'(Sent 3 minutes ago/ via; Mail) ; Kong365: Anyeoooong, maaf aku baru bisa mengirimu pesan hari ini, kemarin-kemarin aku sangat sibuk. Kamu juga kenapa gak mengirimi pesan?'
'(Replied 7 minutes ago/ via; Mail) ; Wennykwan: Tidak masalah ko, malah senang karena kotak masukku tidak ramai. Untuk apa aku mengirimu pesan? Kerajinan banget.'
'(Sent 9 minutes ago/ via; Mail) ; Hatiku sakit mendengarnya, gini-gini aku itu ngangenin. Kamu aja belum nyadar. Jomblonya kelamaan sih, jadi susah peka.'
'(Replied 12 minutes ago/ via; Mail) ; Sialan, ngaca dong. Emang ada yang mau sama kamu?'
Aku mendengus sebal, sekarang aku tengah duduk di tribun pinggiran lapangan basket bersama Irene, menemaninya menonton tanding basket. Aku memang suka basket dari dulu sementara Irene juga suka, lebih tepatnya dia mau menonton idolanya bermain basket.
Aku juga baru tau kalau ternyata beberapa anak Seventeen jago bermain basket. Apa selama ini aku tinggal di goa? Kuno sekali aku.
Aku juga mau sekalian melihat Mark-ppa, dia itu seperti dewanya basket. Mungkin sebelas - dua belas sama Michael Jordan. Hahaha, aku terlalu hiperbola sepertinya. Tapi karena penyakitnya itu Mark-ppa harus mengurangi porsi main basketnya. Makanya hari ini kuanggap sebagai pertandingan ekslusif karena Mark-ppa ikut bermain, bahkan aku sudah membawa kamera dari rumah, hahaha.
"Whoa!" aku memekik tertahan saat salah satu pemain melakukan shooting dari tengah lapangan dan langsung masuk ke ring, kuakui permainannya bagus juga.
"Itu namanya Seungcheol." ucap Irene sambil menunjuk orang yang tadi melakukan shooting. "Leadernya Seventeen, kelas 2-C."
Aku hanya mengangguk-angguk sambil tetap memfokuskan diri ke permainan, ini hanya permainan persahabatan sebenarnya tapi lumayan seru juga. Aku mulai menyalakan kamera lalu memfoto Mark-ppa yang tengah mendribbling bola lalu melakukan lay up dengan baik. Yes! Bolanya masuk. Sedikit bangga karena foto yang kuambil hasilnya sangat bagus.
Ckrek! Ckrek! Ckrek!
Tidak hanya Mark-ppa yang kufoto, beberapa pemain lain juga ikut kufoto, para penonton dan beberapa orang yang duduk di bangku cadangan. Saat aku memotret pemain cadangan, pandanganku tertuju pada Joshua yang duduk disana. Dia tidak main? Bukannya dia jago basket? Ekspresi Joshua tampak datar dan matanya memandang was-was kekiri-kekanan. Aneh, dia sepertinya takut ditusuk dari belakang, ya itu bukan urusanku sih.
"Wendy, jangan hanya mengambil foto, ayo ikut berteriak! Suaramu kan keras." ketus Irene sambil mendorong kameraku.
"Sayang-sayang suaraku hanya untuk mereka saja, aku kesini hanya mau melihat Mark-ppa." jawabku datar sambil tetap mengambil foto.
Irene nampaknya malas menasehatiku dan kembali tenggelam dalam serunya pertandingan.
Ting! Hapeku berbunyi menandakan pesan masuk.
'Tolong jangan keluar lapangan dulu.'
Maksudnya apa? Saat aku lihat pengirimnya ternyata Joshua. Ada-ada saja ini anak, apa dia pikir ada penjahat disekitar sini?
Aku kembali mengantongi hapeku dan menonton pertandingan. Tiba-tiba Irene menepuk bahuku sambil berbisik. "Wendy, anterin aku ke toilet dong."
"Enggak." tolakku singkat tanpa mengalihkan pandangan dari lapangan.
Irene manyun. "Ah, sebentar saja, tiba-tiba kebelet ini."
"Siapa suruh minum cola dua botol terus minum air mineral sebotol? Gimana gamau kebelet." dengusku sebal.
"Ayooo, please, Wendy."
"Tidak, aku mau nonton Mark-ppa, lagi seru ini."
"Wendyyyyyyy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Death the kid
FanfictionNamanya Son Wendy, dia tidak sengaja terlibat dengan seorang pembunuh bayaran yang ternyata adalah teman sekolahnya. Hari-harinya berubah dan perasaannya tercampur aduk sejak hari itu. Dan dia menyadari kalau dia tidak bisa lari. [Don't forget revie...