"Sayang, kau baik-baik saja?" tanyaku saat baru saja menyadari kedua mata Ana yang terlihat kuyu. Bahkan wajahnya terlihat pucat.
Dahi Ana berkerut. Seakan bingung dengan pertanyaanku, tapi di bibirnya ada seulas senyum tipis. Sebelah tangannya masih menyendokkan lauk ke dalam piringku yang sudah berisi nasi.
"Memang aku terlihat sedang sakit?"
Kedua mataku masih meneliti wajahnya yang tak secerah biasanya. Aku sangat hapal, bahwa selalu ada rona merah yang menghiasi kedua pipinya.
"Entahlah. Tapi kau terlihat pucat."
"Pucat?" Ana sudah berhenti menyendokkan lauk ke dalam piringku. Kali ini kedua telapak tangannya menyentuh kedua pipi, menangkup di sana. "Ah, mungkin karena aku belum memakai make up?"
Aku masih saja memandangnya lamat-lamat. Seakan mengerti kegelisahanku, Ana menangkup sebelah tanganku. Mengusap punggung tanganku dengan ibu jarinya. "Aku baik-baik saja, Ben. Sungguh."
Sebelah alisku terangkat. Seakan tak yakin dengan pernyataan Ana kali ini.
"Aku masih meminum vitamin yang diberikan Dokter Wulan, Ben. Jadi aku tahu kondisi badanku. Mungkin karena kehamilanku makin besar."
Ah iya, benar juga. Kehamilan Ana memang sudah semakin besar. Kali ini menginjak bulan ketujuh dan perutnya semakin besar. Di dalam sana, bayi kami semakin aktif bergerak. Tiap malam, saat aku mengelus perut Ana, bayi kami menendang-nendang dari dalam sana. Rasanya bahagia, sungguh. Ada satu nyawa di dalam sana yang sedang kami nanti-nantikan kehadirannya.
"Baiklah, tapi hari ini kau harus benar-benar istirahat, An. Aku tak mau terjadi hal buruk pada kalian. Bercerminlah, maka kau akan lihat sepucat apa wajahmu nanti."
Di hadapanku, Ana hanya tertawa. "Aku baru tahu, suami akan lebih sentimental saat istrinya sedang hamil seperti ini."
Aku memandang Ana dengan sengit. "Ana ...," geramku pelan.
Masih dengan sisa tawanya yang terdengar, Ana menyahut, "baiklah, Ben. Aku akan istirahat."
Dan aku hanya meresponnya dengan anggukan.
*****
Setelah memaksa Ana untuk berbaring di bawah selimut, aku beranjak keluar dari rumah. Kali ini ada senyum mengembang di wajahku. Ini adalah hari penentuan. Aku akan menjalani proses interview di salah satu perusahaan yang cukup besar. Dua minggu lalu aku mengikuti bursa kerja di salah satu gedung di pusat kota. Aku sengaja tak memberitahu Ana saat itu. Karena kupikir, akan lebih menyenangkan saat ternyata aku bisa lolos dari seleksi administrasi, kemudian melewati tahap-tahap selanjutnya, sampai aku bisa diterima menjadi pegawai di salah satu perusahaan secara resmi.
Dan hari itu tiba, hari yang akan memberi penentuan, apakah aku akan memberi kejutan untuk Ana, atau tidak. Kuharap, aku diterima di sana. Mungkin benar, jika anak adalah pembawa rejeki. Semenjak Ana hamil, aku merasakan pekerjaanku makin lancar. Di restoran, aku sering diberi tip tambahan karena pelayananku yang sangat baik pada pelanggan. Dan tanpa menunggu lebih lama pula, aku diterima di perusahaan jasa sebagai kurir untuk menambah penghasilanku. Terakhir, aku akan lepas dari dua pekerjaanku itu, kemudian mulai bekerja di sebuah kantor yang cukup sukses di bidangnya.
Dulu, saat pertama kali aku mendengar kabar bahwa Ana mengandung anak kami, rasanya aku dilanda kebingungan yang teramat sangat. Aku tak tahu harus melakukan apa. Bahkan tabunganku semakin menipis, sementara Ana pasti membutuhkan gizi yang baik untuk melindungi anak kami di dalam rahimnya. Tapi semakin waktu berjalan, semua berubah. Kehidupan kami perlahan-lahan membaik, meski aku masih saja harus bekerja banting tulang dan menabung lebih banyak lagi untuk biaya persalinan Ana dua bulan lagi. Bahkan aku rela jika harus mengalah untuk hanya makan sebatas tempe dan tahu demi melihat istri dan calon anakku makan dengan nutrisi yang tercukupi. Aku rela, asal sampai dua bulan ke depan, mereka baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benana
Short StoryDenganmu, aku belajar bahwa hidup adalah sebuah perjuangan. Bahwa semua tak ada yang instan. Bahwa kita harus berpikir panjang untuk antisipasi sebuah kejatuhan kemudian. Bersamamu, aku kuat. Bersamamu, rasanya aku bisa menghadapi dunia dengan gagah...