Follow akun media sosialku Instagram, Twitter, dan Facebook: ikavihara
####
"Mia kenapa?" Daisy bertanya dengan khawatir saat membuka pintu lebar-lebar.
Amia sedang digendong Gavin masuk ke rumah dan Amia tidak bisa menjawab pertanyaan Daisy sekarang. Tidak saat dia sedang kehilangan kewarasan karena wangi menyenangkan yang menggelitik hidungnya. Telapak tangannya, yang mencengkeram bahu Gavin yang kukuh ini, berkeringat. Dia menikmati kuatnya lengan Gavin di punggungnya. Sisi kanan tubuh Amia bersentuhan dengan perut Gavin yang padat. Lengan kanan Gavin, kulitnya, bersentuhan langsung dengan bagian bawah paha Amia. Seluruh tubuh Amia langsung meremang. Roknya sedikit naik ke atas, meski tadi Amia sempat berusaha menurunkan.
"Kamar Mia." Daisy memberi tahu Gavin ke mana dia harus membawa Amia.
"Jatuh, Kak. Di tangga kantor." Amia memberi tahu Daisy setelah Gavin mendaratkannya dengan selamat di tempat tidur. Bagian simulasi sebaiknya disensor.
Daisy keluar kamar untuk mengantar Gavin ke depan. Untungnya tadi pagi Amia meninggalkan kamar dalam keadaan rapi. Biasanya dia sembarangan sekali meletakkan pakaian dalam di atas kasur begitu saja. Karena memang tidak pernah ada laki-laki yang akan masuk ke sini. Tidak kakaknya. Tidak papanya. Apalagi atasannya.
Amia pusing memikirkan apa yang sedang terjadi sekarang. Dia jatuh dari tangga seperti orang bodoh dan kehilangan sepatu. Ditandu masuk ke ambulans. Tidak bisa berjalan. Plus, dia diantar pulang langsung oleh bos besar.
Atasannya adalah Erik, atasan Erik adalah Faris, atasan Faris adalah Peter, atasan Peter adalah Gavin. Erik, atasannya langsung saja tidak menjenguknya, kenapa Gavin mau repot-repot mendatangi dan mengantarnya pulang?
Lima menit kemudian Amia melihat Daisy masuk dan membawa satu pitcher air putih dan gelas, meletakkan di meja di sebelah tempat tidur Amia.
"Kamu sudah makan?" Amia menggeleng, dia hanya minum jus dari Gavin tadi.
"Makan sekarang apa mau nunggu makan malam? Kalau sekarang seadanya, soalnya Kakak belum masak apa-apa." Daisy menuang air ke dalam gelas dan memberikan pada Amia, sambil menatap prihatin kaki Amia yang dipasangi cast.
"Nanti saja, Kak." Amia menghabiskan isi gelasnya.
Daisy mengambil baju bersih dari lemari Amia. "Kamu ganti baju dulu."
"Mama sama Papa ke mana?"
"Tadi keluar. Kakak telepon Mama, ya?"
"Jangan!" Buru-buru Amia mencegah Daisy.
"Kenapa?"
"Siapa tahu Mama sama Papa lagi ada urusan penting. Lagian ini cuma jatuh aja."
"Cuma jatuh kok sampai patah? Gimana nanti kamu jalan ke dapur? Bisa sendiri? Kakak telepon Adrien saja, ya."
"Jangan, Kak." Ini akan lebih parah. Adrien bisa langsung menyuruh menulis surat pengunduran diri kalau melihatnya kesakitan begini. "Oh, Kak, jangan bilang kalau Gavin yang antar aku pulang ya. Kalau Adrien tanya, tolong bilang diantar teman kantor."
"Adrien tidak akan separah itu, Mia. Memang begitu caranya menyayangimu." Daisy tersenyum dan berjalan meninggalkan Amia lagi saat bel rumah mereka berbunyi sementara Amia mengganti bajunya dengan kaus longgar.
"Amia!" Pintu kamar menjeblak terbuka. "Sialan. Malah pulang duluan. Aku bingung di rumah sakit nyariin." Vara meletakkan tas Amia di tempat tidur.
"Kamu lama banget tadi, Var."
"Sorry. Tadi disuruh-suruh Erik dulu. Dia itu sudah dibilang aku mau nemenin kamu juga. Nggak ada pengertiannya. Terus kamu pulang sama siapa?" Vara duduk di samping Amia di tempat tidur. "Minta minum ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BELLAMIA
RomanceDari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage: *** Gavin jatuh cinta pada Amia, pegawainya yang meyakini bahwa karier dan cinta tidak boleh berada di gedung yang sama, dan Gavin harus berusaha keras untuk mengubah pandangan Amia, demi...