Di rumah, terkadang Haba memikirkan tentang pertemuannya dengan Sam. -Apakah ini salah?- pemikiran seperti itu tidak jarang muncul di dalam otaknya. Hatinya mulai mencorat-coret nama "Sam" apalagi setelah kejadian malam dengan preman itu. Garis-garis yang semula berantakan, lambat laun semakin jelas mengukir namanya.
"Dia udah sembuh?" Kakak Haba, Mas Umar menyadari adiknya yang melamun. Ia memang sangat dekat dengan saudara satu-satunya itu. Dengan perbedaan umur berkisar 4 tahun, maka jelas saja kakak laki-lakinya itu adalah orang pertama yang tau mengenai Sam.
Haba hanya mengangguk. "Alhamdulillah."
"Lalu gimana dengan perasaanmu?"
Haba hanya terdiam. Ia masih belum mengerti. Sejauh ini, ia menganggap Sam sebagai seseorang yang baik. Walau ia tau, Sam tidak jauh berbeda dengan lelaki remaja di luar sana. -Tapi apa salahnya? Semua orang belajar baik, bukan?- hatinya tidak henti-hentinya memberi pembelaan.
"Orangnya seperti apa mba?" Tiba-tiba laki-laki yang mulai memasuki kepala 5 keluar dari dapur dengan secangkir minuman wangi yang hangat. Itu adalah Usman, Abi haba.
"A-bi..." Haba hanya menengok ke belakang, perasaannya sedikit gugup, perkataannya pun menggantung, tidak tahu apa yang ingin ia katakan lagi. -Bagaimana Abi bisa tau?-
"Yang jelas sih special banget bi, buktinya Haba melamun begitu." Mas Umar menambahkan, membuat Adiknya semakin kikuk.
"Mas...." Haba menginjak kaki Mas Umar,-Mengapa tidak terpikirkan? Jelas saja mas Umar yang memberi tahu abi- "Ba-ik bi,In Shaa Allah."
"Seiman kan? Abi yakin dengan pilihan Haba." Abinya mulai meneguk pelan-pelan minuman di cangkirnya, persis dengan ketentuan sunnah Rasul.
Perkataan terakhir itu, sampai saat ini ia tidak memikirkannya. Padahal, pada laki-laki yang sebelumnya pernah mendekati Haba, ia sangat sangat teliti benar. Berbeda dengan Sam, rasanya ia dengan mudah melewati segala tes dari Haba. -Apa iya kita berbeda? Ah, nama sepertinya tidak menjamin. Lagi pula mereka terlihat sama- lagi-lagi hati Haba terus berbicara.
****
Malam ini Sam kembali menuju arena balap. Setelah 2 hari dirinya absen, tampak tidak ada yang berubah.
"Abis kena masalah sama siapa lu Sam?" Ali menyadari bekas memar pada wajah Sam.
"Abis nolongin perempuan yang lagi doi taksir. 3 lawan 1, ya kagak?" Andro menyosor menjawab pertanyaan Ali. "Satu sekolah juga sama lu."
Ali menepuk pundak Sam berkali-kali. "Good luck Sam!"
"What do you mean?" Sam hanya memandang Ali dengan senyum di wajahnya.
"Btw, lu kemaren kemana al?" Andro mengalihkan pembicaraan.
"Gua ada acara tadarus sama temen-temen gua, rutin menjelang ujian."
"Keren banget lu." Andro seketika menonjok lengan ali.
"Temen-temen surga gua, In Shaa Allah. Kita mau bareng-bareng berjuang."
"So, how about us?" Sam melirik Ali.
"Gua harap bisa ketemu kalian lagi di surga Allah."
"Ngapain? Balapan?" Sam sedikit tersenyum. Diikuti dengan tawa dari Andro dan Ali.
"Uh so sweet." Andro mencoba memeluk kedua sahabatnya itu.
****
Jam menunjukkan pukul 02.30 saat Sam memasuki rumah keadaannya masih sepi, semua masih terlelap dengan perjalanan mimpi masing-masing. Tetapi tidak dengan lelaki paruh baya yang masih duduk di teras belakang rumahnya, dengan secangkir kopi yang tinggal setengah gelas. Laki-laki itu diam sambil terus memandang kedepan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Syahadat
Spiritual[Cerita sudah di terbitkan.] Sam, seorang lelaki remaja yang banyak di idami kaum hawa, dengan kehidupan kelamnya. Kemudian semua itu berubah 180° setelah ia bertemu dengan perempuan berkerudung panjang dari seberang sekolahnya. Dengan segala ketang...