In that night (Wendy's POV); chp 6

617 54 13
                                    

"Tidak ada teh?"

Namja tinggi besar itu mengobrak-abrik lemari dapur. Sibuk mencari apapun yang berlabel 'teh'

"Adanya teh celup, masih ada satu boks di lemari paling pojok dekat kulkas." Jawabku tanpa mengalihkan perhatianku dari laptop.

"Dimana?"

"Ya disitu, Dongwoon-ppa."

"Lagian nyetok kopi terus," Dongwoon-ppa mulai membuat tehnya. "Mana ini masih utuh, segelnya belum dibuka."

"Memang, itu juga dikasih dari Lee Ahjumma karena dia belanjanya kelebihan."

"Lee Ahjumma?"

"Tetangga depan rumah."

Dongwoon-ppa menganggung-angguk paham. "Teh aja donasi, miris banget hidupmu."

"Senggaknya aku masih punya."

Aku kembali memusatkan perhatianku ke komputerku, entah mengapa aku bisa mendapatkan ide untuk mengetik ceritaku saat ini padahal aku sudah kena writerblock seminggu ini.

"Yang tadi itu pacarmu?" tanya Dongwoon-ppa, tangannya sibuk mengaduk-aduk gelas tehnya.

Jariku berhenti menyentuh keyboard. "Bukan, hanya teman sekolah."

Manusia tinggi itu nyengir konyol. "Habisnya kalian terlihat serasi, aku merasa seperti ayah yang melihat putrinya mendapatkan pendamping hidup yang pantas saat kalian mendatangiku."

Sejam yang lalu, aku berhasil keluar dari apartemen Yeri dengan membuat janji dengan Joshua (ya sebetulnya aku sangat terpaksa dengan pernjanjian itu) dan Joshua mengantarku sampai ke depan apartemenku. Saat itu Dongwoon-ppa tengah diluar menunggu jadi dia pikir aku dan Joshua berpacaran. Dasar manusia bongsor, bisanya menilai dari penampilan.

Aku manyun, tiba-tiba semangatku untuk menulis telah menguap. "Hidupku saja belum benar, mana mau aku mempunyai pacar."

Dia menyernyit "Maksudmu?"

"Maksudku, nilai-nilaiku masih jelek, kamarku masih berantakan, ceritaku banyak yang belum tamat, terkadang lupa makan siang dan selalu ketinggalan bis kalau mau sekolah. Mana bisa aku mempunyai pacar kalau hidupku masih seperti itu?"

Dongwoon-ppa tertawa kecil. "Itu semua tidak ada hubungannya dalam menjalin sebuah hubungan."

"Jelas ada. Aku tidak mau diatur orang, aku lebih suka mengatur orang. Aku harus memperbaiki hidupku dulu sebelun ada orang berlabel kekasihku yang seenaknya mengaturku."

"Bagaimana kamu mau punya pacar kalo seperti itu."

"Kan sudah kubilang, aku belum mau punya pacar."

Dongwoon-ppa menyerah, berdebat denganku sama aja menunggu angsa beranak. Tidak akan terjadi.

Dongwoon-ppa lalu mengganti topik pembicaraan "Sebelum kesini, Dambi-noona menelponku, dia bilang minggu depan nanti dia akan pulang."

Aku langsung memutar kursiku. "Iya? Serius? Jangan menipuku dengan trik murahanmu itu oppa."

Dia mengangguk. "Serius, aku berani jamin."

Aku menghela nafas, entah kenapa sekarang niat untuk menulisku hilang.

"Aku berani bertaruh kalau sekarang kamu lagi ada masalah berat." celetuk Dongwoon-ppa sebelum meneguk tehnya sampai habis.

"Memangnya wajahku sebegitu depresi?"

"Aku sepupumu, nyaris tiap bulan aku main kesini apalagi sikapmu biasanya blak-blakan. Jadi jika ada hal aneh sedikit aku akan langsung menyadarinya."

Death the kidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang