"Bagaimana dengan tugas Suzy-songsaemnim?" tanya Irene sambil meletakan semangkuk kecil bulgogi ke nampannya, tangannya sibuk mendorong anak-anak kelas satu yang berebutan nasi dan kue coklat didepannya.
"Sudah, aku sudah memprintnya tapi aku lupa bawa penjepit kertas." jawabku lalu menyambar sepotong kue selai nanas sebelum diambil orang lain.
Irene berjalan menjauh dari kerumunan dengan diriku mengikuti dibelakangnya "Aku bawa dua, ambil saja satu."
"Jinjja? Gomawo!"
Kami duduk di meja kantin yang letakknya agak masuk ke dalam lalu memakan makan siang kami dengan lahap. Mencerna rumus-rumus yang jawabannya dua lembar memang membutuhkan energi yang banyak.
Omong-omong, namaku Son Wendy. Siswi kelas 2-B Daewoon senior school. Perempuan berambut coklat muda disebelahku bernama Bae Irene, temanku dari kelas satu.
"Kamu dapat kue nanas?" tanya Irene menatap kue yang ada di atas nampanku. "Enak banget, aku gak kebagian."
Aku langsung menutupi nampanku dengan kedua tanganku. "Enggak ada acara tukar-tukar kue, siapa suruh ga ikut dorong-dorongan sama anak kelas satu."
Irene manyun lalu melirik ke arah meja petugas kantin yang masih ramai. "Habisnya yang paling mudah diambil itu kue coklat, anak-anak kelas satu kayak orang kelaparan semua."
"Namanya juga masih bocah."
"Wendy, umur kita gak beda jauh sama mereka."
"Terserah."
Aku kembali mengaduk-ngaduk nasi dengan bulgogi. Baru saja ingin menyuapkannya kedalam mulut, kaki Irene menendang kakiku lalu dia menunjuk-nujuk ke luar kantin.
"Ya tuhan, Irene! Ada apa? Kamu mau aku tersedak?"
"Lihat itu!"
Aku menyuap bulgoginya terlebih dahulu lalu menoleh kebelakang, tampak segerombolan laki-laki dengan wajah sok gangster memasuki kantin. Beberapa perempuan berbisik-bisik, ada juga yang menyapa mereka sok akrab.
"Astaga, kukira apaan. Ternyata plagiatnya Genji."
Irene nyaris menyemburkan tawanya, lalu dia berbisik pelan. "Mana Genji, sih? Lebih keren ini lah."
Aku hanya mendengus tidak peduli, lebih baik mencurahkan semua perhatianku pada sepiring nasi bulgogi yang berharga ini dari pada sekumpulan anak laki-laki yang hobinya tebar pesona.
"Wendyyyy lihat itu! Vernon tambah cakep!" Irene memekik pelan sambil menggigit sendoknya, memandang penuh harap ke satu namja berwajah blasteran yang kini tengah berebutan nampan dengan seorang namja kecil berponi. Cakep-cakep kayak bocah.
"Dia udah cakep dari lahir, Bae Irene. Sekarang cepat habiskan makananmu." ketusku sebal
Well, mungkin di setiap sekolah pasti ada figur anak populer, entah karena mereka tampan atau cantik, kaya, berbakat dan pintar. Sekumpulan laki-laki yang tadi itu bak pangeran sekolah dimata murid perempuan, termasuk Irene dan pengecualian untukku. Bukannya aku bilang mereka jelek atau hanya modal tampang, malah mereka cukup pintar dan berbakat tapi aku termasuk kategori siswi-yang-tidak-menjerit-ketika-bertemu-mereka. Oh iya, mereka itu geng yang bernama seventeen. Anggotanya kalau tidak salah 13 orang? Iya kan? Aku tidak terlalu mengenal mereka sebenarnya.
Irene hafal nama-namanya, sementara aku hanya tau empat orang. Yang namanya Vernon (namja blasteran yang sering dibicarakan Irene), Seungkwan (dia temanku di klub paduan suara) dan Joshua. Untuk Joshua, aku tidak tau apa-apa tentang dia, aku hanya suka wajahnya karena enak dipandang menurutku. Wajahnya tidak se-genji yang lain. Dan satu lagi, Dino, dia tetanggaku dari junior highschool dulu. Nama aslinya Lee chan tapi entah mengapa semua orang memanggil dia Dino.

KAMU SEDANG MEMBACA
Death the kid
FanfictionNamanya Son Wendy, dia tidak sengaja terlibat dengan seorang pembunuh bayaran yang ternyata adalah teman sekolahnya. Hari-harinya berubah dan perasaannya tercampur aduk sejak hari itu. Dan dia menyadari kalau dia tidak bisa lari. [Don't forget revie...