapa titik keringat. Laki-laki itu menyeka rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangan kirinya, lantas berdecak dan memandang pada Gwen dengan penuh harap, "Tidak apa-apa," ujar Jason,

"Kau akan berakhir terkunci di penjara. Apa yang kau pikirkan, Bieber?"

"It's fine," Jason tersenyum lemah, "Gwen, look at me," pria itu menelan ludahnya, berusaha memaksa Gwen untuk memandang padanya, "Jangan khawatir. Aku punya rencana, percayalah."

"Kukira penjara bukanlah tempat yang bagus untuk merancang sebuah rencana," sahut Gwen muram sementara suara derap langkah para personil polisi yang telah mengepung tempat ini semakin mendekat. Gadis itu menarik napas, "Apa yang kau rencanakan?" Meskipun Gwen pikir itu tidak masuk akal, namun toh dia tetap bertanya.

"Sesuatu yang bisa menyelamatkan Samantha," kata Jason, menekan bibirnya ke dalam sebuah senyuman tipis, dia menatap ke dalam lensa mata Gwen dengan pandangan meyakinkan, "Aku punya sahabat lama yang mau kutemui disana."

Personil polisi pertama sudah mencapai lantai dua. Dia mengenakan seragam lengkap, belati tersangkut di ikat pinggangnya dan pistol yang pelurunya siap ditembakan dipegang dengan kesigapan di kedua tangannya, matanya menatap dengan penuh kewaspadaan, ada keterkejutan yang kental di matanya ketika dia melihat mayat bergelimang darah yang tergeletak di atas lantai semen yang dingin dan kotor.

"Kalian sudah dikepung," katanya ketika beberapa temannya, sesama polisi yang lain telah naik ke lantai dua dan membentuk lingkaran yang mengepung Jason dan Gwen—menutup akses mereka untuk melarikan diri, kalau-kalau mereka memiliki niat untuk melakukan itu. Gwen tampak khawatir, namun Jason hanya berdiri disana dengan tenang sampai seorang polisi dengan lencana dan tanda pangkat menyeruak lingkaran yang dibentuk oleh anak buahnya. Megafon warna putih pucat tergenggam di tangan kanannya. Well, Jason kenal siapa pria itu. Officer Brantley, orang yang selama ini begitu bernafsu memasukkannya ke penjara.

After The Darkness (sequel to Shopaholic) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang