Chapter 30

1.2K 89 0
                                    

"You killed him."

Satu-satunya hal yang pertama kali diingat oleh Samantha begitu dia membuka kedua belah matanya adalah sepasang mata hijau keabuan milik Luc Verentron yang memandanginya dari kursi pengemudi, kemudian hantaman benda tumpul di kepalanya hingga penglihatannya berubah menjadi gelap gulita.

Dan sekarang, disinilah dia berada.

Gadis itu mengerjapkan kelopak matanya sebelum membukanya dengan perlahan. Untuk sesaat, matanya berusaha beradaptasi dengan kondisi pencahayaan yang luar biasa terang di sekitarnya, lantas menundukkan kepala hanya untuk menemukan tubuh dan kedua tangannya terikat pada sebuah kursi dengan seutas tambang berdiameter cukup besar. Samantha mengerang perlahan, berusaha menggunakan jari tangan kanannya untuk menyentuh kepalanya yang masih terasa berputar, namun toh semua usahanya itu percuma. Tambang yang mengikat kuat tangan dan kedua kakinya pada kursi itu justru membentuk goresan yang menyakiti pergelangan tangannya tiap kali dia mencoba untuk bergerak.

"You're awake, Mrs. Bieber?" Sebuah suara bernada menohok membuat kepala Samantha terangkat naik dari tangannya yang terikat, mendapati seorang laki-laki tegap dengan wajah menawan tengah memandang padanya dengan tangan dilipat ke dada. Laki-laki itu membentuk seringai sinis melihat isteri dari salah satu musuh abadinya duduk di hadapannya, terikat dan putus asa. Kesakitan, lemah dan tak berdaya.

"Luc Verentron?" kening Samantha berkerut, kemudian wajahnya berubah jengkel, "Apa yang baru saja kau lakukan?"

"Menculikmu, mungkin?" Luc bertanya dengan nada sarkastik sembari melebarkan kedua tangannya, "Bagaimana perasaanmu, Samantha?"

"Harusnya kau tidak perlu memukul kepalaku," geram Samantha kesal, lantas dia mengerang kesakitan karena kepalanya terasa berdenyut, "Bagaimana jika aku kena gegar otak? Kenapa kau tidak memakai obat bius pada sapu tangan atau hal elegan lainnya daripada memukul kepala, hm?"

"Kau gadis yang menarik," Luc memiringkan kepalanya, memandang wajah Samantha dengan pandangan menilai, lantas matanya beralih pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, "Sudah empat jam berlalu sejak aku menculikmu. Dimana suamimu dan teman-teman bodohnya itu, hm? Mereka bahkan tidak berusaha sedikitpun untuk menemukanmu."

"He will find you," Mata cokelat gadis itu menatap pada Luc tanpa berkedip sedikitpun. "And when he does, he'll turn you into corpse."

"Apakah itu sebuah ancaman?" Luc tampak bosan, "Yah, ancaman dari seorang gadis naïf yang cantik tidak akan membuatku takut. Pada kenyataannya, duo Bieber bodoh itu akan harus membayar apa yang telah mereka lakukan pada adik perempuanmu."

"Itu salahmu sendiri." Tukas Samantha, yang membuat Luc merenggut helaian rambutnya dengan keras, hingga Samantha merasakan rambut-rambutnya seakan dicerabut paksa dari kulit kepalanya. Menanggapi rintihan samar Samantha, Luc hanya memiringkan wajahnya seraya berdecak pelan.

"What a brave silly girl," gumam lelaki itu dengan cibiran di bibir, "Sekarang aku tahu mengapa Justin lebih memilihmu dibanding Wanda. Betapa besar kesalahan yang sudah dia perbuat dengan memilih gadis naïf ini, yang bahkan tidak tahu bagaimana caranya menggunakan senjata."

"Aku sudah pernah membunuh," desis Samantha, berusaha menekankan betapa dirinya juga memiliki sisi berbahaya, "Aku sudah pernah membunuh dua orang dari teman-temanmu yang malang."

"Insiden di Rockwell," balas Luc dengan wajah tanpa ekspresi, "Ya, aku sudah dengar itu. Jangan tersinggung, tapi kalau boleh aku berkata, itu hanyalah keberuntungan pemula. Dan kurasa, keberuntungan itu belum akan memihakmu sekarang." Luc meneruskan ucapannya sembari melepaskan genggamannya pada rambut Samantha.

After The Darkness (sequel to Shopaholic) by Renita NozariaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang