Hal yang pertamakali aku lihat saat membuka mata adalah putih.
Sebuah kamar bercat putih, dengan perabotan berwarna putih hingga pintu serta kenopnya berwarna putih. Seluruh kamar ini berwarna putih.
Kamar?
Aku reflek terduduk lalu mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Kenapa aku bisa berada disini? Tempat apa ini?
Pandanganku kembali beredar, ada sebuah tabung udara disamping tempat tidur dan inhaler yang tergantung di kepala tempat tidur dan beberapa obat yang berantakan di atas meja nakas.
Ini dimana? Rumah sakit?
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Joshua, iya Joshua. Aku menepuk-nepuk pelipisku pelan, berusaha mengingat rincian kejadian yang membuatku berakhir disini.
Seingatku, aku pingsan. Dan yang kulihat terakhir kali adalah Hyejeong dan Joshua. Hyejeong? Bagaimana keadaannya?
Aku menyipitkan mataku saat cahaya matahari memaksa masuk dari jendela yang tidak tertutup. Kurasa sekarang sudah sekitar jam 10 pagi.
Aku turun dari tempat tidur lalu melangkah menuju pintu, kuputar kenop pintu pelan, melangkah keluar dan menyadari kalau ini ternyata adalah apartemen dari bentuknya, saat aku berbelok, nampak seorang perempuan berambut coklat madu yang tengah menonton tv sambil membelakangiku.
Aku diam, sebelum memilih berputar untuk kembali ke kamar.
"Kau sudah sadar?"
Aku berbalik, "Maaf, kau siapa?"
Perempuan itu melompat dari sofa dan berjalan kearahku pelan, senyuman tipis menghiasi wajahnya yang cantik. Aku merasa pernah melihat perempuan ini, tapi dimana ya?
"Kau tidak mengingatku?"
"Tidak, maaf sebelumnya tapi aku rasa kita pernah bertemu."
Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menepuk-nepuk dahinya, "Aiigooo, sebagai pacarnya Joshua, kau harusnya bisa mengingatku."
Rambut coklat madu, kulit seputih susu, senyuman yang manis, logat yang khas. Aku membelalak, "Kim Nahyun-ssi?"
"Bingo!" Nahyun tersenyum lebar, memamerkan sederet gigi putih dan rapih. "Tepat sekali, ah senang rasanya bisa diingat orang. Orang-orang yang bertemu denganku biasanya melupakanku."
Ekspresi Nahyun agaknya........ aneh. Saat dia antusias saat aku mengingatnya, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Memangnya kenapa kalau aku mengingatnya?
Lalu Nahyun beralih duduk di kursi counter dapur dan melanjutkan omongannya, "Seperti Minhyukie-oppa, dia benar-benar senang kau mengingatnya hingga bercerita padaku nyaris tiga kali."
Minhyuk....... Ah, aku ingat, aku pingsan dalam rangkulan pemuda itu. Lalu aku menghela nafas dan duduk di sebelah Nahyun, ada jutaan pertanyaan yang harus aku tanyakan.
Sebelum aku sudah membuka mulut, Nahyun memotong duluan. "Eh-eehh, biar aku yang tebak! Kau pasti ingin bertanya apa yang telah terjadi?"
"Iya, seperti yang kau lihat."
Nahyun mendongak ke langit-langit ruangan, "Jadi, si Joshua sialan itu datang ke apartemenku bersama Minhyukkie-oppa malam-malam. Dia memintaku untuk merawatmu karena aku memang cukup ahli dalam hal medis dan aku juga punya beberapa alat untuk kasus-kasus penyakit berat. Sebenarnya aku sangat keberatan." Nahyun terkekeh sejenak, "Aku tidak semurah hati yang kau bayangkan."
Aku hanya mengangguk, tidak heran untuk tipikal Nahyun yang tidak berbelas kasihan. Kalau saja waktu itu Joshua tidak muncul dan menyelamatkanku dari toilet, aku pasti sudah tercabik-cabik dengan pisau lipat Nahyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death the kid
FanfictionNamanya Son Wendy, dia tidak sengaja terlibat dengan seorang pembunuh bayaran yang ternyata adalah teman sekolahnya. Hari-harinya berubah dan perasaannya tercampur aduk sejak hari itu. Dan dia menyadari kalau dia tidak bisa lari. [Don't forget revie...