S I X

1.9K 220 20
                                    

Aku tersenyum lebar sembari menenteng satu kantung plastik berwarna putih yang cukup besar. Ada empat kotak susu khusus ibu hamil di sana. Rasanya senang saat bisa menyisihkan gajiku untuk membeli susu ini demi Ana dan bayi kami. Kadang aku masih sering tersenyum senang saat menyadari pikiranku yang saat ini berputar pada persiapan menjadi suami siaga sekaligus menjadi calon ayah.

Aku sempat berdebat beberapa waktu lalu dengan Ana mengenai siapa yang harus membeli keperluan Ana untuk anak kami, termasuk susu ibu hamil ini. Pernah suatu ketika, aku menemukan Ana sedang membuat susu hangat di malam hari tanpa memberitahuku apapun. Dan aku sadar bahwa aku juga bodoh, aku tak begitu mengerti mengenai tetek bengek yang harus dilakukan seorang suami untuk melayani istrinya yang sedang mengandung lima bulan. Bisa-bisanya aku yang bekerja untuk mencari uang, tapi aku tak membeli satupun susu ibu hamil untuknya saat itu.

Seiring dengan bertambahnya ukuran perut Ana, aku sadar bahwa ia mulai membutuhkan nutrisi yang cukup untuk tubuhnya dan untuk bayi kami. Ya, aku tahu, dengan hamilnya Ana, berarti aku harus bekerja lebih keras untuk menghidupi kebutuhan kami yang akan bertambah seorang lagi. Maka dengan adanya calon buah hati kami, aku menambah satu pekerjaan lagi sebagai kurir di salah satu perusahaan jasa pada pagi sampai siang hari. Setelah jam kerjaku di sana selesai, aku akan pergi bekerja di kafe seperti biasa sampai malam hari.

Aku tahu, waktuku sungguh sedikit untuk kuhabiskan bersama Ana. Tapi aku rela .... Aku rela untuk bekerja dari pagi sampai malam hari hanya untuk melihatnya sehat. Melihat perutnya—yang berisi bayi kami—semakin tumbuh besar seiring berjalannya waktu.

*****

"Selamat malam, Sayang."

Dengan pipi yang semakin membengkak dibanding lima bulan lalu, Ana menatapku dengan senyuman. Ia berjalan untuk memelukku seperti biasa. Lima bulan ini, semenjak hamil, ia akan memelukku lebih lama dari biasanya setelah aku pulang kerja. Dia bilang bahwa aroma parfum yang bercampur dengan keringatku, bisa membuatnya tenang. Awalnya aku memandangnya dengan heran. Tapi ya sudahlah, mungkin bawaan bayi.

"Apa yang kau lakukan hari ini?" tanyaku sembari mengelus rambutnya yang dicepol sederhana.

Di dalam pelukanku, Ana menggeleng. "Tidak ada."

"Benarkah?" Aku melonggarkan pelukan Ana. menangkup wajahnya yang terlihat lelah.

Ana mengangguk. "Iya."

Sementara Ana menjawabku dengan penuh keyakinan, kedua tanganku bergerak mengelus kantung matanya yang sedikit membengkak. "Tapi kau terlihat lelah, Sayang."

Ana tersenyum menenangkan. "Tidak." Sebelah tangannya mengusap-usap lenganku yang masih dibalut jaket kulit berwarna gelap. "Hanya perasaanmu saja."

Memang benar, selama beberapa minggu ini aku selalu mendapati Ana menyambutku pulang dengan sorot mata sayu seolah ia sedang kelelahan. Ah, apakah ibu hamil memang mudah lelah ya?

"Bersihkan dirimu. Lalu kita makan malam," ujar Ana sembari mengambil alih kantung belanjaan yang sedaritadi masih kugenggam. "Kutunggu di meja makan ya."

*****

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya Ana sembari menopang kepalanya dengan satu tangan. Sementara telapak tanganku masih mengelus lembut perutnya yang sudah sedikit membuncit.

"Baik. Hanya saja aku kembali bertemu dengan Ibu cerewet yang sungguh perfeksionis. Kepalaku sungguh pusing saat melayaninya."

Ana terkikik kecil saat memerhatikan raut wajahku yang kesal. Pelan, ia menyentil dahiku. "Aku juga akan menjadi Ibu-Ibu, kau tahu?"

Aku memutar bola mataku dengan malas. "Ya ya ya. Maka dari itu, aku harap kau bukan tipe Ibu-ibu seperti itu. Menyusahkan."

Lagi-lagi Ana tertawa di sela-sela pergerakannya untuk memperbaiki letak bantal yang akan menjadi alas kepalanya.

"Kau ingin tidur?"

Ana mengangguk. Sedetik kemudian, sebelah tangannya menangkup bibirnya yang terbuka lebar saat menguap.

Aku hanya tersenyum tipis. "Tidurlah."

Dan Ana hanya mengangguk sebagai jawaban. Tak lama, kedua matanya terpejam sempurna. Aku bisa mendengar deru napasnya yang teratur. Selama dua bulan ini, Ana akan terlelap dengan cepat saat aku mengelus-elus perutnya. Ia bilang, sentuhanku yang berpusat di perutnya seperti ini, bisa membuatnya mengantuk dengan cepat. Ia merasa nyaman.

Perlahan, aku bergerak mengecup perut Ana. Mengelusnya dengan sayang. "Kuatlah di dalam sana ya, Nak. Kau harus jaga Ibu dari dalam sana. Lahirlah dengan sehat."

*****

a/n

ya, kuatlah seperti Ibumu ya, Nak. semoga sehat di dalam perut Ana :"

p.s coba kasih kecup buat aku yang gak kasih penderitaan buat Ben-Ana di part ini hehe




BenanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang